Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Was-was Ruth, Kini Hidup di Gubuk Sawah Pasca Banjir Tapteng

GOY_8613-122.jpg
Ruth Mai Hutagaol, penyintas banjir Tapanuli Tengah saat ditemui sejumlah relawan di gubuknya, Jumat (18/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Petang itu hujan turun deras

Ruth langsung was-was

Khawatir air akan kembali naik

Trauma akan banjir yang menghantam Tapanuli Tengah

Tukka, tiga pekan pasca banjir

Ruth Mai Hutagalung, nama lengkapnya. Perempuan 42 tahun itu, masih ingat betul bagaimana banjir bandang menghantam rumahnya di kawasan, Kelurahan Sibuluan Terpadu, Kecamatan Pandan pada Selasa (25/11/2025).

Rumah itu bukan miliknya. Dia diberikan izin oleh empunya untuk tinggal dan merawat rumah itu.

Saat air naik, Ruth, Abdul suaminya bersama empat anaknya berada di rumah. Mereka sempat panik ketika air kian naik. 

Mereka sempat bingung, saat air sudah mengepung mereka. "Kami langsung di panggil untuk masuk ke sana. Ke bank sampah," kata Ruth memulai obrolan dengan IDN Times, Jumat (18/12/2025). 

Bangunan bank sampah yang dikelola Yayasan Menjaga Pantai Barat (YAMANTAB) itu memang letaknya sedikit lebih tinggi dari bangunan lainnya. Saat itu Ruth dipanggil oleh Damai, Direktur Bank Sampah Yamantab yang saat itu berada di sana.

Ruth mengantar dua anaknya yang masih kecil ke bank sampah. Sementara dua lainnya, membantu Ruth dan suami mencoba menyelamatkan sejumlah barang-barang berharga dari rumahnya. 

Mengungsi di dalam sepetak gubuk sawah

GOY_8619.JPG
Gubuk yang menjadi tempat tinggal Ruth saat menjadi penyintas banjir Tapanuli Tengah. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Belum lagi surut air, Ruth sekeluarga memilih pergi ke masjid untuk mengungsi. Di sana, dia bergabung dengan sejumlah penyintas lainnya.

Tida lama mereka mengungsi di masjid. Tiga hari di sana, Ruth merasa sungkan. Karena masjid masih digunakan untuk beribadah. Meski banyak penyintas, yang masih bertahan di sana. 

Di tengah kebingungannya, Ruth teringat dengan gubuk yang ada di pinggir sawah, di belakang rumahnya. Dia memutuskan berpindah ke sana. 

Gubuk itu berukuran sekitar 2 x 2 meter. Tenda - tenda yang tadinya digunakan untuk menjemur padi, dimanfaatkan untuk dijadikan dinding. 

Di dalam gubuk itu, Ruth dan empat anaknya tinggal bersama tumpukan barang-barang yang sempat diselamatkan dari rumah. Beralas karpet sederhana, dan penerangan dari listrik yang disambung dari rumah yang sudah terendam. 

"Gubuk ini sudah lama. Biasa kami beristirahat di sini," katanya. 

Didatangi ular, tidur dengan nyamuk yang menyerang

GOY_8652-108.jpg
Relawan dari Yayasan Orangutan Sumatra Lestari - Orangutan Information Centre (YOSL- OIC) memberikan paket logistik kepada Ruth, penyintas banjir Tapanuli Tengah. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Sudah tiga pekan pascabanjir Ruth tinggal di sana. Dinginnya malam, teriknya siang, dia lewati dengan sabar. Namun setiap hari ada cemas yang menghantuinya. 

"Pernah kemarin di sini, ada ular datang. Saya khawatir, kami tidur tiba-tiba didatangi ular," katanya.

Setiap malam, bukan hanya dingin yang menyerang. Mereka harus tidur dengan nyamuk yang terus menyerang. 

"Kalau kami ini gak apa. Cuma anak-anak, bagaimana," katanya.

Untuk kebutuhan sehari-hari, saat ini Ruth masih mengandalkan bantuan dari para dermawan. Berapa pun yang di dapat, dicukupkan untuk makan keluarga. 

"Kadang ada yang kasih ikan asin. Itu kami masak. Kami simpan sebagian," katanya.

Bingung akan tinggal di mana kelak Tapteng pulih

Kondisi Kelurahan Hutanobolon, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kamis (18/12/2025).
Kondisi Kelurahan Hutanobolon, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kamis (18/12/2025).

Berat menjadi penyintas bagi Ruth. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Sebelum bencana, hidup Ruth dan keluarganya serba pas - pasan.

Ruth hanyalah seorang buruh serabutan. Sawah tempat gubuknya berdiri, harusnya sudah dipanen sebelum bencana. Sedihnya Ruth yang harusnya bisa mendapat penghasilan, harus gigit jari karena sawah itu kini menjadi hamparan lumpur.

"Mau dipanen kian tadinya. Cuma lihatlah. Udah gak ada lagi," katanya. 

Sementara itu, suami Ruth hanyalah seorang buruh bangunan. Penghasilan mereka berdua, hanya cukup memenuhi kebutuhan sehari - hari. 

Ruth belum tahu akan bagaimana nasibnya kelak kondisi Tapanuli Tengah pulih dari bencana. Dia cuma berharap, pemerintah bisa memberikan perhatian. Kepada Ruth mau pun yang senasib dengan keluarganya. 

"Rumah, kami sudah tidak ada. Mau mengontrak duit pun tidak punya lagi. Kami tidak tahu lagi," kata Ruth.

Banjir Tapanuli Tengah dianggap sebagai yang terparah di Sumatra Utara. Data per 18 Desember 2025 menunjukkan, ada 132 korban meninggal dunia. Sebanyak 38 orang dinyatakan masih hilang. 

Bencana itu juga mengakibatkan 296.453 orang terdampak. Ada 9.657 orang yang kini menjadi pengungsi. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Arifin Al Alamudi
EditorArifin Al Alamudi
Follow Us

Latest News Sumatera Utara

See More

Was-was Ruth, Kini Hidup di Gubuk Sawah Pasca Banjir Tapteng

19 Des 2025, 23:59 WIBNews