Pagar yang Berdiri di Kawasan Hutan Lindung Pantai Labu Dibongkar

Deli Serdang, IDN Times- Polemik pagar misterius di Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu berakhir dengan pembongkaran. Pagar yang membentang dengan luas ditaksir 48 hektare itu telah dihancurkan oleh warga dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK).
Pasalnya, pagar yang berada dekat pesisir pantai itu, berdiri di atas hutan lindung. Di mana kawasan tersebut berstatus milik negara.
1. Pagar dibongkar masyarakat dan KLHK karena berada di kawasan hutan tanpa izin

Pembongkaran pagar ini disampaikan langsung oleh Kadis LHK Sumut, Yuliani Siregar. Ia membenarkan bahwa ternyata pagar berdiri di atas tanah milik negara (hutan lindung).
"Saya langsung sama masyarakat yang membongkarnya," beber Yuliani, Minggu (23/2/2025).
Ia melanjutkan bahwa keputusan pembongkaran pagar telah mantap. Terlebih hal ini pula berdasarkan oleh laporan masyarakat yang mengaku resah.
"Alasan pembongkaran yang pertama, adanya pengaduan masyarakat. Kedua, itu kawasan hutan, kawasan hutan lindung, mana ada orang yang bisa memiliki kawasan hutan tanpa izin," lanjutnya.
2. Kawasan hutan lindung belum dilepas oleh kementerian, jadi pembangunan pagar merupakan tindakan ilegal

Setelah diselidiki, ternyata yang menempati tanah tersebut ialah seorang pengusaha. Dikabarkan jika sang pengusaha yang diketahui berinisial A itu mulanya membeli lahan dari masyarakat tahun 1982. Di sinilah timbul keheranan dari Yuliani. Lahan hutan milik negara seharusnya tidak diperjualbelikan.
"Akan diselidiki dari mana dia dapat SK Camat itu. Kita panggil nanti. Itu, kan, kawasan hutan. Siapa yang mengeluarkan itu SK camatnya, saya juga akan selidiki ada tidak anggota saya yang backup pengusaha itu, yang menyatakan dia bisa memagar, siapa orangnya? Sebutkan saja. Biar saya pecat,'' beber Yulian.
Ia melanjutkan bahwa tanah yang diklaim perusahaan tersebut telah didaftarkan sebagai konflik tenurial ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pemagaran di atas hutan lindung merupakan suatu hal yang dilarang dan tak seharusnya dilakukan.
"Tidak bisa ada yang mengklaim kawasan itu miliknya, Datin (data tenurial) itu masih pendataan aja, bukan proses pelepasan lahan hutan dan belum tentu itu dilepas. Sampai dengan saat ini yang sudah masuk data Datin bukan dia saja, beberapa perusahaan sudah masuk, tapi belum ada yang dilepas kementerian juga, ya, tunggu. Kalau memang itu nanti dilepas, ya, baru dia mau berusaha, mau diapain, gak jadi masalah," tutur Yuliani.
3. Masyarakat boleh mengelola hutan dengan syarat dan mekanisme tertentu

Yuliani dengan tegas mengatakan bahwa masyarakat tentu bisa untuk mengelola hutan lindung. Hal tersebut juga harus dilakukan dengan mekanisme tertentu.
"Itu kawasan hutan, ya, bisa aja masyarakat punya izin kelola, dengan perhutanan sosial. Itu kan legal, hutan kemasyarakatan, hutan desa, dan lain-lain lagi," pungkas Yuliani.