TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

UMP Sumut Ditolak, Buruh: Naik 15 Persen Kami Akan Sujud Syukur

Tuntutan serikat buruh tidak diakomodir Disnaker Sumut

Buruh di Sumut menolak kenaikan UMP sebesar 8,51 persen (IDN Times/Prayugo Utomo)

Medan, IDN Times - Seratusan buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia menggeruduk Kantor Gubernur Sumatera Utara, Rabu (6/11). Mereka menolak keputusan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumut yang hanya naik 8,51 persen menjadi Rp2,4 juta.

Penolakan keputusan itu lantaran kenaikan dianggap tidak pantas. Massa FSPMI yang kompak berseragam hitam merah, terus melontarkan orasi.

Mereka mengecam kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada kesejahteraan buruh. Polemik buruh juga bertambah dengan naiknya iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Baca Juga: Buruh Tolak Upah Naik 8,51 Persen, Disnaker: Dikasih Berapa pun Kurang

1. Buruh : Jika UMP Naik 15 persen saja kami akan sujud syukur

Buruh di Sumut menolak kenaikan UMP sebesar 8,51 persen (IDN Times/Prayugo Utomo)

Orasi terus digulir massa. Mereka juga menyanyikan yel-yel untuk terus membakar semangat di bawah teriknya matahari siang ini.

Bagi buruh, harusnya kenaikan UMP memikirkan nasib buruh yang kian sengsara. Mereka berharap pemerintah bisa merevisi keputusan kenaikan UMP menjadi 15-20 persen. Karena upah buruh di Sumut harusnya diatas Rp3 juta.

“Jika naik 15 persen saja, kami akan sujud syukur,” kata Willy Agus Utomo, Ketua FSPMI Sumut.

2. Buruh bandingkan UMP Sumut dengan DKI Jakarta

Buruh di Sumut menolak kenaikan UMP sebesar 8,51 persen (IDN Times/Prayugo Utomo)

Perjuangan soal UMP ini sudah lama digaungkan buruh. Menyusul Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 yang juga ditolak.

Kata Willy, penolakan ini juga merupakan implikasi dari pemberlakuan PP Nomor 78 itu. Karena penetapan UMP berdasarkan PP Nomor 78 dianggap keliru.

PP Nomor 78 disebut sebagai akal-akalan mafia upah murah sebagai jalan menindas buruh.

Jika naik 8,51 persen UMP DKI Jakarta berubah menjadi Rp4,267 juta dari sebelumnya Rp3,940 juta. Selisihnya dengan Sumut cukup jauh. Itu yang paling disoal oleh buruh.

“UMP Sumut termasuk upah termurah. Padahal kita adalah ketiga yang terbesar daerahnya. Ketiga juga sebagai daerah industri,” kata Willy.

Buruh beranggapan, jika UMP murah maka tidak menutup kemungkinan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) juga tidak jauh berbeda.

3. Iuran BPJS naik 100 persen, buruh semakin tercekik

Buruh di Sumut menolak kenaikan UMP sebesar 8,51 persen (IDN Times/Prayugo Utomo)

Bagi buruh, mereka juga semakin tertindas dengan naiknya iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen. Harusnya, kata Willy, kesehatan itu gratis.

“Karena iu adalah hak kita sebagai rakyat yang harus dipenuhi negara. Jika UMP hanya naik 8,51 persen. Tapi BPJS naik 100 persen. Ini sangat tidak adil,” tukas Willy.

Belum lagi biaya kehidupan ang semakin tinggi. Jika naik hanya 8,51 persen, bagaimana buruh nantinya bisa menghidupi keluarganya.

4. Buruh juga menuntut kasus pemberangusan serikat diungkap

Buruh di Sumut menolak kenaikan UMP sebesar 8,51 persen (IDN Times/Prayugo Utomo)

 

Sekretaris FSPMI Tony Rickson Silalahi dalam orasinya menuntut agar pemerintah Sumut mengusut kasus-kasus pemberangusan serikat buruh. Selama ini, buruh masih mendapat intimidasi karena bergabung dengan serikat. Bahkan ada yang berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“Padahal itu hak normatif buruh. Kita laporkan ke pengawas. Tapi tidak ada perubahan. Padahal sanksinya empat tahun penjara. Sampai sekarang, tidak ada pengusaha yang dipenjara dihukum karena memberangus serikat buruh,” pungkas Tony.

Baca Juga: Cabuli Pemuda 16 Tahun di Tanjung Balai, Buruh Bangunan Diringkus 

Berita Terkini Lainnya