Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

JAMSU Dukung Seruan Ephorus HKBP untuk Tutup PT TPL

©WALHI Sumatra Utara
©WALHI Sumatra Utara

Medan, IDN Times - Seruan tegas agar operasional PT Toba Pulp Lestari (TPL) dihentikan kembali menggema dari Sumatra Utara. Jaringan Advokasi Masyarakat Sipil Sumatera Utara (JAMSU), yang terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil, menyatakan dukungan penuh terhadap sikap kritis yang disampaikan Ephorus HKBP, Pdt. Dr. Victor Tinambunan.

Selama bertahun-tahun, kehadiran TPL di Tanah Batak dituding lebih banyak menimbulkan kerusakan ekosistem dan konflik sosial daripada membawa manfaat nyata bagi masyarakat adat.

1. Dukungan penuh untuk sikap tegas gereja

www.law-justice.co/desak tutup pt tpl
www.law-justice.co/desak tutup pt tpl

JAMSU, yang beranggotakan lembaga seperti Bakumsu, KSPPM, YAK, YDPK, Petrasa, dan Bitra Indonesia, menegaskan dukungan mereka terhadap seruan penutupan TPL yang disampaikan oleh Ephorus HKBP. 

“Sikap Ompu I menunjukkan kepemimpinan spiritual yang berpihak pada keadilan sosial dan tanggung jawab ekologis," ujar Sekretaris Eksekutif Perhimpunan Bantuan Hukum & Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU) dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/5/2025). 

2. PT TPL dituding jadi penyebab krisis ekologi hingga konflik sosial

massa aksi membentangkan poster protes, minta PT. TPL segera ditutup (IDN Times/Eko Agus Herianto)
massa aksi membentangkan poster protes, minta PT. TPL segera ditutup (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Selama puluhan tahun, operasional TPL di atas tanah adat masyarakat Batak tidak membawa kesejahteraan, melainkan krisis ekologis dan konflik sosial. Dari banjir, longsor, pencemaran air dan udara hingga kriminalisasi masyarakat adat, kerusakan yang ditinggalkan begitu nyata.

"Kami mencatat masih banyak konflik agraria yang belum selesai, kriminalisasi warga, perusakan kawasan hutan adat serta ketimpangan ekonomi yang mencolok antara perusahaan dan masyarakat lokal. Seruan tersebut kami pandang sebagai bentuk tanggung jawab moral, spiritual dan sosial dari seorang pemimpin gereja terhadap kondisi krisis yang telah berlangsungama di wilayah Tano Batak," kata Sandres Siahaan, staf Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM). 

3. Jadi seruan untuk aksi kolektif selamatkan Tanah Batak

SOMASI menggelar unjuk rasa dukungan terhadap Sorbatua Siallagan. (Dok: Bakumsu)
SOMASI menggelar unjuk rasa dukungan terhadap Sorbatua Siallagan. (Dok: Bakumsu)

Melalui momentum ini, JAMSU mengajak pemimpin lintas sektor—dari pemuka agama, pemerintah, hingga swasta—untuk turut menyuarakan dan mengambil langkah nyata dalam menyelamatkan lingkungan dan tanah adat.

JAMSU juga mendesak pemerintah untuk segera mencabut izin PT TPL sebagai bentuk keadilan ekologis dan sosial bagi masyarakat adat di wilayah tersebut.

Sebelumnya, Pimpinan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pdt. Victor Tinambunan menyerukan penutupan perusahaan PT Toba Pulp Lestari (TPL). Victor Tinambunan dalam pernyataan terbukanya yang diunggah melalui akun Facebook pribadinya pada 7 Mei 2025 menegaskan penolakan terhadap keberadaan PT TPL. 

“Penutupan ini bukanlah sekadar desakan emosional, melainkan langkah preventif untuk menghindari krisis yang lebih parah di masa depan, khususnya bagi masyarakat di Tano Batak, bagi Sumatera Utara, dan bahkan bagi keberlanjutan ekologis di tingkat global,” tulis Victor. 

