Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Nelayan Kesal, Kapal Vietnam Bebas Tangkap Ikan di Laut Anambas

Ilustrasi nelayan di sebuah pesisir pantai (pexels.com/BLACKTATOR)

Batam, IDN Times - Nelayan di Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau kembali mengeluhkan maraknya aktivitas kapal ikan asing (KIA) berbendera Vietnam, yang diduga melakukan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah perairan Indonesia. Aksi KIA ini dinilai tidak hanya mengancam kedaulatan laut Indonesia, tetapi juga merugikan nelayan lokal secara ekonomi.

Mustafa (40), Wakil Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Siantan Timur mengatakan, aktivitas KIA Vietnam tersebut kerap terlihat beroperasi di wilayah utara Anambas, tepatnya di sekitar lokasi pengeboran minyak Hang Tuah.

Dalam sebuah video berdurasi 22 detik yang diterima IDN Times, nelayan yang merekam aktivitas di perairan pesisir timur Kepulauan Anambas menyebutkan adanya keberadaan kapal patroli dan kapal perang Indonesia, serta KIA Vietnam. Video itu direkam pada 25 Maret 2025, sekitar satu minggu sebelum hari raya Idul Fitri 1446 H.

"Video itu saya dapat langsung dari nelayan-nelayan Anambas yang sedang melaut. Di sana terlihat jelas ada kapal perang dan kapal patroli Indonesia, tetapi kapal nelayan Vietnam yang berlokasi tidak jauh dari mereka tidak ditangkap," kata Mustafa, warga asli Anambas, saat dihubungi melalui sambungan selulernya, Kamis (3/4/2025).

1. Kerugian nelayan Anambas akibat KIA Vietnam

Salah satu KIA Vietnam yang diamankan PSDKP di Laut Natuna Utara (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Menurut Mustafa, kejadian seperti ini sudah berlangsung selama dua tahun terakhir. Bahkan, ia sendiri kerap menyaksikan kapal-kapal ikan asing tersebut dari jarak dekat.

Ia menegaskan, kapal-kapal itu merupakan milik nelayan Vietnam, bukan kapal cantrang dari wilayah Jawa yang biasanya beroperasi di perairan timur Anambas.

Menurutnya, aktivitas KIA Vietnam yang menggunakan alat tangkap pukat hela atau trawl telah menyebabkan kerugian besar bagi nelayan setempat. Jaring pukat trawl yang dibentangkan dalam skala besar disebut telah menyapu bersih alat tangkap milik nelayan lokal, seperti bubu yang dipasang di dasar laut.

"Saya sendiri sudah kehilangan 14 buah bubu. Modal untuk satu bubu itu Rp800 ribu. Artinya, kerugian saya sudah mencapai lebih dari Rp11 juta. Ada juga anggota saya yang bubunya hilang tersapu pukat trawl, totalnya ada 17 bubu," kata Mustafa.

Keluhan dan laporan terkait aktivitas kapal asing ini, menurut dia, sudah berulang kali disampaikan kepada aparat penegak hukum, termasuk Pangkalan TNI AL (Lanal) di Tarempa dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) di Anambas. Namun, hingga kini, belum ada tindak lanjut tegas dari otoritas terkait.

"Dulu, tahun 2016 kami sempat turun aksi demo menolak kapal-kapal asing. Sekarang, jumlah kapal Vietnam bisa mencapai puluhan. Kami geram karena pemerintah seperti tidak mampu menjaga wilayah kedaulatan. Kami berharap ada sikap tegas dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto," tegasnya.

Ia menilai, aktivitas kapal Vietnam yang menggunakan pukat trawl sangat merusak lingkungan laut dan merugikan nelayan. Lebar bentangan pukat trawl tersebut bisa mencapai satu mil laut.

"Itu membuat kerusakan ekosistem dan hilangnya sumber mata pencaharian nelayan lokal," tegasnya.

2. Temuan pemantauan IOJI di perairan Anambas dan Natuna

Tangkapan layar olah gerak KIA Vietnam di laut Anambas (Dok: IOJI)
Tangkapan layar olah gerak KIA Vietnam di laut Anambas (Dok: IOJI)

Sementara itu, Senior Analyst dari Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Imam Prakoso membenarkan adanya indikasi aktivitas kapal ikan asing asal Vietnam yang masuk ke wilayah perairan Indonesia di perairan Anambas dan laut Natuna Utara.

Berdasarkan pemantauan Automatic Identification System (AIS), sebuah kapal berbendera Vietnam dengan nomor MMSI 574700209 terdeteksi berada di sekitar perairan Anambas pada 26 Maret 2025. Temuan ini bersumber dari LLoyd's Intelligence Seasearcher.

"Kami tidak bisa memastikan jumlah pasti kapal asing yang masuk, dan diduga melakukan penangkapan ikan ilegal sepanjang 2025, tetapi tren ini selalu berulang sejak 2021. Biasanya, intensitas masuknya kapal asing menurun di awal tahun dan kembali meningkat mulai Maret," kata Imam melalui pesan singkatnya, Jumat (4/5/2025).

