Sumut Juara Inflasi, Apa Langkah Pemprov untuk Menekannya?

- Pemprov Sumut siapkan 11 langkah cepat untuk tekan harga pangan
- Sinergi lintas sektor dan peran BUMD diperkuat
- Bobby Nasution menilai bahwa penanganan inflasi tidak bisa hanya mengandalkan oper
Medan, IDN Times – Angka inflasi di Sumatera Utara (Sumut) pada September 2025 mencapai 5,32 persen (yoy), tertinggi secara nasional. Di tingkatan kabupaten, Deli Serdang menduduki posisi pertama dengan angka 6,81 persen.
Dampak inflasi pun sudah dirasakan warga. Harga beberapa komoditas pangan seperti cabai merah, beras hingga daging ayam melonjak di pasaran.
Gubernur Sumut Muhammad Bobby Afif Nasution menegaskan, pengendalian inflasi kini menjadi prioritas utama daerah, karena berhubungan langsung dengan daya beli dan kesejahteraan masyarakat.
“Inflasi ini bukan sekadar angka, tapi mencerminkan tekanan yang dirasakan masyarakat di lapangan. Karena itu, kita ambil langkah cepat dan terukur agar harga-harga, terutama bahan pangan, bisa segera stabil,” ujar Gubernur Bobby Nasution di Medan, usai mengikuti Rakor Pengendalian Inflasi bersama Kemendagri secara virtual, Senin (6/10/2025).
1. 11 langkah cepat disiapkan untuk tekan harga pangan

Tekanan inflasi di Sumut terutama disumbang oleh komoditas pangan bergejolak, seperti cabai merah, bawang merah, beras, dan daging ayam ras.
Untuk menekan gejolak harga tersebut, Pemprov Sumut dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) telah menyusun 11 langkah cepat yang akan dijalankan dalam tiga bulan ke depan.
Langkah itu mencakup berbagai intervensi langsung di lapangan, mulai dari pembagian gratis komoditas penyumbang inflasi, bundling beras SPHP dengan cabai merah harga murah, hingga pelaksanaan pasar murah dan sidak pasar.
Selain itu, Pemprov juga akan memperkuat kerja sama antar daerah, menugaskan BUMD mengelola cabai dan bawang merah, serta menetapkan toko pantau inflasi di berbagai wilayah.
Bobby menegaskan, setiap langkah akan dijalankan dengan prinsip 4T: tepat lokasi, tepat komoditi, tepat sasaran, dan tepat waktu. “Masyarakat harus benar-benar merasakan dampaknya di lapangan,” tegasnya.
2. Sinergi lintas sektor dan peran BUMD diperkuat

Bobby Nasution menilai bahwa penanganan inflasi tidak bisa hanya mengandalkan operasi pasar semata. Menurutnya, dibutuhkan sinergi lintas sektor yang melibatkan berbagai pihak, termasuk BUMD pangan daerah yang bertugas menjaga stabilitas stok dan distribusi bahan pokok.
Pemprov menugaskan sejumlah BUMD seperti PD Aneka Industri dan Jasa (AIJ), PT Dhirga Surya, dan PT Pembangunan Sumatera Utara (PPSU) untuk mengelola dan menyalurkan pasokan cabai, bawang, serta beras.
Langkah ini diharapkan memperkuat kendali daerah terhadap rantai pasok pangan, khususnya di tengah lonjakan harga komoditas yang kerap terjadi menjelang akhir tahun.
3. Produksi lokal dan rantai pasok jadi fokus jangka panjang

Selain langkah cepat, Pemprov Sumut juga berfokus pada strategi jangka panjang untuk memperkuat produksi pangan lokal dan rantai pasok dari hulu ke hilir.
Kepala Biro Perekonomian Setdaprov Sumut, Poppy Marulita Hutagalung, menjelaskan bahwa BUMD pangan akan menjadi bagian dari ekosistem pangan strategis dan bekerja sama dengan kelompok tani serta pemerintah kabupaten/kota.
“Dengan cara ini, kita ingin Sumut tidak lagi terlalu bergantung pada pasokan dari luar provinsi. Kalau produksi dan distribusi di dalam daerah kuat, maka harga akan lebih terkendali,” kata Poppy.
Koordinasi intensif antara TPID Provinsi, BI, BPS, Bulog, dan Satgas Pangan juga terus dilakukan. Melalui press release dan konferensi pers berkala, Pemprov menjaga komunikasi yang transparan agar publik mengetahui langkah-langkah penanganan inflasi secara terbuka.
Dalam paparan Kemendagri, Sumut juara pertama dengan inflsi sebesar 5,32 persen. Disusul Riau (5,08 persen), Aceh (4,45 persen), Sumatera Barat (4,22 persen), Sulawesi Tengah (3,88 persen), Jambi (3,77 persen), Sulawesi Tenggara (3,68 persen), dan Papua Pegunungan (3,55 persen).