Kamisan Medan Pada HUT TNI: Kembali ke Barak, Jangan Urus Ranah Sipil

- Tugas TNI adalah operasi perang, bukan mengurusi ranah sipil
- Keterlibatan TNI dalam ruang sipil melemahkan supremasi hukum
- Angka kasus kekerasan TNI masih tinggi di Sumut
Medan, IDN Times – Rangkaian persiapan gelaran Hari Ulang Tahun Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke-80 di Kota Medan diwarnai unjuk rasa, Kamis (2/10/2025). Massa dari Aksi Kamisan Medan menggelar unjuk rasa di sekitar area perayaan HUT TNI di Titik Nol Kota Medan.
Menjelang petang, massa berkumpul. Mereka dengan lantang berorasi di depan barisan kendaraan tempur yang tengah dipamerkan di Jalan Balai Kota.
Pada Aksi Kamisan kali ini, massa yang terdiri dari berbagai komunitas dan lembaga ini menyoroti soal keterlibatan TNI dalam ruang-ruang sipil. Mereka mendesak DPR dan pemerintah mencabut Undang-undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI.
“TNI kembali ke barak, jangan urus ranah sipil,” ujar Staf Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara disela aksi tersebut.
1. Tugas TNI adalah operasi perang, bukan mengurusi ranah sipil

Kata Ady, melalui aksi ini, mereka ingin mengingatkan akan potensi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) jika TNI terus terlibat dalam ruang-ruang sipil. Kepemimpinan Prabowo sebagai presiden saat ini, justru melanggengkan praktik seperti itu. Tidak sedikit perwira-perwira TNI terlibat dalam jabatan-jabatan yang harusnya diisi oleh masyarakat sipil.
Belum lagi, lanjut Ady, pelanggaran HAM masa lalu yang masih membekas sampai saat ini. Sebut saja peristiwa 1965 yang memakan cukup banyak korban. Para pelakunya yang diduga dari kalangan militer belum diadili sampai saat ini.
Keterlibatan TNI dalam ruang sipil, lanjut Ady, adalah bentuk pengangkangan tugas pokok prajurit itu sendiri. Dalam amanatnya, TNI memliki tugas dalam operasi perang dan non perang. Bertolak belakang dengan kondisi saat ini, di mana TNI masuk ke dalam jabatan-jabatan sipil.
“Isu yang kita bawakan hari ini sebagai penanda, bahwa pemerintah bersama legislatif, eksekutif, untuk segera membahas bahwa Undang-Undang TNI ini perlu dicabut,” katanya.
2. Keterlibatan TNI dalam ruang sipil melemahkan supremasi hukum

Lebih jauh lagi Ady menyoroti, keterlibatan TNI dalam ruang sipil justru melemahkan supremasi hukum. Dalam jamak kasus penyiksaan dan kekerasan misalnya, TNI yang menjadi pelaku hanya mendapatkan hukuman ringan. Padahal, sebagai seorang prajurit yang melanggar hukum mestinya mendapatkan hukuman lebih berat dari pada pelaku sipil. Karena mereka merupakan abdi negara yang harusnya menjadi contoh.
“Dalam banyak kasus kami menilai TNI seolah kebal hukum. Ini sama saja melemahkan supremasi hukum di negara kita,” katanya.
3. Angka kasus kekerasan TNI masih tinggi di Sumut

Desakan untuk mengembalikan TNI ke barak bukan tanpa alasan. Aksi Kamisan Medan menilai, TNI masih menjadi aktor penyiksaan dan kekerasan yang masif di Sumatera Utara.
Catatan KontraS Sumut menunjukkan, sepanjang periode Juni 2024 – Juni 2025 KontraS Sumut mencatat setidaknya terdapat 6 peristiwa kekerasan di ranah sipil yang dilakukan oleh prajurit TNI di Sumut. Korbannya mulai luka-luka hingga kehilangaan nyawa.
“Kalau kita bicara dalam proses hukum, misalnya di peradilan militer, banyak TNI-TNI yang tetap aktif, tidak dipecat, bahkan hukumannya sangat ringan,” pungkasnya.