Merawat Gerakan Mahasiswa di Sumut, Sekadar Fomo atau Masih Garang?

Medan, IDN Times -Hari Sumpah Pemuda diperingati setiap 28 Oktober. Semangat pemuda untuk bertanah air, berbangsa dan berbahasa satu harus dirawat hingga kini.
Mahasiswa tak dipungkiri adalah representasi dari pemuda. Saat ini gerakan mahasiswa di Indonesia disorot. Apakah masih segarang dahulu? Atau melempem seiring kemajuan zaman.
Renaldo Diaz Simbolon sebagai founder Gerakan Untuk Rakyat (GUNTUR) menilai bahwa tren gerakan mahasiswa saat ini tampak cukup beragam. Pemanfaatan media sosial jadi pembeda dari zaman terdahulu.
"Ada yang tetap bergerak dengan unjuk rasa langsung, ada yang membangun kelompok diskusi, hingga pemanfaatan media sosial dan semacamnya," jelasnya kepada IDN Times, Rabu (23/10/2024).
Dia mengatakan bahwa, sebenarnya gerakan mahasiswa tidak terpecah. Namun, hanya saja dengan kemajuan teknologi dan perkembangan zaman muncul, ada banyak opsi bagi mahasiswa untuk bergerak.
"Jadi, tidak semua lagi serentak dengan unjuk rasa turun ke jalan, bagi saya itu tidaklah menjadi masalah asalkan mahasiswa tetap solid bergerak melalui beragam metode kreativitasnya mengawal dan mengkritisi pemerintahan sebagai agent of control," katanya.
Dalam beberapa kasus, dia menilai selalu ada upaya pecah belah pada gerakan mahasiswa.
Menurutnya, hal ini biasanya memang sengaja dibuat atau dikonsep oleh penguasa untuk membuat adanya benturan. Sehingga, tidak fokus dari gerakan dan menimbulkan konflik hingga menjadi tantangan bersama dalam bergerak.
1. Kehadiran Guntur guna membangun kesadaran masyarakat dan menggalang kekuatan rakyat melawan penguasa yang menindas

Renaldo menjelaskan demi menyelaraskan misi dari berbagai elemen organisasi, yang bertujuan satu suara saat menyampaikan aspirasi tentu saja perlu dilaksanakan yang namanya konsolidasi, maka dilakukan rembuk bersama untuk mengkaji dan menganalisa suatu permasalahan yang ada.
Kemudian, merumuskan langkah solutif dalam menyikapi persoalan tersebut, agar pada saat penyampaian aspirasi nantinya setiap elemen ini sudah sepaham dan selaras. Sehingga, tidak ada lagi kesalahpahaman atau yang lebih buruknya lagi konflik horizontal.
"GUNTUR adalah tempat bernaungnya mahasiswa, dan pemuda yang peduli dan peka terhadap persoalan-persoalan rakyat. Artinya, jelas orang-orang yang tergabung di Guntur adalah mereka yang siap sedia ambil peran untuk menyuarakan ketidakadilan, tapi memang Guntur memahami bahwa banyak diluar sana teman-teman yang belum mau ikut serta dalam perjuangan-perjuangan seperti ini," jelas Renaldo.
"Untuk itu, Guntur hadir menjamah setiap elemen untuk membangun kesadaran bersama, dan menggalang kekuatan rakyat agar nanti kita bisa bersuara bersama dengan lantang untuk mewujudkan kedaulatan Rakyat," tambahnya.
Dia menambahkan, GUNTUR berpihak kepada rakyat dengan memandang kemiskinan dan kebodohan struktural.
"Memang sengaja dirawat di negeri ini agar rakyat mudah di eksploitasi dan dipermainkan dalam agenda-agenda politik elit," tuturnya.
