4 Cara Mindset Destruktif Menghancurkan Kreativitas dalam Berkarya

Dalam berkarya kita harus mampu mengembangkan kreativitas. Ini berkaitan dengan ide dan gagasan unik yang direalisasikan secara nyata. Namun demikian, kreativitas bisa saja hancur akibat keberadaan mindset destruktif. Kita masih mempertahankan pola pikir yang menghambat pertumbuhan pribadi. Bahkan menciptakan rintangan dalam upaya meraih tujuan.
Mindset destruktif memiliki beberapa cara dalam menghancurkan kreativitas dalam berkarya. Terutama dalam mempermainkan emosi dan sudut pandang. Pada akhirnya kita terjebak dalam rasa takut dan kecemasan.
Sudah menjadi keharusan untuk mengenali situasi ini secara menyeluruh. Bagaimana cara mindset destruktif menghancurkan kreativitas dalam berkarya? Penjelasan detailnya.
1. Terjebak dalam perasaan takut gagal

Ketika seseorang memiliki kreativitas, ia mampu menghasilkan karya yang memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri. Ide dan gagasan memiliki karakteristik tertentu yang tidak dimiliki oleh karya milik orang lain.
Namun untuk menghasilkan karya berkualitas, semua kembali lagi pada pola pikir yang diterapkan. Sudah tentu menjadi tantangan saat masih mempertahankan mindset yang bersifat destruktif.
Entah disadari atau tidak, mindset destruktif pada akhirnya menghancurkan kreativitas dalam berkarya. Pada kondisi demikian ini seseorang terjebak dalam perasaan takut gagal.
Dalam berkarya cenderung bertahan di zona nyaman tanpa ada inovasi dan pembaruan. Mindset destruktif menghadirkan pola pikir enggan mencoba tantangan terbaru maupun bereksperimen.
2. Menghadirkan perfeksionisme berlebihan

Bolehkah kita terikat pada standar kesempurnaan tertentu? Sebenarnya tidak ada yang keliru dengan keberadaan standar kesempurnaan. Tentu ini menjadi motivasi untuk menunjukkan pencapaian terbaik.
Tapi segala sesuatu juga harus diukur sesuai dengan porsi yang tepat. Tidak terkecuali dengan standar perfeksionis yang dijadikan sebagai patokan.
Sudah tentu menjadi catatan penting saat kita terpaku pada mindset destruktif. Ternyata ini dapat menghancurkan kreativitas dalam berkarya. Dengan terpaku pada pola pikir destruktif, secara otomatis akan terikat pada perfeksionisme berlebihan. Ini membuat karya tidak pernah selesai atau tidak pernah dipublikasikan karena standar yang tidak realistis.
3. Kecenderungan untuk membandingkan diri tanpa melihat situasi

Kreativitas berkaitan dengan ide dan gagasan unik yang dijadikan landasan dalam berkarya. Memiliki kreativitas yang terasah baik, karya yang dihasilkan juga semakin berkualitas. Namun demikian, kreativitas ini juga turut dibangun oleh pola pikir. Ketika seseorang menerapkan mindset destruktif, secara otomatis akan menghancurkan kreativitas dalam berkarya.
Mengapa bisa demikian? Memiliki mindset destruktif, seseorang akan memiliki kecenderungan untuk membandingkan diri tanpa melihat situasi. Fokus utama tidak lagi pada proses yang dijalani.
Namun sekadar bersaing dan memenangkan validasi sesaat. Padahal dengan membandingkan diri justru melemahkan rasa percaya diri. Situasi ini pada akhirnya mengaburkan identitas kreatif yang dimiliki.
4. Manipulasi pikiran untuk berfokus pada validasi eksternal

Kehadiran mindset destruktif ada faktanya masih kerap mengambil alih kendali. Tidak terkecuali saat kita hendak mengaktualisasikan diri.
Pola pikir demikian ini yang pada akhirnya menghancurkan kreativitas dalam berkarya. Bahkan, kreativitas yang dihasilkan tidak lagi bersifat autentik. Bagaimana cara mindset destruktif menghancurkan kreativitas dalam berkarya?
Salah satunya dengan memanipulasi pikiran untuk berfokus pada validasi eksternal. Kita mengabaikan pentingnya proses, namun justru berfokus pada pujian dan apresiasi semu.
Tujuan dalam berkarya bukan lagi sebagai ajang mengaktualisasikan diri. Tapi hanya sekedar mengejar kepuasan orang lain yang tidak membawa dampak apapun dalam peningkatan kualitas diri.
Kita perlu waspada dengan kehadiran mindset yang bersifat destruktif. Karena justru Ini yang akan menghancurkan kreativitas dalam berkarya.
Ketika seseorang terpaku pada pola pikir tersebut, ia terjebak dalam perasaan takut gagal. Belum lagi dengan kehadiran perfeksionisme dan pikiran yang termanipulasi memburu validasi. Merasa terjebak dalam mindset tersebut, sesegera mungkin harus sadar untuk mengubah pola pikir menjadi lebih terarah.