LBH Medan: ASN yang Terlibat Kasus Korupsi PPPK Langkat Harus Dipecat

Medan, IDN Times – Kasus dugaan korupsi dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) formasi guru Kabupaten Langkat tahun 2023 mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Medan.
Lima terdakwa diadili dalam kasus itu. Mereka yakni Kepala SDN 055975 Pancur Ido Awaluddin, Kepala SD 056017 Tebing Tanjung Selamat Rahayu Ningsih, Kepala Dinas Pendidikan Langkat Saiful Abdi, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Langkat Eka Syaputra Depari, serta Kepala Seksi Kesiswaan Bidang SD Dinas Pendidikan Langkat Alek Sander.
1. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan meminta para ASN dipecat

Menyikapi kasus ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan yang mewakili para korban menilai bahwa hukuman pidana saja tidak cukup. Mereka menuntut agar kelima terdakwa juga dipecat atau diberhentikan dengan tidak hormat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), sebagaimana diatur dalam undang-undang ASN.
LBH Medan menegaskan bahwa tindakan para terdakwa bersifat sistematis, terencana, dan masif, serta telah mencoreng dunia pendidikan dengan memperkaya diri sendiri atau kelompok tertentu. Bahkan, dugaan nilai korupsi dalam kasus ini mencapai puluhan miliar rupiah.
"Dugaan tindak pidana korupsi PPPK Langkat sesungguhnya telah melanggar Pasal 28 UUD 1945, UU HAM, DUHAM, ICCPR, serta Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik," tegas LBH Medan.
2. Ada dugaan permintaan uang hingga Rp50 juta

Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, kelima terdakwa didakwa melanggar Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya berkisar antara 4 hingga 20 tahun penjara dengan denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
JPU mengungkapkan bahwa dalam kasus ini, para terdakwa berperan dalam pengumpulan uang dari para peserta seleksi PPPK yang ingin lolos dengan cara membayar. Biaya yang diminta berkisar antara Rp40 juta hingga Rp50 juta per orang. Nama-nama peserta yang membayar kemudian diberikan ke BKD untuk mendapat nilai tinggi dalam ujian Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT).
"Ada pertemuan Saiful Abdi dengan Alek Sander yang membicarakan soal perekrutan PPPK dan siapa yang ingin membayar untuk lolos ujian. Berapa biaya? Rp40 juta," ujar jaksa dalam sidang.
3. Dugaan manipulasi hasil yang merugikan para korban

Dalam dakwaan terungkap bahwa Kepala Dinas Pendidikan Langkat Saiful Abdi menyusun daftar peserta yang telah membayar suap untuk diberikan nilai tinggi dalam ujian SKTT. Nama-nama tersebut kemudian diserahkan kepada Kepala BKD Eka Syaputra Depari untuk dimanipulasi.
JPU menyebut bahwa nilai tertinggi, yakni 90, diberikan kepada peserta yang telah membayar uang pelicin. Namun, meski telah dibantu dengan nilai tinggi, tidak semua peserta yang menyuap berhasil lolos karena nilai ujian berbasis komputer (CAT) yang rendah. Akibatnya, beberapa guru honorer yang seharusnya lulus malah gagal karena nilai mereka dikurangi untuk mengakomodasi peserta yang membayar.
Dugaan manipulasi ini menimbulkan kerugian besar bagi para guru honorer yang telah berjuang secara jujur dalam seleksi PPPK.
Sidang kasus ini akan berlanjut pada 12 Maret 2025 dengan agenda pembacaan eksepsi dari dua terdakwa, yaitu Kepala Dinas Pendidikan Langkat Saiful Abdi dan Kepala BKD Langkat Eka Syaputra Depari.