Cerita Lansia Korban Banjir: Tanpa Sampan Butut Warga, Kami Semua Mati

- Banjir setinggi 2 meter, lansia selamatkan diri pakai sampan butut
- Salamah: tak ada bantuan dari pemerintah, kalau tak ada sampan butut warga kami semua mati
- Kepling: ada 2 warga lingkungan 9 Terjun yang meninggal dunia saat banjir
Medan, IDN Times - Batin Mei Salamah (65 tahun) masih berkecamuk mengingat musibah banjir yang baru saja dialaminya. Di Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, ketinggian banjir kala itu mencapai lebih dari 2 meter.
Rumah Salamah tepat berada di samping Sungai Bederak yang meluap. Masih segar di ingatannya kala benteng sungai jebol dan menerjang rumahnya dengan arus yang sangat deras.
1. Banjir setinggi 2 meter lebih, lansia selamatkan diri pakai sampan butut

Saat ditemui IDN Times di kediamannya, Salamah tampak baru saja menjemur pakaiannya. Ia berkali-kali meloloskan kalimat syukur sebab bisa selamat dari banjir setinggi 2 meter.
Tak pernah ada di pikiran Salamah sebelumnya, bahwa sampan butut di dekat rumahnya menjadi penyelamat warga sekampung. Sampan itu sangat kecil, bahkan tak dilengkapi mesin.
"Iya ini sampan punya masyarakat. Sampan inilah yang digunakan untuk mengangkut kami," kata Salamah, Senin (1/12/2025).
Pantauan IDN Times, sampan tersebut bertengger di depan rumah Salamah. Di sisinya terdapat banyak kantung plastik yang menyumpal sela-sela.
"Bahkan sampan yang menyelamatkan kami ini pun bocor. Pelan dan berganti-gantian mengangkat masyarakat kemarin. Ada anak muda mendorong dari belakang, di depan juga ada yang narik pakai tali. Itu pun posisi mereka yang mendorong kakinya sudah tak memijak tanah, berenang sangking dalamnya air," lanjutnya.
2. Salamah: tak ada bantuan dari pemerintah, kalau tak ada sampan butut warga kami semua mati

Kini di rumah Salamah sudah tak ada lagi genangan air. Hanya terdapat banyak lumpur dan barang-barang yang rusak saja.
"Kalau gak ada sampan ini, mungkin kami semua mati. Jam 10 malam lah saya bisa sampai ke pengungsian," beber Salamah.
Dari Kamis (27/11/2025) sore pukul 16.00 WIB sampai Jumat dini hari, sampan butut itu yang bolak-balik menyelamatkan warga. Salamah tak urung menyampaikan kekecewaannya kepada pemerintah. Bahkan setelah kembali ke rumahnya pasca banjir, mereka sama sekali tak dibantu.
"Tak ada satu pun pemerintah yang bantu. Tim SAR, Basarnas, gak ada. Pasokan makanan pun gak ada. Dari semalam kami gak makan dan gak minum air bersih. Padahal di pengungsian kami kemarin ada ibu-ibu hamil, bahkan anak-anak yang sakit," pungkasnya.
3. Kepling: ada 2 warga lingkungan 9 Terjun yang meninggal dunia saat banjir

IDN Times juga berkesempatan menjumpai Samsul Bahri selaku Kepala Lingkungan 9 Kelurahan Terjun. Sama seperti warga yang lain, pria berusia 40 tahun itu juga tampak sibuk membersihkan rumahnya dari lumpur.
"Kondisi saat ini sudah surut banjir, tapi masih banyak lumpur di rumah. Belum sempat dibersihkan. Barang-barang juga sudah habis lah ini gak sempat diselamatkan. Warga di sini sekarang kesibukannya jemur pakaian dan beres-beres rumah. Karena air sudah mulai surut semalam sore," kata Samsul.
Di lingkungannya, hampir 95 persen warga yang terdampak. Jika ditotal sebanyak 700 keluarga yang kebanjiran. Samsul tak urung menceritakan betapa mencekamnya peristiwa banjir kala itu.
"Kita mengungsi di beberapa titik salah satunya rumah warga yang punya dua tingkat, atau area yang tinggi, dan masjid di depan. Warga kita ada 2 yang meninggal. Salah satunya kemarin waktu lagi di musala," jelas Samsul.
Ia mengatakan bahwa warganya meninggal diduga karena kedinginan. Sewaktu mengungsi di musala bahkan saat banjir sedang deras-derasnya, Samsul dibantu warga mengevakuasi korban yang meninggal.
"Warga kita meninggal waktu air sedang tinggi-tingginya itu. Kita evakuasi jenazahnya pakai rakitan debok pisang. Dia meninggal tidak terseret arus, istilahnya karena kedinginan mungkin," pungkasnya.















