Eks Honorer Kejari Sibolga Nekat Jual Barang Bukti Sisik Tenggiling

Sibolga, IDN Times – Seorang mantan staf honorer Kejaksaan Negeri Sibolga Sumatra Utara diduga menjual sisik tenggiling, barang bukti dari kejahatan perdagangan satwa liar sebelumnya. Dia diduga mengambil barang bukti sebelum diberhentikan dari Kejaksaan.
Aksi nekat staf honorer ini diendus oleh kepolisian. Mereka kemudian menyamar menjadi pembeli dan menangkapnya.
Eks staf honorer yang ditangkap adalah RRM (22), warga Jalan KH Dewantara, Kelurahan Sibuluan Indah, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah. Dia ditangkap bersama MSM (36) rekannya saat melakukan perdagangan ilegal itu. MSM adalah warga Pandurungan Julu, Kelurahan Pinangbaru, Kecamatan, Pinangsori, Tapteng.
1. Pelaku menawarkan sisik tenggiling lewat Facebook

Kepala Seksi Humas Polres Sibolga Inspektur Satu R Sormin menjelaskan, keduanya ditangkap dalam operasi pada Rabu (2/11/2022) malam. Sebelumnya, polisi mengetahui RRM menguggah dan menawarkan sisik tenggiling tersebut pada Rabu (5/10/2022) melalui laman facebooknya. Namun kemudian akun tersebut dihapusnya.
Polisi kemudian melakukan penyamaran dan bertransaksi dengan RR. Sisik tenggiling itu dibawa ke salah satu penginapan di Jalan Brigjen Katamso, Sibolga oleh MSM.
“Setelah dilakukan interogasi, MSM mengakui jika sisik tenggiling itu merupakan milik RRM. Dia mengaku hanya disuruh mengantarkan sisik tenggiling tersebut,” kata Sormin dalam keterangan persnya, Kamis (10/11/2022).
Polisi kemudian menangkap RRM. Dia mengaku jika 15 kg sisik tenggiling itu diambil dari Kejari Sibolga. Tempat dia pernah bekerja.
Mereka saat ini ditahan di Mapolres Sibolga. Selain menyita sisik tenggiling, polisi juga menahan mobil Toyota Agya berplat nomor BB 1327 MB.
Keduanya terancam dengan Undang – undang nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancaman hukumannya mencapai lima tahun penjara dengan denda paling banyak Rp100 juta.
2. Pengakuan Kajari Sibolga, barang bukti diambil saat pemusnahan

Kepala Kejaksaan Negeri Sibolga Irvan Paham PD Samosir tak menampik pengakuan RRM. Irvan mengatakan, RRM mengambil sisik tenggiling itu saat pemusnahan barang bukti pada Rabu (5/10/2022) lalu.
Penelusuran IDN Times, barang bukti yang dimusnahkan berasal dari kasus pengungkapan 150 kg sisik tenggiling oleh Polda Sumut pada Februari 2022 lalu. Dua tersangka sudah divonis penjara oleh pengadilan.
“Saat itu dia pura pura membantu. (Tapi) mengambil (sisik) dia. Kan hujan pada saat itu,” ujar Irvan.
Namun Irvan membantah jika barang bukti yang diambil mencapai 15 kilogram. Irvan curiga, sisik tenggiling itu adalah hasil gabungan dari milik rekan RRM yang ikut ditangkap.
3. Saling bantah Kajari dengan Kasi Intelijen

RRM, kata Irvan, adalah staf honorer bidang Keamanan Dalam (Kamdal). Pihak Kajari juga sudah memecatnya sebelum dia ditangkap. Kata Irvan, dia dipecat pada 30 Oktober 2022. Alasannya, karena RRM jarang masuk ke kantor.
“Itu mungkin dia waktu memasarkan itu. Makanya gak pernah masuk – masuk,” ungkap Irvan.
Sebelumnya, Kepala Seksi Intelijen Kejari Sibolga Robinson Sihombing sempat membantah jika sisik tenggiling yang disita dari RRM adalah barang bukti yang disimpan di institusinya. Bahkan dia menolak, jika institusinya itu dikaitkan dengan kasus RRM. Robinson justru menduga, pengakuan RRM bermotif sakit hati karena dipecat.
"Tidak mungkin kalau (barang bukti perkara hukum) itu diambil. Karena, ada CCTV dan dijaga ketat. Kami sudah cek semuanya. Makanya, saya berani berkata seperti itu," kata Robinson, Senin (7/11/2022) diansir dari rri.co.id.
4. Perdagangan barang bukti kasus TSL masih rentan terjadi, ini sebabnya

