Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Drama SPPD Fiktif di Setwan Riau, Mantan Sekwan Buat Laporan ke Polisi

IMG-20250714-WA0075.jpg
Mantan Sekwan DPRD Riau Muflihun saat membuat laporan ke Polresta Pekanbaru (IDN Times/ Fanny Rizano)
Intinya sih...
  • Muflihun melapor ke Polresta Pekanbaru untuk membersihkan namanya dari dugaan pemalsuan tanda tangan dalam dokumen SPT dan SPPD Tahun Anggaran 2020.
  • Polisi menyebut adanya fakta baru terkait indikasi kuat pemalsuan dokumen oleh oknum di Sekretariat DPRD Provinsi Riau.
  • Kuasa hukum Muflihun mengaitkan pola pemalsuan ini dengan kasus SPPD fiktif yang menimpa Plt Sekwan DPRD Riau sebelumnya, serta meminta Polda Riau serius menelusuri aktor-aktor yang terlibat.

IDN Times, Pekanbaru - Drama dugaan korupsi SPPD fiktif di Sekretariat Dewan (Setwan) pada DPRD Provinsi Riau kembali memasuki babak baru. Kali ini, mantan Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Provinsi Riau Muflihun membuat laporan ke Polresta Pekanbaru.

Adapun laporannya yakni, dugaan pemalsuan tanda tangan atas namanya dalam dokumen Surat Perintah Tugas (SPT) dan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) Tahun Anggaran 2020.

Sebelumnya, Muflihun disebut-sebut sebagai calon tersangka dalam dugaan rasuah itu. Hal itu dikarenakan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan mengatakan, bahwa salah satu calon tersangka dalam kasus itu berinisial M. Dikarenakan inisial M itu disangkut pautkan dengan dirinya, Muflihun tak terima.

Didampingi tim kuasa hukumnya, Muflihun yang juga pernah menjabat sebagai Pj Wali Kota Pekanbaru itu, mendatangi Polresta Pekanbaru pada Minggu (13/7/2025) malam. Kedatangannya itu membuat laporan dugaan pemalsuan tanda tangan atas namanya dalam dokumen SPT dan  SPPD Tahun Anggaran 2020.

Laporan tersebut berkaitan dengan dokumen SPT Nomor: 160/SPT/ dan SPPD Nomor: 090/SPPD/ untuk perjalanan dinas konsultasi terkait Ranperda Penyelenggaraan Kepemudaan ke Kementerian Dalam Negeri di Jakarta, tanggal 2 hingga 4 Juli 2020. Muflihun menyatakan dengan tegas bahwa tanda tangan yang tercantum dalam dokumen tersebut bukan miliknya.

"Saya pastikan tanda tangan itu bukan saya yang buat. Itu jelas dipalsukan," ujar Muflihun dengan tegas.

Dalam pemberitaan sebelumnya, Kombes Pol Ade pernah mengatakan, bahwa pihaknya telah mengantongi salah satu nama tersangka dalam kasus itu. Calon tersangka yang dimaksud berinisial M. Dimana, M dalam kegiatan fiktif itu selaku Pengguna Anggaran (PA). Namun, hingga kini Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau belum merilis nama-nama tersangka dalam kasus ini.

Untuk diketahui, BPKP Provinsi Riau telah merampungkan hasil audit kerugian negara dalam dugaan rasuah ini. Hasilnya, sebanyak Rp195.999.000.000 menjadi kerugian negara. 

Dugaan korupsi itu terjadi saat Muflihun menjabat sebagai Setwan pada DPRD Provinsi Riau. Muflihun yang pernah menjabat Pj Wali Kota Pekanbaru itu juga sudah beberapa kali diperiksa penyidik di Polda Riau.

Dalam pemberitaan sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau menjelaskan, selama tahun 2020 dan 2021, Sekretariat DPRD Riau telah melakukan pencairan dana sebesar Rp206 miliar. Yang mana, penggunaan dana itu dimanipulasi dan tidak sesuai kegiatan dinas yang sah.

