Melihat Pesantren Darul Mukhlisin, Jadi Kolam Kayu Saat Banjir Tamiang

- Lumpur merendam hingga lantai dua di pesantren
- Kayu membanjiri masjid dan asrama pesantren
- Tamiang disebut yang terparah, distribusi bantuan belum merata ke daerah terisolir
Masjid itu tetap tegak, seolah menantang arus, meski dikepung gelondongan kayu yang mengambang seperti kolam raksasa dari udara. Begitulah pemandangan memilukan di Pesantren Darul Mukhlisin, Desa Tanjung Karang, Kecamatan Karang Baru, Aceh Tamiang, pada 6 Desember 2025.
Banjir menerjang Kabupaten Aceh Tamiang, Rabu (25/11/2025). Air merendam sejumlah kecamatan termasuk Kecamatan Karang Baru. Lokasi kecamatan ini tidak jauh dari perkotaan. Menjadi salah satu kawasan terparah yang terdampak.
Pesantren Darul Mukhlisin yang berada di desa tersebut turut parah terdampak. Saat banjir, pesantren ini terendam hingga lantai dua. Boneka, pakaian, trofi hingga Al Quran menjadi saksi bisu keganasan banjir hari itu.
1. Lumpur merendam hingga lantai dua di pesantren

Saat IDN Times berkunjung ke sana, lumpur merendam lantai dua hampir selutut. Ruang - ruang kelas sudah dalam keadaan kosong. Menyisakan barang-barang para santri yang sudah dievakuasi.
Baju, buku hingga Alquran, menumpuk di satu titik. Menggambarkan bagaimana para santri masih sempat menyelamatkan barang-barang mereka, sebelum pergi dari pesantren.
2. Kayu membanjiri masjid dan asrama pesantren

Di areal asrama putra, keganasan bencana terlihat jelas. Lumpur masih merendam hingga sebetis orang dewasa. Di dalam areal asrama berdiri satu masjid. Bangunannya begitu khas dengan masjid-masjid di aceh. Memiliki banyak tugu dan tanpa dinding.
Di dalam masjid, lumpur merendam hingga satu meter. Padahal kondisi masjid cukup tinggi. Karena ada beberapa anak tangga jika harus masuk ke dalamnya.
Di sisi luar, kayu mengepung masjid dan asrama santri. Jika dilihat dari potret udara, kayu mengelilingi areal masjid. Menurut penuturan warga sekitar, perkampungan di sana dihantam banjir pada Rabu. Puncaknya pada Rabu malam. Saat itu warga yang ada di sekitar pesantren langsung menyelamatkan diri. Mencari lokasi yang lebih tinggi. Banyak warga bertahan di atas atap rumah.
"Bukan panik lagi, udah entah macam mana kami malam itu, warga naik ke atas seng (atap). Lihat aja itu airnya. Garis air sudah hampir menyentuh rabung," kata Dahnial, seorang penyintas dari Karang Baru.
Malam itu Dahnial belum mengetahui air ternyata membawa gelondongan kayu. Lantaran saat air menerjang, listrik sudah padam.
3. Kayu turun dari arah bukit

Menjelang tengah malam, Dahnial dievakuasi menggunakan perahu yang diambil anaknya. Beruntung, keluarganya sudah lebih dulu dievakuasi.
Dahnial juga menyaksikan, bagaimana satu per satu rumah di sekitar pesantren tresapu banjir. Meski beberapa masih berdiri sampai sekarang.
Garis bekas air menunjukkan bagaimana banjir naik secara bertahap. Dari garis air itu terlihat kecepatan banjir merendam hingga atap rumah.
Kayu - kayu yang menghantam pesantren dan pemukiman di sekitarnya diduga warga berasal dari hulu. Di sana ada bukit yang terhubung dengan kawasan hutan lindung. Pantauan IDN Times, ukuran kayu begitu besar. Ada yang seukuran tiga lingkaran tangan orang dewasa. Dari beberapa kayu ada yang terlihat seperti bekas potongan. Ada juga yang sudah berbentuk papan.
4. Rumah banyak yang roboh dihantam kayu

Selain pesantren, kayu yang datang bersama air juga menghantam pemukiman. Pada saat puncak, jamak rumah warga tersapu oleh kayu. Rumah - rumah terbawa arus. Menyisakan pondasi sebagai jejaknya.
Kata Dahnial, ini banjir terparah selama dia hidup di Aceh Tamiang. Dia mengakui, pernah mengalami banjir besar pada 1996 dan 2006 lalu. Namun kali ini dianggapnya sebagai yang terdahsyat.
"Kalau dulu itu memang parah, tapi sekarang mengerikan," imbuhnya.
5. Tamiang disebut yang terparah, distribusi bantuan belum merata ke daerah terisolir

Tamiang menjadi salah satu kabupaten di Aceh yang terdampak banjir paling parah. Warga kehilangan tempat tinggal, fasilitas layanan publik juga tidak lolos dari terjangan air. Kantor polisi, Kejaksaan, pengadilan, Lapas dan lainnya belum pulih hingga saat ini.
Dari data teranyar, Sabtu (6/12/2025) pukul 17.00 WIB, total 353 orang yang meninggal dunia karena banjir di Aceh. Ribuan orang menjadi pengungsi. Warga yang mengungsi pun kini terancam kelaparan. Lantaran distribusi logistik belum merata.
Gubernur Aceh Muzakir Manaf juga mengakuinya. Dia meminta agar bantuan logistik untuk mereka cepat tersalurkan. Dia tidak ingin warganya justru harus kehilangan nyawa karena kelaparan


















