Aksi Draw The Line Medan, Suarakan Tolak Energi Fosil
Medan, IDN Times – Para pegiat lingkungan bersama masyarakat terdampak turun ke titik nol Kota Medan, Sabtu (20/9/2025). Mereka menggelar aksi damai bertajuk Draw The Line (DTL) dengan membentangkan spanduk merah sebagai simbol perlawanan terhadap energi fosil.
Aksi ini menjadi bagian dari gerakan global yang menyerukan percepatan transisi energi bersih yang berkeadilan dan inklusif. Selain di Kota Medan, aksi serupa juga digelar serentak di sejumlah daerah di Indonesia.
1. Krisis iklim di Sumut makin nyata, warga terdampak paling menderita

Dalam keterangan resminya, aliansi DTL menyebut, krisis iklim sudah dirasakan langsung oleh masyarakat di Sumatera Utara. Bukan sekadar isu masa depan, perubahan iklim kini hadir dalam bentuk udara tercemar, hutan yang hilang, laut yang kekurangan ikan, hingga kesehatan masyarakat yang semakin tergerus. Situasi ini diperparah oleh keberadaan proyek-proyek energi kotor yang masih terus berjalan.
Contoh paling mencolok adalah PLTU Pangkalan Susu di Kabupaten Langkat. Dugaan pembuangan limbah cair ke laut membuat hasil tangkapan ikan anjlok hingga 70 persen. Akibatnya, lebih dari separuh nelayan terpaksa meninggalkan profesinya dan beralih menjadi pekerja serabutan.
“Selain kehilangan sumber penghidupan, nelayan juga kerap dilarang aparat untuk melaut di sekitar kawasan pembangkit listrik,” kata Aji dari kelompok CR Sumut.
Dampaknya tidak berhenti di situ. Sejak PLTU beroperasi, lebih dari 2.700 warga tercatat menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Kondisi kesehatan anak-anak dan lansia paling rentan, dengan sekitar 60 persen di antaranya mengalami gatal-gatal akut, batuk menahun, sesak napas, bahkan benjolan misterius di tubuh mereka. Bagi masyarakat, energi kotor bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga soal keselamatan nyawa.
2. Kritik terhadap proyek ‘energi bersih’ yang justru meninggalkan jejak beracun
Ironisnya, proyek yang diklaim sebagai energi bersih pun tidak lepas dari persoalan. Di Mandailing Natal, PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) tercatat beberapa kali mengalami kebocoran gas beracun hidrogen sulfida (H2S). Bahkan kasus – kasus kebocoran gas ini memakan korban nyawa. Kasus serupa juga terjadi di proye PT SOL di Tapanuli Utara.
Alih-alih membawa solusi, proyek energi yang disebut “bersih” ini justru meninggalkan risiko baru. Warga yang sebelumnya bergantung pada lahan pertanian kini kehilangan sumber mata pencaharian mereka.
“Ketakutan akan insiden berulang membuat masyarakat harus hidup dalam bayang-bayang ancaman yang tidak pernah reda,” kata Aji.
3. Aksi damai jadi simbol perlawanan global dan suara kelompok rentan
Aksi Draw The Line di Medan bukan sekadar kegiatan seremonial. Menurut Aji, aksi ini merupakan bagian penting dari gerakan global yang menghubungkan suara lokal dengan agenda internasional. Ia menegaskan:
“Aksi DTL ini adalah momentum dimana organisasi lingkungan dan pemuda-pemudi di seluruh dunia dapat berkontribusi untuk menyambut COP-30 di Brazil dan mendorong terciptanya kebijakan-kebijakan yang pro terhadap kelestarian dan keberlanjutan lingkungan. Momentum ini sangat cocok bagi kita semua untuk mendeklarasikan batasan untuk mengeksploitasi energi fosil yang sangat merusak lingkungan dan mengakibatkan penyempitan ruang hidup bagi masyarakat maupun ekosistem. Dengan memanfaatkan aksi serentak di seluruh dunia ini kita dapat mendorong terciptanya kebijakan yang memanfaatkan sumber daya alam yang lebih bersih, transparan, adil, dan partisipatif bagi seluruh kalangan masyarakat,” katanya.
Selain pegiat lingkungan, suara kelompok rentan juga menggema di aksi ini. Baim, dari Himpunan Difabel Muhammadiyah Sumatera Utara, menyampaikan bagaimana transisi energi yang berjalan saat ini semakin meminggirkan disabilitas, perempuan, anak, lansia, dan kelompok lainnya.
“Kaum disabilitas adalah orang-orang yang paling rentan karena disetiap subjek pasti ada disabilitas. Disabilitas menerima paling besar dampaknya karena kerusakan lingkungan. Hari ini kita mulai merasakan bagaimana rusaknya lingkungan kita, laut kita, sungai kita, semuanya udah mulai rusak. Bukan lagi mulai, tapi sudah rusak. Saya orang muda disabilitas. Saya lahir sudah merasakan ketidakadilan iklim dan kerusakan lingkungan,” ucapnya.
Aksi damai ini juga diwarnai instalasi simbolik berupa garis merah besar yang dibentangkan di tengah kota. Garis merah itu menjadi tanda batas, pesan jelas bahwa masyarakat sudah muak dengan energi kotor. Mereka menuntut pemerintah segera mempercepat transisi energi bersih yang adil, transparan, partisipatif, dan melindungi kelompok rentan.