IOJI juga telah menyampaikan surat resmi kepada pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri pada 25 Maret 2025. Surat tersebut mendorong upaya diplomasi bilateral dengan Pemerintah Vietnam sesuai dengan hukum internasional, untuk mencegah kerusakan berulang pada ekosistem Laut di Kepulauan Anambas dan Natuna Utara akibat praktik penangkapan ikan ilegal.

"Mayoritas KIA yang terdeteksi melakukan illegal fishing di Laut Natuna dan Anambas berasal dari Vietnam," tutupnya.

Selain permasalahan KIA, pada akhir tahun 2024 lalu, IOJI turut memperingatkan kehadiran kapal China Coast Guard (CCG) yang terus berulang di perairan Laut Natuna Utara. Hal itu menjadi indikator bahwa wilayah ini tetap menjadi titik rawan konflik bagi Indonesia.

Menurut Imam, pemerintah perlu meningkatkan perhatian serta memperkuat keamanan di kawasan ini, terlebih di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

"IOJI mengapresiasi Bakamla RI dan TNI AL yang telah sigap merespons kehadiran kapal CCG di Natuna Utara. Kejadian ini menjadi pengingat bahwa wilayah ini perlu perhatian besar dari Pemerintah Indonesia," kata Imam, Selasa (5/11/2024).

Dalam beberapa bulan terakhir, kapal-kapal riset, milisi perikanan, hingga CCG dari China berulang kali memasuki wilayah Natuna Utara, memicu ketegangan di area tersebut.

Pada Oktober 2024, insiden kembali terjadi ketika kapal CCG mencoba mengganggu aktivitas eksplorasi migas Indonesia di zona timur Laut Natuna Utara yang tumpang tindih dengan klaim teritorial China. Indonesia pun merespons dengan mengirimkan armada Bakamla RI dan TNI AL untuk mengawal kegiatan eksplorasi migas di kawasan tersebut.

Imam menekankan, kehadiran CCG adalah ancaman yang tidak akan mudah hilang karena kapal-kapal tersebut kerap melakukan rotasi patroli secara intrusif.

"China Coast Guard akan terus hadir hingga survei di kawasan itu dihentikan atau berakhir," tambah Imam.

Imam mengingatkan, ketegangan di Laut Natuna Utara berpotensi menjadi bom waktu. Pembangunan pulau-pulau militer dan patroli rutin China Coast Guard di Laut China Selatan semakin meningkatkan kekhawatiran tersebut.

"Sebagai negara terbesar di ASEAN, sudah saatnya Indonesia mengambil langkah serius untuk menyiapkan strategi keamanan di Laut Natuna,” ujarnya.

Ia melanjutkan, Indonesia perlu meningkatkan kerja sama dengan negara-negara di ASEAN untuk menjaga stabilitas kawasan agar tidak hanya Natuna, tetapi juga wilayah-wilayah lain tetap aman dari potensi konflik.

Selain itu, penguatan keamanan di Laut Natuna juga tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Imam menekankan, pemerintah sebaiknya tidak hanya bersikap reaktif terhadap insiden yang terjadi

"Kita tidak boleh hanya seperti pemadam kebakaran. Penguatan keamanan laut Indonesia harus menyeluruh dan terintegrasi," pungkasnya mengakhiri.

3. Tuntutan kepada penegakan hukum

Ilustrasi anak buah kapal ikan Vietnam saat diamankan Ditjen PSDKP (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)
Ilustrasi anak buah kapal ikan Vietnam saat diamankan Ditjen PSDKP (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Mustafa dan para nelayan di Kabupaten Kepulauan Anambas berharap, pemerintah segera menindak tegas kapal-kapal asing yang melanggar batas wilayah dan aturan penangkapan ikan di Indonesia.

Ia menilai, jika tidak segera ada tindakan nyata, ketimpangan dan ketegangan di wilayah perbatasan akan terus meningkat, sekaligus mengancam ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat di pesisir Kepulauan Anambas.

"Kami ingin laut kami dijaga dan kami bisa melaut dengan aman. Kalau ini terus dibiarkan, nelayan kecil seperti kami yang punya kapal 3 sampai 10 GT akan semakin terpinggirkan," tutupnya.

Terpisah, upaya konfirmasi juga telah disampaikan kepada Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal), Laksamana Pertama I Made Wira Hady melalui pesan singkatnya pada, Jumat (4/5/2025).

Ia menegaskan, informasi keluhan nelayan Kabupaten Kepulauan Anambas tersebut telah disampaikan kepada Komandan Gugus Tempur Laut (Danguspurla) Komando Armada (Koarmada) I, dan Komandan Lantamal IV Batam untuk ditindaklanjuti.

"Saya sudah teruskan ke Danguspurla Koarmada 1 untuk bisa dilaksanakan pengecekan ke lapangan. Saya teruskan juga ke Komandan Lantamal IV Batam," pungkas Laksamana Pertama I Made Wira Hady.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Putra Gema Pamungkas
EditorPutra Gema Pamungkas
Follow Us