80 Tahun Indonesia Merdeka, KontraS: Perlindungan HAM Masih Angan-angan

Medan, IDN Times - Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia kembali digelar dengan megah pada 17 Agustus 2025. Namun, di balik kemeriahan upacara dan pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto, masih muncul pertanyaan: apakah kemerdekaan sudah benar-benar dirasakan seluruh rakyat Indonesia?
Dalam pidato kenegaraannya, Prabowo menekankan pentingnya persatuan, pembangunan, dan kedaulatan. Namun menurut Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara, pesan tersebut hanya sebatas seremonial karena tidak menyinggung isu hak asasi manusia (HAM) yang masih menjadi luka bangsa.
1. Konflik sumber daya alam di Sumut masih terus berulang

KontraS Sumut menilai pemerintah terlalu menekankan pembangunan fisik, tapi mengabaikan konflik sumber daya alam (SDA) yang merugikan masyarakat.
“Perlindungan Hak Asasi Manusia masih angan-angan. Misalnya di Sumut, letusan konflik SDA terus terjadi yang dampaknya merusak lingkungan dan merampas hak masyarakat adat. Terbaru, konflik yang dialami Masyarakat Natinggir yang mendapati kekerasan oleh PT. TPL,” ungkap staf opini publik KontraS Sumut Adhe Junaedy dalam keterangan resmi, Senin (18/8/2025).
Bahkan, rumah-rumah warga sempat dilempari batu hingga jendela pecah. Ada juga warga yang menjadi korban, termasuk anak-anak. Sepanjang 2024–2025, KontraS mencatat setidaknya 13 konflik SDA di Sumut.
2. Militerisme dan impunitas yang dikhawatirkan semakin meluas

Dalam pidatonya, Presiden Prabowo juga menyebut rencana penambahan batalyon tempur. Namun KontraS menilai langkah ini justru mengkhawatirkan, mengingat catatan pelanggaran HAM yang dilakukan TNI.
“Sepanjang periode Juni 2024–Juni 2025 terdapat enam pelanggaran yang dilakukan TNI di Sumut. Ironinya, hukuman yang dijatuhkan terhadap prajurit pelaku sangat rendah,” tegas KontraS.
Salah satunya adalah tragedi penyerangan prajurit Yon Armed 2/KS terhadap masyarakat Sibiru-biru serta penembakan dua prajurit Kodim 0204 Deli Serdang. Menurut KontraS, penambahan batalyon dikhawatirkan hanya memperkuat impunitas dan memperluas ruang pelanggaran.
Dalam pidatonya, Prabowo meyebut akan membentuk 6 komando Daerah Militer baru, 14 komando daerah angkatan laut, 3 komando daerah angkatan udara, satu komando operasi udara, 6 grup Komando Pasukan Khusus, 20 Brigade teritorial pembangunan, satu Brigade infanteri marinir, satu resimen korpspasukan gerak cepat, 100 batalyon teritori Pembangunan, 5 batalyon Infanteri marinir pasukan gerak cepat. Menurut Prabowo, ini dilakukan untuk merespon kondisi geopolitik yang tidak menentu.
3. Polri jadi institusi dengan pelanggaran terbanyak

Selain TNI, KontraS Sumut juga menyoroti tingginya angka pelanggaran yang dilakukan aparat kepolisian. Sepanjang Juni 2024–Juni 2025, ada 11 kasus pelanggaran oleh Polri di Sumut, jumlah ini bahkan lebih banyak dibandingkan TNI.
“Dengan situasi demikian maka dapat kami nilai bahwa kemerdekaan hanya perayaan yang dirasakan sebagian elemen saja. Kebijakan yang dibuat pemerintah justru menjerat rakyatnya dan memperpanjang ruang impunitas pelaku pelanggar HAM,” ungkap Adhe.
Menurut KontraS kemerdekaan yang sejatinya dimiliki rakyat justru tereduksi menjadi milik penguasa dengan memperkuat militerisme, melanggengkan kekerasan aparat, membungkam kebebasan sipil, dan membiarkan impunitas tetap ada.