1. Muflihun melapor untuk bersihkan namanya

Mantan Pj Wali Kota Pekanbaru Muflihun saat ditemui awak media usai diperiksa penyidik di Polda Riau (IDN Times/ Fanny Rizano)
Mantan Pj Wali Kota Pekanbaru Muflihun saat ditemui awak media usai diperiksa penyidik di Polda Riau (IDN Times/ Fanny Rizano)

Atas hal tersebut, laporan resmi Muflihun itu, diterima oleh pihak Polresta Pekanbaru. Dimana, dalam laporannya, dugaan tindak pidana pemalsuan tanda tangan berdasarkan Pasal 263 KUHP dan telah diterima oleh Polresta Pekanbaru dengan Nomor: STPLP/533/VII/2025/POLRESTA PEKANBARU.

Muflihun berharap agar laporan ini menjadi titik awal untuk membersihkan namanya dari kriminalisasi yang ia hadapi, serta membuka jalan bagi penegakan hukum yang lebih objektif dan berkeadilan.

"Saya percaya hukum masih ada. Tapi saya tidak bisa diam ketika kehormatan saya diinjak oleh ulah orang-orang yang menyalahgunakan jabatan dan dokumen," katanya.

2. Kuasa hukum sebut ada fakta baru

20250714_142837.jpg
Kuasa hukum Muflihun, Ahmad Yusuf (IDN Times/ Fanny Rizano)

Langkah membuat laporan itu bermula dari investigasi internal yang dilakukan oleh tim hukum Muflihun. Ahmad Yusuf selaku kuasa hukum menyampaikan, bahwa penelusuran terhadap berkas-berkas lama menunjukkan adanya indikasi kuat pemalsuan dokumen yang diduga dilakukan oleh oknum di Sekretariat DPRD Provinsi Riau.

"Kami menemukan dokumen yang secara terang benderang menggunakan tanda tangan palsu klien kami. Dugaan kami, perbuatan ini dilakukan oleh pihak internal, yang saat itu memiliki akses langsung ke dokumen-dokumen keuangan dan administrasi," terang Ahmad Yusuf.

Ahmad Yusuf meyakini, bahwa praktik serupa bisa saja terjadi dalam dokumen lain yang saat ini berada di tangan penyidik Polda Riau.

"Kalau seluruh SPT dan SPPD itu ditunjukkan kepada klien kami, besar kemungkinan akan ditemukan lebih banyak tanda tangan yang dipalsukan. Ini bukan kesalahan klien kami, melainkan diduga dilakukan oleh otak intelektual yang ingin mencuri dari kas daerah, lalu melemparkan kesalahan kepada klien kami," jelasnya.

3. Ada kaitan dengan perkara yang telah divonis

Ilustrasi hukum (freepik.com)
Ilustrasi hukum (freepik.com)

Sementara itu, kuasa hukum Muflihun yang lainnya, Weny Friaty mengaitkan pola pemalsuan ini dengan kasus SPPD fiktif yang menimpa Plt Sekwan DPRD Riau sebelumnya, Tengku Fauzan Tambusai.

"Kami teringat saat Tengku Fauzan diadili, muncul nama-nama staf internal seperti Deni Saputra dan Hendri, yang diduga memainkan dokumen dan nama pejabat untuk mencairkan dana perjalanan fiktif. Nama-nama ini tidak pernah disentuh secara tuntas," ujarnya.

Sama halnya dengan Weny, Khairul Ahmad yang juga kuasa hukum Muflihun menyampaikan, bahwa kejanggalan administrasi yang mereka temukan berkaitan erat dengan jaringan lama yang masih aktif di lingkup DPRD Provinsi Riau.

"Kami tidak ingin klien kami menjadi korban seperti dalam kasus sebelumnya. Kami telusuri satu per satu dokumen administratif, dan pola manipulasi ini sangat mirip. Maka dari itu, Polda Riau harus serius menelusuri aktor-aktor yang sudah disebut secara terang dalam persidangan terdahulu," katanya.

Menurut Khairul, apabila ditemukan pola pemalsuan serupa pada pejabat Sekwan lainnya, maka jelas bahwa masalah utama bukan pada Sekwan, tetapi pada aktor-aktor tetap yang bekerja di balik layar.

Dalam sidang perkara SPPD Fiktif di Setwan Provinsi Riau dengan terdakwa mantan Plt Sekwan Tengku Fauzan Tambusai di Pengadilan Tipikor pada Pekanbaru pada 4 Oktober 2024, sejumlah saksi menyebut bahwa mereka dihubungi oleh Deni Saputra (staf keuangan) dan Hendri (honorer bagian keuangan) untuk menggunakan nama mereka dalam pembuatan SPPD fiktif. Mereka diberikan imbalan Rp1.500.000 per transaksi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us