PTAR Umumkan Inisiatif untuk Konservasi dan Perlindungan Orangutan Tapanuli

PT Agincourt Resources (PTAR), pengelola Tambang Emas Martabe, mengumumkan komitmen terhadap konservasi keanekaragaman hayati di dalam kawasan ekosistem Batang Toru. Komitmen yang mencakup sekitar 5.700 hektare ini menjadi materi utama dalam IUCN World Conservation Congress 2025, pada sesi bertajuk "Beyond Extraction: Exploring Biodiversity Refugia in Indonesian Production Landscapes."
Langkah PTAR ini menandai tonggak baru praktik pertambangan berkelanjutan, yang menunjukkan bahwa kegiatan ekstraksi sumber daya dapat berjalan berdampingan dengan kontribusi signifikan dan terukur terhadap konservasi alam. Ekosistem Batang Toru adalah habitat alami orangutan Tapanuli, spesies yang berstatus Kritis (Critically Endangered) menurut IUCN.
Sesi yang digelar di Paviliun Asia IUCN dan dimoderatori oleh Prof. Jatna Supriatna, Ketua Pusat Riset Perubahan Iklim (RCCC) Lembaga Ilmu dan Lingkungan Universitas Indonesia (ISER FMIPA UI), menegaskan peran sains yang kuat dalam tata kelola lingkungan oleh sektor swasta.
1. Strategi Dua Arah dengan Skala Signifikan
Wakil Presiden Direktur PTAR, Ruli Tanio, menjelaskan strategi Perusahaan melampaui sekadar pemenuhan regulasi, untuk mencapai dampak positif bersih (net positive impact) terhadap keanekaragaman hayati melalui dua inisiatif tata guna lahan berskala bentang alam.
Pertama, refugia di dalam konsesi tambang. PTAR secara resmi menetapkan sekitar 2.000 hektare wilayah dalam Kontrak Karya (CoW) sebagai kawasan biodiversity refugia yang dikelola secara aktif dan jangka panjang. Area ini berfungsi sebagai zona penyangga penting dan koridor strategis ekologis utama untuk mendukung keberlangsungan dan pergerakan satwa liar, termasuk spesies primata kunci di kawasan tersebut.
Kedua, proyek offset keanekaragaman hayati berskala besar. Perusahaan juga berkomitmen mengembangkan proyek biodiversity offset berskala besar di luar area operasi tambang. Proyek kompensasi ini, yang diperkirakan mencakup sekitar 3.700 hektare, merupakan implementasi tahap akhir dari hierarki mitigasi internasional, dirancang untuk mengimbangi dampak keanekaragaman hayati yang tidak dapat dihindarkan dengan melindungi dan memulihkan kawasan yang lebih luas dan bernilai ekologis tinggi.
“Komitmen kami melampaui batas operasional tambang. Dengan menetapkan 2.000 hektare area di dalam konsesi sebagai refugia yang dikelola, serta mengembangkan proyek offset berskala besar, kami memastikan perlindungan jangka panjang bagi ekosistem Batang Toru. Langkah ini merupakan upaya ilmiah dan strategis untuk memberikan dampak positif bersih terhadap keanekaragaman hayati,” ujar Ruli Tanio.
2. Bangun stasiun riset orangutan dan laboratorium khusus di dalam area tambang

Komitmen PTAR terhadap perlindungan lahan ini diperkuat dengan berbagai inisiatif berbasis sains dan inovasi, antara lain Konektivitas Ekologis, PTAR secara berkelanjutan memasang jembatan arboreal dilengkapi dengan kamera jebak (camera trap) di area-area yang terfragmentasi untuk memastikan pergerakan aman bagi satwa arboreal serta menyediakan data penting bagi riset konservasi.
Pengawasan Ahli Independen, seluruh strategi konservasi PTAR diawasi oleh Biodiversity Advisory Panel (BAP) yang terdiri atas ilmuwan terkemuka Indonesia dan internasional.
Pusat Riset Lapangan, dimana PTAR juga telah mendirikan stasiun riset orangutan dan laboratorium khusus di dalam area tambang untuk mendukung kegiatan riset berbasis bukti (evidence-based conservation) di ekosistem Batang Toru.
3. Sekutu strategis

Sesi “Beyond Extraction”, yang juga menghadirkan sejumlah perusahaan produksi besar Indonesia, menekankan potensi lanskap industri untuk berfungsi sebagai refugia penting bagi spesies langka.
PTAR menegaskan posisinya sebagai pelopor pertambangan berpengaruh positif pada alam (nature-positive mining), dengan menunjukkan bahwa perencanaan strategis, pengelolaan tata guna lahan yang terdedikasi, dan kolaborasi ilmiah mampu menjadikan sektor ekstraksi sumber daya sebagai mitra strategis dalam membalikkan tren kehilangan keanekaragaman hayati.
“Kami harap para sahabat konservasionis dan biolog melihat kami sebagai sekutu, mungkin bukan sekutu alami, tapi sekutu strategis,” kata Ruli Tanio.