Polemik Kredit Bank Sumut, Tudingan Penggelapan hingga Mediasi Mentok

Medan, IDN Times – Nama Bank Sumut tengah santer masuk ke dalam dugaan kasus penipuan dan penggelapan agunan nasabah. Sejumlah petinggi di Bank Pembangunan Daerah (BPD) itu dilaporkan ke Polda Sumatra Utara.
Pelapornya adalah Tianas Situmorang. Istri dari Thomas Panggabean, nasabah Bank Sumut yang sudah meninggal dunia. Kredit itu dilakukan Thomas pada 2012 lalu. Dia bersama diduga istri keduanya berinisial D meminjam uang Rp1 miliar ke Bank sumut. Mereka mengagunkan 10 sertifikat tanah.
Thomas kemudian meninggal pada 2013. Pelunasan utang itu lantas dilakukan dengan jaminan dari Bank Sumut bahwa agunan akan dikembalikan.
Utang itu kemudian lunas pada 2022 lalu. Namun, Bank Sumut belum juga mengembalikan agunan kepada pihak Tianas. Karena merasa dirugikan, Tianas melaporkan kasus ini ke Polda Sumut.
Kasubbid Penmas Polda Sumut Kompol Siti Rohani Tampubolon kepada IDN Times mengatakan bahwa kasus itu sudah memasuki tahap penyidikan. Pihaknya juga sudah memeriksa sejumlah saksi, termasuk Kepala Bank Sumut Cabang Aek Nabara sebagai terlapor.
"Lagi proses sidik, ya," kata Siti Rohani, Rabu (12/2/2025) malam.
Bahkan Direktur Bank Sumut Babay Parid Wazdi juga diseret-seret dalam kasus ini. Polda Sumut sudah dua kali memanggil Dirut Bank Sumut, namun belum dihadiri.
Terkait dua kali tidak menghadiri panggilan ini, Siti Rohani menyebut, masih akan melakukan klarifikasi kepada penyidik.
Berikut duduk perkaranya:
1. Bank Sumut masih menunggu keputusan para ahli waris

Bank Sumut memberikan klarifikasi ihwal tudingan penggelapan agunan 10 surat tanah itu. Melalui kuasa hukumnya Bambang Santoso, pihaknya masih menunggu ada kesepakatan dari para ahli waris. Dalam hal ini, dari pihak Tianas maupun dari perempuan yang disebut sebagai istri kedua almarhum Thomas.
Karena, Bank Sumut sudah melakukan berbagai upaya persuasif. Termasuk melakukan mediasi antar pihak. Namun upaya mediasi itu mentok.
Bambang mengatakan, kilennya tidak memiliki motif atau niatan menahan atau pun melakukan penggelapan terhadap agunan dari para nasabah. Pengembalian agunan itu masih terkendala dengan tidak adanya kesepakatan antara ahli waris.
Dari 10 sertifikat yang diagunkan, satu di antaranya adalah milik D. Pihak Tianas sendiri juga sudah menyepakati jika satu sertifikat itu diberikan kepada D. Namun D menolak kesepakatan itu.
Bambang menjelaskan, dalam utang piutang, saat debitur meninggal dunia, maka ketentuan waris diberlakukan. Dalam kasus ini, ahli waris berhak atas harta warisan. Baik dari pihak Tianas, atau pun D.
“Soal pembagian ahli waris, bank tidak punya campur tangan dan tidak boleh. Hanya sekapasitas kita saja. Seharusnya, selesaikanlah di internal keluarga terlebih dahulu. Kalau mereka sepakat maka akan langsung kita serahkan,” kata Bambang, Jumat (14/6/2025).
2. Bank Sumut dituding langgar Undang-undang Perbankan dan penipuan

