Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Alasan Kenapa Kamu Mudah Marah Tanpa Sebab, Harus Gimana?

ilustrasi emosi (unsplash.com/Usman Yousaf)
ilustrasi emosi (unsplash.com/Usman Yousaf)

Pernah gak sih kamu merasa tiba-tiba kesal banget cuma gara-gara hal sepele, kayak orang lupa matiin lampu atau suara notifikasi smartphone yang terus bunyi? Rasanya nyebelin, dan setelah itu kamu malah jadi bingung sendiri, kenapa sih bisa semarah itu?

Artikel ini akan bantu kamu memahami 5 alasan utama kenapa rasa marah bisa muncul tiba-tiba tanpa alasan yang kelihatan jelas. Ternyata, ada kaitannya dengan kondisi kesehatan mental, pengalaman masa lalu, sampai gaya hubungan yang kamu pelajari sejak kecil. Dengan tahu penyebabnya, kamu bisa lebih bijak mengatur emosimu dan membangun hubungan yang lebih sehat dengan orang-orang di sekitarmu. Yuk simak!

1. Masalah kesehatan mental yang sering tersembunyi

ilustrasi depresi (pexels.com/Nathan Cowley)
ilustrasi depresi (pexels.com/Nathan Cowley)

Marah tanpa sebab yang jelas bisa jadi tanda kalau kamu lagi ngalamin tekanan psikologis tertentu. Sering kali, kemarahan muncul sebagai 'tameng' dari emosi yang lebih dalam seperti sedih, cemas, atau stres yang numpuk. Misalnya, orang dengan depresi bisa kelihatan lebih gampang marah karena otaknya terus berada dalam mode siaga. Satu hal kecil aja bisa meledakkan emosi yang sebenarnya udah mendidih dari dalam. Hal ini juga berlaku untuk orang yang punya gangguan kecemasan, rasa takut atau gelisah yang gak kelihatan bisa bikin kamu jadi cepat tersinggung.

Ada juga kondisi medis yang disebut intermittent explosive disorder (IED), di mana seseorang bisa tiba-tiba marah dengan sangat intens padahal pemicunya kecil banget. Kondisi ini bukan cuma soal emosi yang gak terkendali, tapi juga gangguan neurologis yang membuat otak kesulitan memproses stres atau tekanan sosial. Kalau kamu sering banget merasa meledak-ledak tanpa tahu kenapa, bisa jadi ini saatnya kamu cari bantuan profesional. Dengan terapi atau konseling, kamu bisa lebih memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam dirimu dan mulai menemukan jalan untuk menenangkan ledakan itu dari akarnya.

2. Luka lama dari masa lalu

ilustrasi trauma (pexels.com/RDNE Stock Project)
ilustrasi trauma (pexels.com/RDNE Stock Project)

Marah juga bisa jadi cara tubuh dan pikiran kamu buat melindungi diri dari rasa sakit lama yang belum selesai. Banyak orang yang mengalami trauma, seperti pengabaian atau kekerasan emosional saat kecil, cenderung memiliki sistem saraf yang terus-menerus waspada. Artinya, kamu mungkin gampang salah tangkap situasi sebagai ancaman, meskipun sebenarnya aman-aman aja. Ketika sistem tubuhmu merasa dalam bahaya, reaksi otomatisnya adalah menyerang atau marah. Ini semua terjadi tanpa kamu sadari.

Penelitian menunjukkan bahwa orang dengan riwayat trauma atau PTSD lebih rentan mengalami ledakan marah yang tampaknya datang tiba-tiba. Otaknya terlalu cepat mendeteksi ancaman, walaupun itu cuma suara yang terlalu keras atau tatapan yang dianggap mengintimidasi. Jadi, marahnya kamu bukan cuma soal hal yang terjadi saat itu, tapi juga luka lama yang belum sembuh. Menghadapi trauma memang gak mudah, tapi kabar baiknya, terapi berbasis trauma bisa bantu kamu membongkar reaksi-reaksi otomatis ini. Saat kamu merasa lebih aman secara emosional, ledakan-ledakan itu pun mulai berkurang.

