Hakim yang Vonis Ringan Penganiaya Pelajar Hingga Tewas Dilaporkan

- Tiga hakim dilaporkan ke KY, mendesak reformasi peradilan militer LBH Medan resmi melayangkan pengaduan ke Komisi Yudisial RI dan Badan Pengawas Mahkamah Agung
- Ibu korban tidak terima penganiaya anaknya divonis lebih ringan dari maling ayam
- Banyak kejanggalan di persidangan dari hasil visum hingga keterangan saksi
Medan, IDN Times – Vonis ringan 10 bulan penjara terhadap Sertu Riza Pahlivi, penganiaya pelajar 15 tahun Mikael Histon Sitanggang menuai kritik keras. Tiga hakim yang mengadili kasus itu disorot.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, melaporkan ketiga hakim di Pengadilan Militer I-02 itu. Mereka yakni Ketua Majelis Hakim Letkol Sus Ziky Suryadi, Hakim Anggota I Mayor Chk Iskandar Zulkarnaen dan Hakim Anggota II Mayor Chk Henlius Waruwu. Keluarga korban menilai keputusan ringan itu sangat tidak adil dan jauh dari rasa kemanusiaan.
1. Tiga hakim dilaporkan ke KY, mendesak reformasi peradilan militer

LBH Medan resmi melayangkan pengaduan ke Komisi Yudisial RI dan Badan Pengawas Mahkamah Agung pada 6 November 2025, menilai majelis hakim melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
“Putusan ini bertentangan dengan prinsip adil, arif, dan profesional,” ujar Direktur LBH Medan Irvan Sahputra.
Mereka juga menilai Oditur Militer tidak serius memperjuangkan keadilan karena hanya menuntut hukuman 1 tahun penjara, padahal ancaman maksimal sesuai UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 80 ayat (3) mencapai 15 tahun penjara.
LBH Medan juga mendesak Mahkamah Agung mencopot Kepala Pengadilan Militer I-02 Medan serta meminta reformasi peradilan militer, agar kasus seperti Mikael, hingga penyerangan warga Sibiru-biru tidak lagi diadili dengan vonis ringan.
2. Ibu korban tidak terima penganiaya anaknya divonis lebih ringan dari maling ayam

Sebelumnya, Lenny Damanik tak mampu menahan emosi saat mendengar vonis 10 bulan untuk pelaku yang menyebabkan anaknya meninggal dunia.
LBH Medan yang menjadi kuasa hukum keluarga menyebut, putusan ini justru melukai rasa keadilan publik, terutama bagi keluarga korban yang kehilangan anak di usia 15 tahun.
3. Banyak kejanggalan di persidangan: dari hasil visum hingga keterangan saksi

Keluarga dan LBH Medan menduga adanya kejanggalan serius dalam pertimbangan majelis hakim. Hakim menyebut tidak ditemukan luka pada tubuh korban, padahal dalam putusan disebut ada jejas di perut dan luka di kening akibat jatuh dari rel setinggi dua meter.
Kesaksian Ismail Syahputra Tampubolon juga menyebut korban sempat diserang sebelum jatuh, dan hal ini sejalan dengan keterangan Naura Panjaitan, saksi lain yang kini telah meninggal dunia. Namun, keterangan saksi-saksi ini tidak dijadikan dasar kuat dalam putusan.


















