AMAN Tano Batak: Banjir Parapat Disebabkan oleh Pembukaan Hutan

Simalungun, IDN Times - Banjir di Parapat yang terjadi pada Minggu (16/3/2025) lalu menuai atensi dan simpatik dari masyarakat. Hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut menyebabkan Sungai Batu Gaga meluap hingga membawa material batu dan lumpur menerjang permukiman warga.
Organisasi masyarakat seperti KSPPM, AMAN, dan Auriga Nusantara memandang bahwa banjir bandang tersebut penyebab utamanya bukan curah hujan yang deras. Mereka yakin kerusakan hutan di kawasan hulu terutama di sekitar Bangun Dolok jadi faktor utama banjir bandang datang.
1. Pembukaan hutan yang signifikan dianggap jadi penyebab banjir bandang terjadi di Parapat

Melihat bencana ini sebagai suatu masalah yang serius, Hengky mewakili organisasi masyarakat AMAN Tano Batak, KSPPM, dan Auriga Nusantara, memandang bahwa kerusakan hutan menjadi faktor utama datangnya banjir bandang.
"Berdasarkan analisis spasial dan penelitian di lapangan, ditemukan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir telah terjadi pembukaan hutan yang signifikan di 5 kecamatan sekitar Parapat, yaitu Girsang Sipangan Bolon, Dolok Panribuan, Pematang Sidamanik, Hatoguan, dan Jorlang Hataran. 5 kecamatan merupakan landskap satu daerah aliran Sungai Bolon Simalungun," ujar Hengky selaku pengurus AMAN Tano Batak, Rabu (19/3/2025).
Dari hasil investigasi yang mereka himpun, pada tahun 2000 luas hutan alam di wilayah tersebut masih 10.348 hektar. Namun, angka ini terus menyusut hingga tersisa hanya 3.614 hektar pada tahun 2023.
"Periode dengan kehilangan hutan terbesar terjadi pada tahun 2005 sampai 2010, di mana 2.779 hektar hutan hilang. Sementara itu, dalam periode 2010 sampai 2025, kembali terjadi pengurangan tutupan hutan sebesar 2.366 hektar," beber Hengky.
Jika diakumulasi, dari tahun 2000 hingga 2022, kawasan ini telah kehilangan hutan alam seluas 6.148 hektar. Bagi Hengky dan organisasi masyarakat, perubahan ini sangat berpengaruh terhadap daya tampung air hujan dan stabilitas tanah, yang akhirnya berkontribusi terhadap bencana banjir dan longsor.
"Pada periode yang sama terjadi peningkatan kebun kayu eukaliptus seluas 6.503 hektar. Analisis ini membuktikan bahwa perubahan tutupan hutan di wilayah 5 kecamatan terjadi dan sebagian besarnya berubah menjadi eukaliptus," klaimnya.
2. AMAN Tano Batak dan organisasi masyarakat minta pemerintah serius hentikan aktivitas pembukaan hutan alam di sekitar sungai Bolon

Hengky mengatakan bahwa keberadaan perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) yang berada di kawasan daerah aliran Sungai Bolon telah menyebabkan perubahan tutupan hutan alam. Sehingga hal ini disebutnya memicu bencana ekologis seperti banjir bandang.
PT. TPL sendiri disebutnya memiliki wilayah konsesi seluas 20.360 hektar di sektor Aek Nauli, Kabupaten Simalungun. Berdasarkan analisis perubahan tutupan hutan alam yang dilakukan oleh timnya, terjadi deforestasi signifikan dalam kawasan konsesi ini selama periode 2000 hingga 2023.
"Total kehilangan tutupan hutan dalam kurun waktu tersebut mencapai 6.734 hektar. Data ini menunjukkan bahwa laju kehilangan hutan di sektor Aek Nauli sangat masif dan mengkhawatirkan," tutur Hengky.
Ia mengatakan bahwa peristiwa yang terjadi di Parapat pada 16 Maret 2025 menunjukkan adanya kelalaian pemerintah daerah dalam mengawasi tata ruang di wilayah daerah aliran sungai Bolon, Simalungun. Pembukaan lahan di kawasan tersebut serta daerah terjal telah berkontribusi terhadap terjadinya bencana yang berulang di Parapat.
"Untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang, pemerintah daerah Simalungun harus mengambil langkah serius dalam mengevaluasi tata ruang, terutama di wilayah rawan bencana. Selain itu, keberadaan perusahaan TPL di daerah aliran sungai Bolon telah menyebabkan perubahan tutupan hutan alam juga menjadi perhatian utama. Diperlukan tindakan tegas untuk menghentikan pembukaan hutan alam serta upaya pemulihan terhadap kawasan hutan yang sudah kritis. Jika langkah-langkah ini tidak segera diambil, risiko bencana akan terus mengancam wilayah tersebut," harapnya.
3. 3 hari pasca banjir bandang, masyarakat masih sibuk membersihkan lumpur

Banjir bandang di Parapat menimbulkan kerusakan cukup parah pada rumah-rumah penduduk dan sejumlah fasilitas umum. Banjir bandang juga mengganggu aktivitas ekonomi dan transportasi di kawasan tersebut sampai saat ini.
Hengky membeberkan bahwa sampai saat ini kondisi pasca banjir belum sepenuhnya pulih. Masyarakat masih harus membersihkan bekas-bekas banjir.
"Tiga hari setelah bencana, kondisi kota Parapat masih belum sepenuhnya pulih. Banyak rumah makan masih tutup karena terdampak lumpur, sementara warga masih bergotong royong membersihkan sisa-sisa material yang terbawa banjir," katanya.
Berdasarkan laporan yang pihaknya terima dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), sebanyak 11 rumah mengalami kerusakan parah. Sementara 138 Kepala Keluarga terdampak langsung oleh banjir.
"Bahkan, banjir kali ini juga menyebabkan fasilitas umum seperti rumah sakit dan beberapa hotel, termasuk Hotel Atsari, terendam lumpur. Jalan utama yang menghubungkan Parapat dengan Medan dan Balige juga lumpuh akibat longsor dan genangan air," pungkas Hengky.