Anugerah Bug Bounty-EduCSIRT 2025 Bahas Keamanan Siber Pendidikan

- USU menjadi tuan rumah Anugerah Bug Bounty dan EduCSIRT 2025 di luar Pulau Jawa, sebagai gerakan nasional untuk memperkuat budaya keamanan digital di lingkungan pendidikan Indonesia.
- Bug Bounty 2025 menyediakan ruang legal, aman, dan edukatif bagi ekosistem pendidikan untuk menguji kemampuan keamanan siber serta peluncuran SEMAR CARD (Strategi Edukasi Manajemen Ancaman Siber).
- Pentingnya sinergi pemerintah, guru, murid, dan orangtua dalam bidang keamanan siber serta pengumuman para jawara bug bounty 2025 untuk empat kategori siswa, mahasiswa, guru, dan dosen.
Medan, IDN Times- Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kemendikdasmen untuk pertama kalinya menggelar Anugerah Bug Bounty dan EduCSIRT 2025 di luar Pulau Jawa. Universitas Sumatera Utara (USU) dipilih sebagai tuan rumah acara akbar keamanan siber pendidikan ini, yang berlangsung di Gedung Digital Learning Centre (DLCB) pada Selasa (2/12/2025).
Ajang yang melibatkan siswa, mahasiswa, guru, dan dosen ini bukan sekadar kompetisi teknologi, tetapi gerakan nasional untuk memperkuat budaya keamanan digital di lingkungan pendidikan Indonesia.
1. USU berkomitmen perkuat talenta dan keamanan siber

Wakil Rektor IV Bidang Informasi, Perencanaan, dan Pengembangan USU, Prof. Opim Salim Sitompul, menyampaikan bahwa USU memiliki komitmen kuat dalam membangun ekosistem digital yang aman dan inovatif.
“USU memiliki peran sangat penting dalam kegiatan ini. Komitmen dalam inovasi, penguatan talenta digital, dan dukungan terhadap ekosistem keamanan siber menjadi fondasi utama terselenggaranya Anugerah Bug Bounty dan EduCSIRT 2025,” ujarnya.
Prof. Opim menegaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar tantangan teknis, melainkan sarana penting untuk menumbuhkan ethical hacker muda.“Program ini mendorong peserta menjadi ethical hacker yang bertanggung jawab, menumbuhkan budaya sadar keamanan sejak dini di sekolah dan kampus,” tambahnya.
2. Ekosistem pendidikan diharap menguji keamanan sibernya

Dengan tema “Secure Our Future”, Bug Bounty 2025 menyediakan ruang yang legal, aman, dan edukatif bagi seluruh ekosistem pendidikan untuk menguji kemampuan keamanan siber dan memahami pentingnya menjaga keamanan data.
Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemendikdasmen Yudhistira Nugraha, memberikan apresiasi kepada USU dan Sumatra Utara yang dinilai memiliki kapasitas unggul di bidang teknologi informasi. “Ini pertama kali dalam sejarah Bug Bounty dilakukan di luar Pulau Jawa. Sumatera Utara memiliki banyak kampus unggul di bidang teknologi informasi, dan USU adalah salah satu yang terbaik,” tegasnya.
Yudhistira juga menyoroti meningkatnya risiko serangan siber seiring tingginya aktivitas digital. “Semakin kita terhubung, semakin besar potensi celah keamanan. Sistem paling aman adalah sistem yang tidak terkoneksi, karena itu budaya keamanan siber harus dipahami seluruh ekosistem pendidikan,” ujarnya.
Yudhistira juga menekankan pentingnya sinergi pemerintah, guru, murid, dan orangtua di bidang keamanan siber. Ia menegaskan bahwa keamanan siber tidak dapat dicapai tanpa kolaborasi lintas sektor dan kesadaran kolektif untuk melindungi identitas digital peserta didik.
Acara tahun ini juga menjadi momentum penting dengan peluncuran SEMAR CARD (Strategi Edukasi Manajemen Ancaman Siber), inovasi untuk mendorong literasi keamanan data di sekolah dan kampus.
3. Jaga keamanan data pendidikan

Rangkaian kegiatan berlangsung sejak pagi, dihadiri pemerintah, akademisi, dan praktisi keamanan siber. Acara juga dilanjutkan dengan seminar “Memperkuat Ekosistem Keamanan Siber Pendidikan melalui Regulasi Nasional, Transformasi Digital, dan Teknologi AI yang Bertanggung Jawab.”
Para jawara bug bounty 2025 juga diumumkan untuk empat kategori siswa, mahasiswa, guru, dan dosen. Para peserta dari seluruh Indonesia dinilai berdasarkan kemampuan mereka menemukan, menguji, dan melaporkan potensi kerentanan sistem digital pendidikan secara etis. Salah satu peraih penghargaan adalah I Komang Darmendra, Juara 2 kategori dosen dari STIKOM Bali.
Ia menceritakan proses kompetisi dengan menguji website-website untuk dicari celah keamanannya. “Kami disediakan sekitar 12 website. Tugas kami mencari celah keamanan di antara website tersebut dan membuat laporan lengkap tentang solusinya. Waktunya sekitar satu bulan.”
Sebagai dosen yang berkecimpung di ranah Cyber Security, Data Science, dan Kecerdasan Buatan, Komang menilai program ini sangat penting. “Kalau berbicara keamanan website, sebenarnya banyak yang sudah cukup aman karena memiliki lembaga keamanan sendiri. Tapi program ini bisa mendorong dosen dan mahasiswa untuk lebih aware terhadap keamanan siber,” pungkasnya.


















