Ekonom: Tantangan Teknis Jadi Akar Serapan Rendah Program MBG

- Menkeu akan pangkas anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) jika serapan anggarannya rendah
- Langkah Menkeu pada program MBG dinilai menebar ancaman bahwa program tersebut bisa saja ditunda (moratorium)
- Jika program tersebut di moratorium, tentunya akan ada banyak pihak yang dirugikan
Medan, IDN Times - Selain isu keracunan massal, program makan bergizi gratis (MBG) juga tengah disorot oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa karena serapan anggarannya yang dinilai rendah.
Pengamat ekonomi, Gunawan Benjamin menilai bahwa tatanan teknis pelaksanaan MBG ini memang tengah menghadapi sejumlah tantangan, yang menjadi akar masalah rendahnya serapan anggaran.
"Meskipun di lapangan, saya melihat eksekusi kebijakan ini tetap berjalan bahkan terus diperluas," ucapnya pada IDN Times.
Sebelumnya, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah tidak akan ragu memangkas anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) jika hingga akhir Oktober 2025 belum terserap optimal. Hal ini ia sampaikan menanggapi Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut penyerapan anggaran MBG kini sudah membaik.
1. Langkah Menkeu pada program MBG dinilai menebar ancaman bahwa program tersebut bisa saja ditunda (moratorium)

Gunawan juga menjelaskan, anggaran yang belum terserap memang sebaiknya bisa dialokasikan untuk hal lain yang lebih bermanfaat. Dibandingkan jika dana tersebut mengendap di perbankan dan hanya mendapatkan bunganya saja.
Langkah Menkeu yang mengeluarkan ancaman di satu sisi, Gunawan menilai dapat mendorong akan program MBG bisa diakselerasi lagi. Namun, di sisi lain menebar ancaman bahwa program tersebut bisa saja ditunda (moratorium).
"Kalau melihat realisasi belanja MBG terhadap serapan belanja di pasar (pedagang). MBG jelas memberikan kontribusi peningkatan yang signifikan terhadap permintaan akan kebutuhan pangan tertentu seperti daging ayam hingga beras," kata ekonom asal Sumut ini.
2. Jika program tersebut di moratorium, tentunya akan ada banyak pihak yang dirugikan

Multiplier efeknya sudah mulai dirasakan, meskipun dikatakan Gunawan realisasi serapan MBG per tanggal 1 Oktober masih sebesar Rp21 Triliun dari total anggaran sebanyak Rp71 Triliun, atau hanya sekitar 29.6 persen. Sehingga, baiknya serapan anggaran MBG harus diakselerasi. Jangan membiarkan banyak dana mengendap yang tidak berguna di tengah upaya pemerintah mendorong belanja masyarakat dengan meningkatkan likuiditas.
"Namun, jika program ini mendapatkan banyak keluhan atau kritikan. Justru wajar saja muncul gagasan agar program MBG tersebut ditunda terlebih dahulu. Konsekuensinya jika program tersebut ditunda, maka alokasi anggaran ke pos yang baru juga harus bisa dialokasikan untuk program yang produktif dan memberikan dampak multiplier efek yang besar," tambahnya.
Akan tetapi, menurut Gunawan jika program tersebut dimoratorium, tentunya akan ada banyak pihak yang dirugikan. Seperti investasi pemilik dapur MBG, baik yang sudah berjalan atau mereka yang tengah mempersiapkan dapurnya. Rencana bisnis pelaku usaha seperti peternak, petani hingga pedagang yang terpaksa berubah haluan dan tentunya ada potensi penambahan jumlah angka pengangguran.
3. Disarankan program ini bisa dieksekusi tanpa ada cacat yang fundamental, seperti terjadi masalah keracunan

Dia menyarankan sebaiknya memang program ini bisa dieksekusi tanpa ada cacat yang fundamental, seperti terjadi masalah keracunan. Namun, jika kasus tersebut nantinya tidak bisa diatasi, maka pemerintah akan terdesak untuk menghentikan program tersebut.
"Jika hal itu terjadi akan memicu kerugian di setiap rantai pasok yang menopang kegiatan MBG tersebut. Dan lagi-lagi pemerintah harus mampu mengeluarkan kebjakan alternatif untuk memastikan bahwa roda ekonomi yang sempat terhenti karena moratorium MBG, bisa dihidupkan dengan cara yang lain. Kalau tidak kinerja ekonomi akan melemah dan memicu banyak masalah lain seperti lemahnya belanja masyarakat dan pengangguran," pungkasnya.