Dalam perkara ini, Bank Sumut dituding lakukan penipuan dan penggelapan. Pihak Tianas menuding jika Bank Sumut tidak melakukan penelitian saat hendak memberikan kredit kepada nasabahnya.
Pihak Tianas menuding jika Bank Sumut tidak mengedepankan prinsip kehati-hatian. Bahkan, pihak Tianas justru mempertanyakan, jika akad kredit itu diteken oleh Thomas dan D, kenapa Bank Sumut menagih utang kepada Tianas.
Menurut Bambang, tudingan penipuan dan penggelapan itu tidak berdasar. Selama ini, kliennya juga sudah melakukan upaya persuasif. Mulai dari mencari para ahli waris nasabah, hingga melakukan mediasi. Bambang kembali menyebut, pengembalian agunan terganjal dengan ketidaksepakatan di pihak waris.
“Jadi kita ini bukan niat tidak menyerahkan (agunan) sama sekali. Tetapi ini benturan soal hukum. Sepanjang ini diselesaikan waris dengan meninggalnya Thomas atau mereka sepakat ke kantor dengan isi pembagian waris. Pasti Bank Sumut serahkan (agunan). Tidak ada kepentingan. kami menahan ini. Apalagi sudah lunas,” kata Bambang.
3. Pelaporan terhadap Dirut Bank Sumut ke Polda Sumut dinilai tidak relevan

Bambang juga mempertanyakan soal Direktur Bank Sumut Babay Parid Wazdi yang dilaporkan pihak Tianas. Polda Sumut sudah dua memanggil kliennya. Babay mangkir dari pemanggilan itu.
Kata Bambang, kliennya tetap menghormati proses hukum. Namun menurut Bambang pelaporan itu tidak relevan. Karena Babay baru menjabat sebagai Dirut pada Juli 2023. Sementara, perkara itu sudah berjalan sejak 2013.
Bank Sumut, kata Bambang, menggunakan prinsip Legal Mandatory. Di mana pertanggungjawaban operasional perusahaan berada pada masing-masing tingkatan.
“Nah, pertanggung jawabannya itu di kepala cabang. Nah, itulah prinsip legal mandatory. Jadi, pertanggung jawaban itu selesai di kepala cabang sebenarnya,” kata Bambang.
Saat ini Bank Sumut terus memantau perkembangan perkara tersebut. Kelak jika perkara itu sampai ke meja hijau, mereka sudah siap menghadapinya.
4. Tianas ingin Bank Sumut tetap diproses hukum meski sertifikat kelak dikembalikan

Sementara itu pihak Tianas tetap ingin proses hukum tetap berjalan meski kelak sertifikat itu dikembalikan. Karena menurut kuasa hukum Tianas Poltak Silitonga, Bank Sumut sudah melanggar aturan perbankan.
Menurut Poltak, kliennya membayar utang itu dalam keadaan tertekan dan mendapat iming-iming dari pihak Bank Sumut.
“Jadi itu dipaksa oleh Bank Sumut diiming-imingi ditipu supaya membayar itu, karena itu istilahnya harta dia dan yang terakhir ini Bank Sumut sudah meminta kepada kita untuk mengambil sertifikat itu, tetapi ketika dia mau mengembalikan atau disuruh mengambil sertifikat klien kami itu saya mau terus berjalan. Jadi secara hukum bahwa sertifikat itu sudah milik kami dan tidak ada lagi istilahnya yang bisa menghalang-halangi kalaupun kami ambil itu karena sudah resmi dari Bank Sumut. Tapi saya mau orang itu diproses,” kata Poltak pada IDN Times, Senin (17/2/2025).
5. Bank Sumut juga akan dilaporkan kasus TPPU

Bahkan pihaknya akan melaporkan Bank Sumut dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kliennya tidak terima karena harus membayarkan utang yang tidak pernah dipinjamnya. Apalagi karena dalih Tianas merupakan ahli waris.
“Saya bukan masalah pengembalian itu lagi, saya tuntut itu. Tapi lebih ke urusan UU TPPU dan penipuannya. Kenapa dipaksa untuk membayar atau dibujuk klien saya membayar utang yang tidak ada dasar hukumnya. Jadi saya bukan masalah pengembalian sertifikat itu karena itu milik kami,” pungkasnya.