Ephorus HKBP: Tano Batak Harus Dirawat dan Hak Rakyat Dipulihkan

Toba, IDN Times- Doa bersama bertajuk "Merawat Alam Tano Batak" berlangsung khidmat di HKBP Lumbanjulu, Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, pada Sabtu (1/3/2025). Acara yang dipimpin oleh petinggi HKBP ini menjadi ajang pertemuan berbagai elemen masyarakat, mulai dari aktivis lingkungan hingga perwakilan pemerintah, yang bersatu dalam doa dan kepedulian terhadap kelestarian alam.
Dalam kesempatan itu, Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan menekankan pentingnya pemulihan hak-hak rakyat serta tanggung jawab moral umat Kristen dalam menjaga lingkungan. Ia mengingatkan bahwa ibadat ini bukan sekadar doa bersama, tetapi juga panggilan untuk bertindak demi menyelamatkan alam.
"Di sini kita berkumpul, ada dari perwakilan denominasi gereja, juga dihadiri pihak Komnas HAM dan DPD RI, terutama bapak dan ibu yang hadir di sini untuk berdoa bersama," ujar Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan.
1. Perjuangan menjaga kelestarian alam di Tapanuli Raya harus dilakukan secara kolektif.

Doa ini menjadi momentum untuk mengingatkan bahwa bumi adalah milik Tuhan dan Tano Batak adalah warisan yang harus dijaga.
Lebih lanjut, Ephorus menegaskan bahwa perjuangan menjaga kelestarian alam di Tapanuli Raya harus dilakukan secara kolektif. Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk berperan aktif dalam merawat alam yang telah dianugerahkan Tuhan. Selain itu, ia menegaskan kembali pentingnya mengembalikan hak-hak rakyat yang selama ini terabaikan.
"Seperti yang kita dengarkan bersama, langkah selanjutnya membangun jejaring, pemerintah dan pengusaha di daerah ini untuk membangun jejaring. Tano Batak harus dirawat, hak-hak rakyat dipulihkan kembali. Harus sejahtera di tanahnya sendiri," tegasnya.
Ephorus juga mengingatkan bahwa kerusakan alam di Tano Batak bukan lagi sekadar ancaman, tetapi sudah menjadi kenyataan pahit. Bencana alam yang berulang kali terjadi, longsor yang menimbun lahan pertanian, serta konflik berkepanjangan antara masyarakat dan perusahaan menunjukkan betapa mendesaknya permasalahan ini.
"Sudah banyak studi. AMAN dan KSPPM sudah banyak menuliskan ini. Kita sudah lihat faktanya di lapangan. Berulangkali bencana alam terjadi, korban ada. Areal pertanian dan persawahan ditimbun material longsor," ungkapnya.
Terkait polemik penutupan portal di kawasan Nagasaribu, Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara, ia mengabarkan bahwa portal tersebut kini telah dibuka oleh pihak TPL, sehingga masyarakat adat kembali dapat mengakses lahan perladangan kemenyan mereka.
"Setelah saya ke sana (portal TPL), hingga sekarang, portal itu sudah dibuka dan masyarakat sudah bisa mengakses lahan mereka. Saya juga sudah mendapat laporan dari pihak manajemen soal itu. Sudah dibuka," ujarnya.
2. Perjuangan masyarakat adat mencari keadilan

Sorotan utama dalam acara ini juga tertuju pada perjuangan masyarakat adat yang masih mencari keadilan. Anggota DPD RI, Penrad Siagian, yang turut hadir, menegaskan bahwa perlawanan terhadap perusahaan perusak lingkungan kembali bangkit.
Ia hadir bersama Sorbatua Siallagan, korban kriminalisasi dalam konflik agraria, yang lahannya kini menjadi sengketa dengan TPL. Penrad, yang berlatar belakang pendeta, menyebut bahwa semangat perjuangan rakyat tak pernah padam, mengingat mereka pernah berhasil menutup PT Inti Indorayon puluhan tahun lalu.
"Dengan ini, perlawanan terhadap TPL hidup kembali. Karena hadir tadi pimpinan berbagai gereja denominasi di Indonesia, termasuk NGO, dan masyarakat sipil. Ini merupakan sebuah kebangkitan baru untuk melawan kezaliman yang dialami masyarakat berpuluh tahun," ujar Penrad Siagian, Sabtu (1/3/2025).
Penrad menekankan bahwa transparansi batas lahan konsesi TPL harus segera dilakukan oleh pemerintah agar konflik ini tidak terus berlarut-larut.
"Saya tadi sudah menyampaikan ke berbagai pihak agar segera pemerintah mengeluarkan soal konsesi lahan TPL. Banyak sekali yang tidak tahu mana batas lahan konsesi TPL tersebut," tambahnya.
3. Komnas HAM: Dalam 3 tahun terakhir ada lebih dari 3 ribu aduan soal konflik agraria

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM, Saurlin Siagian, mengungkapkan bahwa konflik agraria masih menjadi masalah terbesar di Indonesia dengan ribuan aduan masuk setiap tahunnya.
"Setidaknya, dalam tiga tahun terakhir ini ada lebih dari 3 ribu pengaduan konflik agraria," ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa negara harus mengambil peran lebih aktif dalam menyelesaikan konflik ini agar rakyat tidak terus menjadi korban ketidakadilan.
"Dengan melihat hal ini, ada seribuan aduan soal ini setiap tahunnya. Dengan demikian, lembaga negara mesti terlibat dalam penyelesaian ini," tegasnya.
Saat ini, Komnas HAM juga tengah berkoordinasi dengan kepolisian untuk meninjau kembali cara penanganan konflik agraria di masa lalu, agar kesalahan yang sama tidak terus berulang.
Saurlin juga mengkritisi perpindahan lokasi ibadat "Merawat Alam Toba", yang disebut-sebut mengalami kendala hingga harus berpindah tempat sebanyak tiga kali.
"Sebenarnya agak prihatin karena perpindahan lokasi ibadat. Di salah satu tempat ada dugaan 'pelarangan' ibadat hingga akhirnya berpindah ke sini untuk ketiga kalinya," ujarnya.
Selain itu, ia mendesak pemerintah untuk merevisi ulang konsesi lahan perusahaan guna mencegah konflik yang terus berlanjut di Tapanuli Raya.
"Soal konflik yang masih terjadi di kawasan Danau Toba ini, tentu ini mesti direvisi ulang, ditinjau ulang soal konsesi. Ini dilakukan guna memastikan kebenaran bagi pihak yang saling klaim," katanya.
Menurutnya, negara tidak boleh abai terhadap penderitaan rakyat. Jika memang ada kesalahan dalam pemberian konsesi di masa lalu, maka hal itu harus segera diperbaiki.
"Negara harus hadir. Segera membereskan bila ada kekeliruan pada konsesi di masa lalu. Saya pikir, tidak ada sulitnya buat negara untuk membereskan itu demi kemajuan masyarakat," pungkasnya.