Pelaku Usaha Media Periklanan Minta Dilibatkan Bahas Raperda KTR Medan
Medan, IDN Times – Pembahasan Rancangan Perubahan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) terus bergulir. Saat ini Panitia Khusus (Pansus) Raperda KTR DPRD Medan sedang membahas substansi tiap pasal raperda tersebut. Senin (22/9) lalu, pembahasan dilakukan dengan mengundang Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Medan.
Namun, pelibatan stakeholder dalam pembahasan Raperda KTR ini masih dirasa minim. Harry Putra Harahap, Sekretaris Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Medan berharap pihaknya juga diberi kesempatan untuk menyuarakan aspirasi mereka terkait dampak regulasi pertembakauan terhadap industri media kreatif.
Harry menuturkan pihaknya belum pernah diajak bicara, baik oleh eksekutif maupun legislatif terkait wacana Raperda KTR Medan. Padahal, raperda ini disebut akan menetapkan larangan mengiklankan produk tembakau dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan yang notabene akan menjadikan pengusaha periklanan sebagai pihak terdampak.
"Kami baru tahu. Tentu kami sangat mau hadir jika diundang dan (suara) kami harus didengar dalam pembahasan ini," ujar CEO Pelangi Advertising ini.
Ketua Pansus Raperda KTR Medan, Dr. Lily diketahui telah menyatakan komitmen untuk mendengarkan masukan seluruh stakeholder.
1. KTR akan berdampak pada bisnis periklanan

Harry tidak memungkiri, sebagai pelaku usaha advertising di Kota Medan, salah satu pemasukan besarnya berasal dari iklan-iklan rokok.
“Jika pembatasan dilakukan secara luas tanpa melibatkan pihak pengusaha advertising di Kota Medan, ketentuan ini tentu akan berdampak pada bisnis. Apalagi jika ada sanksi, tentu akan sangat fatal jika pelaku usaha tidak dilibatkan dalam pembahasan. Kami tidak mendapatkan sosialisasi, tiba-tiba kena denda atau kena sanksi lainnya,” papar Harry.
2. Banyak papan reklame nganggur di Kota Medan

Sebelumnya, terpisah, Kepala Bidang Pajak Reklame, Parkir, Pajak Penerangan Jalan (PPJ), dan Air Bawah Tanah (ABT) Badan Pendapatan Daerah Kota Medan, Aidil Putra, menyatakan hingga Juli 2025 realisasi pendapatan dari sektor pajak reklame telah mencapai Rp52 miliar, atau meningkat sekitar Rp4 miliar dari periode yang sama tahun lalu. Ia menjelaskan, hingga akhir Agustus lalu terdapat 527 titik papan reklame di Kota Medan, terdiri dari billboard dan videotron. Namun, hanya sekitar 350 titik yang digunakan secara komersial.
“Banyak titik kosong, terutama setelah diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan,” katanya.
Hal ini, tambah Aidil, berdampak pada penurunan potensi pendapatan pajak sekitar Rp6,3 miliar sejak Januari hingga Juli 2025. Selain itu, beberapa titik reklame juga tidak diperpanjang izinnya, mengakibatkan potensi kehilangan pendapatan sekitar Rp3 miliar lebih.
Fenomena ini terjadi di tengah dorongan Kementerian Dalam Negeri yang ingin pemerintah daerah dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) secara mandiri. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan, PAD yang kuat menjadi indikator utama keberhasilan pembangunan ekonomi lokal yang dinamis. Untuk itu, pemerintah daerah didorong untuk berkolaborasi dengan pihak swasta.
“Pembukaan ruang bagi swasta di daerah akan berdampak positif dan memberikan keuntungan bagi kedua pihak. Itu karena pihak swasta bakal menggerakkan perekonomian di wilayah, dan pemerintah di wilayah terkait dapat memfasilitasi, salah satunya melalui pemberian insentif,” ujar Tito.