4. TPL membantah menjadi penyebab bencana ekologi

Corporate Communication Head PT TPL, Salomo Sitohang (Dok. IDN Times)
Corporate Communication Head PT TPL, Salomo Sitohang (Dok. IDN Times)

Salomo Sitohang, Corporate Communication Head TPL menjelaskan bahwa TPL telah beroperasi selama lebih dari 30 tahun dan berkomitmen membangun komunikasi terbuka dengan masyarakat. Melalui berbagai dialog, sosialisasi, dan program kemitraan yang telah kami lakukan bersama Pemerintah, Masyarakat Hukum Adat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, Akademisi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai bagian dari pendekatan sosial yang inklusif.

"Kami menolak dengan tegas tuduhan bahwa operasional TPL menjadi penyebab bencana ekologi. Seluruh kegiatan kami telah sesuai dengan izin, peraturan, dan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah yang berwenang. Kami juga menjalankan operasional sesuai dengan Standar Operasional Prosedur yang jelas dan terdokumentasi," ujarnya.

Ia menjelaskan TPL melakukan pemantauan lingkungan secara periodik, bekerja sama dengan lembaga independen dan tersertifikasi, untuk memastikan seluruh aktivitas sesuai ketentuan yang berlaku. Kegiatan peremajaan pabrik juga dilakukan dengan fokus pada efisiensi dan pengurangan dampak lingkungan secara signifikan melalui teknologi yang lebih ramah lingkungan.

Menurutnya audit menyeluruh oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah dilakukan pada tahun 2022–2023 dan hasilnya menyatakan bahwa kami TAAT mematuhi seluruh regulasi serta tidak ditemukan pelanggaran terhadap aspek lingkungan maupun sosial.

Perusahaan juga menjalankan berbagai program tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan pelestarian lingkungan yang menyasar kebutuhan nyata masyarakat sekitar wilayah operasional. Program-program ini dijalankan secara berkelanjutan dan dilaporkan kepada pemerintah serta pemangku kepentingan lainnya secara berkala.

"Mengenai tuduhan deforestasi, kami tegaskan bahwa TPL melakukan operasional pemanenan dan penanaman kembali di dalam konsesi berdasarkan tata ruang, Rencana Kerja Umum, dan Rencana Kerja Tahunan yang telah ditetapkan. Dengan sistem tanam-panen berkelanjutan, kami menjaga kesinambungan hutan tanaman sebagai bahan baku industri pulp, sehingga jarak waktu antara pemanenan dan penanaman hanya berselang paling lama 1 bulan, sesuai dengan prosedur yang tercantum dalam dokumen Amdal. Hal ini juga kami laporkan secara berkala melalui Laporan Pemantauan dan Pengelolaan Lingkungan. Dari luas konsesi sebesar 167.912 ha, Perseroan hanya mengembangkan sekitar 46.000 ha sebagai perkebunan eucalyptus dan mengalokasikan sekitar 48.000 ha sebagai area konservasi dan kawasan lindung yang dijaga oleh Perseroan dengan komitmen menjaga keanekaragaman hayati di dalamnya," jelasnya.

Menurutnya TPL mempekerjakan lebih dari 9.000 orang, baik pekerja langsung maupun tidak langsung, dan didukung oleh lebih dari 4.000 Kelompok Tani Hutan dan pelaku UMKM. Bila termasuk keluarga dari para pekerja dan mitra tersebut, maka jumlah masyarakat yang bergantung pada keberadaan perusahaan mencapai sekitar 50.000 jiwa, belum termasuk kedai pengecer dan bengkel kecil di sekitar areal kerja dan jalur logistik. Ini menunjukkan peran penting TPL dalam mendukung perekonomian lokal dan regional.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Prayugo Utomo
Arifin Al Alamudi
Prayugo Utomo
EditorPrayugo Utomo
Follow Us