Dengan begitu, baginya Guntur hadir untuk membangun kesadaran masyarakat dan menggalang kekuatan rakyat agar rakyat berani melawan penguasa yang menindas, guna rakyat kembali merebut kedaulatannya sebagai warga negara yang harus di urus dan diperhatikan oleh negara. Pejabat dan pemerintah adalah pelayan yang harus menjalankan konstitusi demi kepentingan rakyat.
Baginya, benar memang dalam tren pergerakan mahasiswa pasti berubah seiring perkembangan jaman sebagai mahasiswa dan pemuda. Maka, harus mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi.
"Bagi saya metode bukanlah persoalan, namun hal yang paling penting adalah bagaimana kemajuan teknologi ini dapat kita manfaatkan dengan baik, bukan justru melemahkan gerakan mahasiswa. Jadi, tidak ada masalah jika mahasiswa tetap unjuk rasa turun kejalan ataupun melakukan kampanye sosial media. Selagi mahasiswa masih mau bergerak, apapun metodenya itu tetaplah hal yang baik," ucap Renaldo.
2. Lewat momentum hari sumpah pemuda tahun ini harus dijadikan sebagai momentum refleksi sebagai pemuda dan pemudi Indonesia

Dia berharap, lewat momentum hari sumpah pemuda khususnya untuk tahun ini harus dijadikan sebagai momentum refleksi sebagai pemuda dan pemudi Indonesia.
"Untuk rekan-rekan pemuda dan pemudi setanah air, saya mau sampaikan bahwa tantangan kita adalah upaya pecah belah. Negeri ini milik kita bersama, jadi harus kita rawat dan perjuangkan bersama untuk kepentingan bersama. Rekan-rekan boleh memilih metode perjuangannya masing-masing asalkan kita tidak memilih apatis atau bahkan berbenturan satu dengan yang lainnya," ungkapnya.
Dia menambahkan dalam menyuarakan ketidakadilan dengan turun kejalan adalah salah satu opsi yang masih sangat relevan untuk dilakukan.
"Kalaupun perkembangan jaman memberikan tawaran metode pergerakan yang lain, bukan berarti metode turun kejalan ditinggalkan. Karena unjuk rasa turun kejalan masih menjadi salah satu metode yang masif dan efisien, untuk melawan penguasa yang masih cenderung tutup mata dan tutup telinga dengan persoalan di Negeri ini. Metode lain seperti diskusi dan nobar serta panggung rakyat juga dapat mendukung terciptanya kesadaran bersama dan sikap kritis pada masyarakat yang juga turut berperan menggalang kekuatan rakyat melawat penindasan," ujarnya mengakhiri.
3. Gerakan mahasiswa saat ini dinilai fomo

Hal yang sama juga dikatakan Rimba Zait Shalsyabill Nasution sebagai Staff Analisis Data dan Kampanye di Yayasan Srikandi Lestari. Dia menjelaskan bahwa tren gerakan mahasiswa gen Z saat ini hanya mengikuti isu yang berkembang atau fomo jadi terkesan stagnan. Sehingga, sulit untuk bisa menggebrak atau mendobrak satu kebijakan yang sewenang-wenang tersebut.
Meskipun dirinya juga termasuk dalam gen Z, dan mengikuti tren gerakan ini dimulai sejak tahun 2019. Dia menilai tren gerakan mahasiswa kini juga berdampak pada jaman sekarang yang semakin canggih dan berkembang pesat dalam pemanfaatan teknologi.
Disatu sisi dia juga sempat terpikir untuk dapat menyatukan ataupun menyelaraskan gerakan dari berbagai macam organisasi atau berbagai macam elemen masyarakat, berdasarkan misi dan visi yang sesuai dengan isu sehingga tidak ada kesalahpahaman.
Terkait muda mudi yang tampak cuek dalam dunia politik, dia menilai bahwa sebagain mahasiswa memahami dan sebagian tidak memahami politik. Namun, yang memahami politik ada rasa kecewa karena ketidakadilan.