3. Attachment style yang kamu pelajari sejak kecil

ilustrasi sedih (unsplash.com/Julia Taubitz)
ilustrasi sedih (unsplash.com/Julia Taubitz)

Cara kamu menjalin hubungan dengan orang lain banyak dipengaruhi sama gaya keterikatan atau attachment style kamu. Nah, gaya ini biasanya terbentuk sejak masa kecil, tergantung dari bagaimana kamu diperlakukan oleh orang tua atau pengasuh. Misalnya, orang dengan avoidant attachment cenderung menyembunyikan emosinya. Mereka gak terbiasa mengekspresikan kemarahan, jadi ketika emosi itu numpuk dan gak keluar, suatu saat bisa meledak tiba-tiba.

Di sisi lain, orang dengan anxious attachment cenderung merasa gak aman dalam hubungan. Mereka bisa merasa diabaikan atau gak dihargai, bahkan dalam hal-hal kecil, dan itu bisa memicu kemarahan yang keliatannya gak rasional. Hubunganmu dengan pasangan, teman, atau keluarga bisa jadi sumber besar dari emosi ini, apalagi kalau kamu belum sepenuhnya menyadari pola yang terbentuk sejak dulu. Dengan memahami gaya keterikatanmu, kamu bisa mulai memperbaiki caramu menanggapi konflik dan mengelola kemarahan dalam hubungan tanpa harus meluapkannya secara meledak-ledak.

4. Kebiasaan buruk dalam mengatur emosi

ilustrasi overthinking (unsplash.com/Tim Gouw)
ilustrasi overthinking (unsplash.com/Tim Gouw)

Banyak orang tumbuh tanpa belajar cara mengatur emosi dengan sehat. Kalau kamu terbiasa menekan perasaan atau malah terlalu sering merenungkan hal-hal negatif, kamu bisa lebih mudah tersulut marah. Strategi regulasi emosi yang buruk, seperti memendam atau overthinking, berkontribusi besar terhadap kemarahan yang gak terkendali. Otakmu seperti disuruh menyimpan bom waktu, dan pada akhirnya, bom itu meledak juga.

Sebaliknya, orang yang menggunakan cara sehat seperti acceptance (menerima emosi apa adanya) atau cognitive reappraisal (mengubah cara melihat situasi) cenderung lebih tenang dan stabil. Jadi, bukannya menahan marah atau terus memikirkannya, mereka belajar menyikapi dengan cara yang lebih rasional. Ini gak langsung instan, tapi bisa dilatih dari hari ke hari. Mulai dari hal kecil seperti meluangkan waktu untuk menyendiri saat emosi naik, sampai belajar berpikir 2 kali sebelum bereaksi, semua bisa bantu kamu punya kendali lebih besar atas amarahmu.

5. Kondisi fisik dan gaya hidup yang kurang seimbang

ilustrasi begadang (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi begadang (pexels.com/cottonbro studio)

Percaya atau tidak, tubuhmu punya peran besar dalam menentukan kestabilan emosimu. Kurang tidur, pola makan yang buruk, terlalu banyak konsumsi kafein, atau bahkan dehidrasi bisa membuat kamu jauh lebih mudah tersulut emosi. Ketika tubuhmu lelah, otak juga bekerja kurang optimal, dan itu bikin kamu lebih gampang salah paham atau kehilangan kesabaran.

Teknik relaksasi seperti pernapasan dalam, meditasi ringan, atau olahraga santai bisa sangat efektif untuk menurunkan tingkat stres dan kemarahan. Tapi kalau kamu terus abaikan sinyal dari tubuhmu, maka emosi negatif akan makin sering muncul dan jadi sulit dikendalikan. Jadi, penting banget untuk mulai memperhatikan gaya hidupmu, mulai dari tidur cukup, makan teratur, sampai beristirahat dari layar smartphone. Dengan merawat tubuh, kamu juga sedang merawat jiwamu.\

Marah tanpa sebab bukan berarti kamu lemah atau 'terlalu sensitif'. Justru, itu tanda ada sesuatu yang butuh kamu pahami lebih dalam. Dengan mengenali penyebabnya, kamu bisa mulai membangun cara baru untuk menenangkan diri dan memperbaiki hubungan dengan orang-orang di sekitarmu. Mulailah dengan langkah kecil, berani menghadapi perasaanmu, dan jangan ragu cari bantuan profesional kalau kamu merasa kewalahan. Kamu berhak punya hidup yang lebih tenang dan emosi yang lebih terkendali, dan semua itu bisa dimulai hari ini juga.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us