Terdakwa Sahat Kecewa Edy Rahmayadi dan Ijeck Tak Dihadirkan di Sidang

Medan, IDN Times - Ketua Primer Koperasi Kartika Karyawan sekaligus Veteran Babinminvetcad Kodam I/Bukit Barisan (BB), Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e sebagai terdakwa kasus korupsi koneksitas eradikasi lahan PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU) menceritakan pengakuannya kepada awak media. Pengakuan ini diceritakannya usai Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan yang diketuai M Yusafrihardi Girsang membacakan putusan sidang vonis Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yanh digelar di ruang cakra 2, Pengadilan Negeri (PN) Medan, pada Rabu (12/6/2024).
Selain Sahat Tua Bate’e, ada dua terdakwa lainnya dalam kasus korupsi koneksitas eradikasi lahan PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU). Yakni, Gazali Arief selaku mantan Direktur Utama (Dirut) PT PSU dan Febrian Morisdiak Bate’e selaku Direktur PT Kartika Berkah Bersama (KBB).
Diketahui, Sahat Tua Bate'e divonis 9 tahun 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp 350 juta dan diwajibkan membayar biaya uang pengganti Rp 6,289 Miliar.
Sedangkan, Gazali kasus korupsi eradikasi lahan PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU) yang merugikan negara Rp34 Miliar divonis penjara (118 bulan) dan denda sebesar Rp 350 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 5 bulan. Untuk, Febrian membayar uang pengganti Rp3,398 miliar.
1. Aliran dana sempat diminta dan diterima oleh Gazali dengan alasan untuk THR Rp1,7 Miliar

Sahat mengatakan bahwa, proyek ini memiliki izin galian seluas 25 hektar di Desa Laut Tador yang berdampingan dengan PT. Perkebun Sumatera Utara pada Maret tahun 2019. Kemudian, Sahat berkenalan dengan Gazali untuk dapat bekerjasama.
“Kami sudah mulai bekerja mengeluarkan produksi itu, mengeluarkan produksinya dari area perkebunan Sumatera Utara. Nah, untuk menimbun jaman bantalan kereta api yang ada di Kuala Tanjung. Kemudian Pak Gazali Arif datang ke tambang kami melihat tambang kami minta tolong,” katanya.
Dia mengatakan aliran dana sudah diminta dan diterima oleh Gazali dengan alasan untuk Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar Rp1,7 Miliar.
“Untuk THR sudah diminta mereka Rp1.710.000.000, mereka yang dimaksud itu adalah PT. PSU seluruh pejabat PT PSU kan untuk biaya THR tahun 2019 mereka minta ke saya, ya udah saya serahkan dan masuk ke rekeningnya,” jelasnya.
2. Edy dan Ijeck tidak dihadirkan di persidangan sebagai pemegang saham

Sebelumnya, Sahat sempat menyebut nama kedua mantan pejabat Sumatera Utara dalam persidangan dan merasa kecewa karena tidak dihadirkan dalam persidangan. Meskipun, sudah memohon diminta untuk kehadiran keduanya kala itu kepada Majelis Ketua Hakim Pengadilan Negeri Medan.
Kemudian, saat disinggung media massa kaitan dengan nama mantan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dan mantan Wakil Gubernur Sumut, Musa Rajekshah. Dia mengatakan bahwa keduanya merupakan pemegang saham di PT. PSU.
“Maksudnya gini ini kan mereka pemegang saham kalau dinyatakan ini kerugian negara mereka kenapa tidak dipanggil,” kata Sahat.
Namun, diakuinya tidak ada aliran dana kepada Edy dan Ijeck. Saat ini, menurutnya, Perkebunan Sumatera Utara seluas 87 Hektar sudah berbuah pasir.
“Kalau itu tidak ada. Cuma karena pemegang saham beliau ya bertanggungjawab lah dengan kejadian ini, karena kami sudah menata kebun Sumatera utara itu 87 hektar tahun 2019 sekarang sudah berbuah pasir," ungkapnya.
Dia juga merasa dirugikan karena tidak dihadirkan kedua mantan pejabat Sumut. Sebab, dia menilai menjadi korban dan semua pekerjaan ini diketahui banyak pihak.
“Ya saya dirugikan, karena ini semua pekerjaan tahu komando saya, melalui Kolonel Suryo. Kolonel Suryo tahu ini, kenapa saya yang dikorbankan. Kodam tahu ini sampai ke Panglima,” kata Sahat.
Usai pembacaan putusan, dia mendesak agar semua pihak yang mengetahui proyek ini untuk tidak tebang pilih kepada dirinya.
“Dibuka lebar. Jangan tebang pilih kepada saya orang kecil. Dibuka. Semua digeret, jangan saya saja letnan Kolonel mantan pensiunan dijadikan begini padahal Kodam tahu ini, ada buktinya semuanya sama saya,” ujarnya.
Terkait bakal banding atau tidak, Sahat mengatakan masih berpikir terlebih dahulu.
“Nah, itu kita pikir-pikir dulu. Jadi, PT Perkebun Sumatera Utara sudah bagus sekarang. Sudah ditata bagus 87 hektare sudah berbuah pasir bisa dilihat di sana. Kami membuat surat supaya di sampai sekarang tidak diizinkan. Harus dibuktikan kebenaran jangan disembunyikan,” tutupnya.
3. Terdakwa menjual tanah galian lahan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan PT PSU di Tanjung Kasau

Dalam kasus ini terjadi pada rentang waktu Juli 2019 hingga Oktober 2020. Mereka didakwa sudah menjual tanah galian lahan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan PT PSU di Tanjung Kasau, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumut.
Sahat yang merupakan Ketua Primer Koperasi Kartika Karyawan dan Veteran Babinminvetcad Kodam I/Bukit Barisan (BB) bertemu dengan Direktur Utama PT Perkebunan Sumatera Utara Gazali Arief (berkas terpisah).
Dari pertemuan itu, Gazali Arief membuat kesepakatan dengan Sahat. Isi perjanjian berupa mengerjakan pembersihan lahan bekas penumbangan tanaman karet terkena penyakit (eradikasi) di lokasi PT PSU Unit Kebun Tanjung Kasau.Lalu pada tanggal 11 Juli 2019 keduanya menandatangani Surat Perjanjian Kerja (SPK) No: 920 / Dir - RU / SKP / PT - PSU / 2019. Saat pembersihan lahan, pengerukan tanah juga dilakukan.
Terdakwa Sahat mengajak saksi Febrian Morisdiak Bate’e (berkas terpisah), selaku Direktur PT Kartika Berkah Bersama (KBB) untuk menyediakan peralatan alat berat berupa excavator sebanyak dua unit.
Mereka kemudian menjual tanah yang telah dikeruk kepada pengembang jalan Tol Indrapura Kisaran, Tebing-Indrapura, Indrapura-Kuala Tanjung.
Adapun pengembangnya PT PP Presisi, PT Hutama Karya dan PT Waskita melalui vendor-vendor. Tanah tersebut sendiri dikeruk dari kurun waktu tahun 2019 sampai dengan 2020.
Total tanah yang sudah dikeruk mencapai 2.980.092 kubik. Bila dikonversi ke satuan mata uang rupiah dengan harga rata-rata tanah senilai Rp17.500 per meter kubik nya maka kerugian PT PSU mencapai Rp52.151.617.822 atau Rp52 miliar lebih. Namun berdasarkan fakta persidangan hakim menyebut kerugian negara yakni Rp34 miliar lebih.