Sedangkan untuk gaya idealisme yang biasa digaungkan oleh Rimba dalam pergerakannya untuk menyuarakan ketidakadilan merujuk berbagai isu nasional adalah kesetaraan.
"Kita setara sebagai manusia, kita setara kita punya hak yang sama, kita berhak untuk suara, kita bebas untuk berekspresi, kita setara. Itu yang kerap aku gaungkan gerakan itu jadi gak ada yang tinggi atau rendah, anak baru atau anak lama gitu gak ada, itu lah kesetaraan. Mau dia bergabung, atau gagasan kita bakal terima nantinya," katanya.
Dia menilai bahwa tren pergerakan mahasiswa mulai berubah dengan memanfaatkan media sosial digital.
“Aku kerap kali memang melihat digital itu sangat digemari dan disenangi oleh kaum muda saat ini, khususnya gen Z karena didalam media sosial itu bisa lebih berekspresi, lebih banyak fitur dan desain gambar perlawanan. Namun, lagi-lagi aku menganggap itu kurang untuk kita menggebrak apalagi membuat satu perubahan di media sosial. Bisa, ya bisa seperti membuat petisi. Tapi kalau itu pun sudah jutaan orang tandatangani petisi itu sehingga bisa mempengaruhi kebijakan itu bisa. Tapi kecil kemungkinan rasio perubahan," jelasnya.
Menurutnya, pergerakan gen Z saat ini agak berubah dan agak takut untuk turun ke jalan.
"Karena lagi-lagi kalau kita turun ke jalan sering kali dihadapkan sama aparat, nanti aparat itu represif duluan kita udah damai-damai ternyata dia duluan yang represif. Itu sering terjadi sebetulnya dan ini yang membuat media sosial menjadi alternatifnya untuk mencurahkan emosionalnya terkait kondisi dan situasi. Itu yang membuat tren baru dikalangan gen Z dalam gerakan di media sosial ketika dijalanan sudah tidak lagi mendapatkan rasa Aman akhirnya gen Z lari ke media sosial yang menurutnya ada rasa Aman walaupun gak Aman karena ada undang-undang ITE juga," tambah Rimba.
Merujuk pada peringatan Hari Sumpah Pemuda, Rimba berharap gen Z bisa lebih mendalami maknanya.
Sementara itu, terkait relevansi menyuarakan ketidakadilan melalui turun ke jalan, Rimba mengatakan sangat perlu dan sangat penting. Sebab, baginya, jalanan itu adalah perjuangan yang sesungguhnya.
"Jalur perjuangan sesungguhnya adalah jalanan. Aku menganggapnya seperti itu, karena dijalanan itu adalah panggung terbesar untuk bisa berekspresi, panggung terbesar untuk bisa menyuarakan keresahan-keresahan yang terjadi. Benar-benar dimuka umum," katanya meskipun berbeda hal dengan menyuarakan ketidakadilan melalui media sosial ke publik.
"Di media sosial kita bicara ke publik yang kurang nyata, tapi kalau di jalanan kita bicara dimuka umum dengan memandang orang-orang yang nyata. Itu sangat penting menurutku turun ke jalan untuk aksi, itu sangat penting sekali turun ke jalan karena perubahan itu bisa terjadi di jalanan. Aku masih meyakini hal itu untuk terus bisa bersuara," ungkapnya.
Dari hal tersebut, Rimba bersama timnya selalu menyempatkan diri untuk melakukan aksi setiap hari Kamis berlokasi di titik nol Kota Medan. Hal ini guna menyuarakan terkait Hak Asasi Manusia yang sampai hari ini dihiraukan pemerintah.
Gerakan ataupun aksi kamisan ini juga merupakan wadah untuk gen Z agar bisa belajar dalam pergerakan. Sehingga, aksi kamisan ini juga menunjukkan bahwa dijalanan adalah perjuangan sesungguhnya.
"Perjuangan sesungguhnya itu dijalanan menyuarakan kepada banyak orang," pungkas Rimba.