Kasus perdagangan barang bukti kasus Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) bukan kali ini saja terjadi. Hal ini diungkap oleh Senior Technical Advisor NRCU (Natural Resources Crimes Unit) Dwi Nugroho Adhiasto. Bahkan tidak hanya barang bukti bagian tubuh satwa saja, penjualan juga terjadi pada satwa yang masih hidup.
Kata Dwi, perdagangan barang bukti ini terjadi karena beberapa tahapan yang dinilai punya kerawanan.
“Saya bicara tentang pengalaman-pengalaman penanganan kasus, misalkan barang bukti yang hidup ketika ada penangkapan oleh penyidik idealnya dan sering dilakukan, mereka menyisihkan sebagian kecil dari barang bukti hidup itu. Karena, misalnya barang buktinya burung dilindungi dalam jumlah besar. Jika terlalu lama disimpan di dalam tempat yang tidak ideal, berpotensi mati,” kata Dwi, Jumat (12/11/2022).
Setelah disisihkan, barang bukti itu bisa dilepasliarkan kembali. Namun harus tetap dibuat berita acara pelapsliarannya sesuai prosedur yang berlaku. Disertai dokumentasi lengkap.
Sedangkan untuk barang bukti bagian tubuh satwa, bisa langsung dimusnahkan setelah sisihkan sebagian untuk kelengkapan perkara. “Sisanya dimusnahkan, meski proses hukumnya masih berjalan. Pemusnahan juga dilakukan dengan prosedur yang lengkap,” katanya.
Ini juga efektif dilakukan untuk meminimalisir potensi penyakit yang ditularkan dari satwa karena barang bukti disimpan terlalu lama.
Namun, itu semua tergantung dari kejelian penyidik dalam menangani perkara. Putusan hakim juga penting. Apakah barang bukti itu akan dimusnahkan, atau dikembalikan kepada negara untuk kepentingan penelitian. Barang bukti itu nantinya akan diserahkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Nanti terserah KLHK. Apakah menyimpannya di dalam tempat penyimpanan barang bukti, atau dikembalikan ke lembaga riset untuk kepentingan penelitian. Atau untuk museum dan sebagainya,” tukasnya.
Namun cara ini dinilai belum efektif dilakukannya. Karena, lembaga penelitian, museum dan lainnya dinilai belum mampu menampung barang bukti, khsususnya dalam jumlah besar.
Dwi mengungkapkan, pemusnahan bagian tubuh satwa yang disita masih dinilai sebagai solusi yang simpel dan efektif. Namun harus dengan pemantauan yang ketat. Misalnya, sebelum dimusnahkan, barang bukti harus dihitung atau ditimbang ulang. “Makanya pemantauan sangat barang bukti itu sangat penting,” ungkapnya.
Sementara untuk spesies yang masih hidup bisa diberikan penanda. Sehingga, jika dijual lagi ke pasar gelap, akan ketahuan. Begitu juga dengan barang bukti yan disimpan di dalam penyimpanan resmi. Dia juga mendorong agar instansi terkait rutin melakukan pemeriksaan barang bukti yang tersimpan.
“Misalkan gading. Itu bisa ditorehkan barcode atau penanda fisik yang memastikan gading Itu disimpan di tempat penyimpanan,” katanya.
5. Perdagangan tenggiling meningkat, permintaan ke Tiongkok masih tinggi

Kasus perdagangan tenggiling menjadi pekerjaan serius bagi pemerintah. Tingginya permintaan membuat satwa satwa bernama latin manis javanica itu semakin dekat dengan kepunahan.
Tiongkok masih menjadi tujuan utama perdagangan. Kasus penyelundupan tenggiling sempat mereda saat pandemik COVID-19 merajalela. Penyebabnya pengetatan akses masuk ke Tiongkok.
Analisis Dwi menunjukkan, sebelum COVID-19 perdagangan daging tenggiling cukup tinggi. Larangan impor membuat bisnis ini meredup. Baik legal atau pun ilegal.
Namun permintaan terhadap daging tinggi. Pandemik yang mereda membuat perdagangan kembali menguat. Para ‘pemain’ mulai melakukan penyelundupan kembali pasca pencekalan terhadap impor daging satwa liar.
Jaringan mafia tenggiling menyelundupkan tenggiling hidup secara rutin. Mereka memanfaatkan perairan dan pelabuhan yang lengang pengawasannya. Ketika tenggiling mati dalam perjalanan, mereka mengulitinya dan memasukkannya ke dalam palka beku yang ada di dalam perahu nelayan.
“Kemudian dibawa ke perbatasan Thailand atau semenanjung Malaysia. Sisiknya kemudian dikeringkan selama perjalanan itu,” ungkapnya.
Dia juga menjelaskan, kasus-kasus perdagangan sisik tenggiling yang terungkap belakangan ini adalah hasil penimbunan para pengepul. Mereka menimbun sisik selama pandemik dan pembatasan akses. Para pengepul menunggu waktu yang tepat untuk melepas barangnya.
“Jadi kalau kita bicara perdagangan sisik dan daging, itu masih ada. Dan kenapa masih ada perdagangan, karena marketnya masih ada. Dan pemintaannya masih tinggi. Jangankan di Asia, yang dari Afrika masih jalan terus penyelundupan sisik ke Tiongkok,” pungkasnya.