Banjir Tapteng: Keluarga Terjebak di Atap Rumah, Komunikasi Terputus

- Keluarga terjebak di atap rumah saat banjir datang tiba-tiba
- Banjir disebut sebagai yang terbesar yang pernah dialami, menyebabkan kerusakan dan korban jiwa
- Komunikasi terputus, harapan keluarga hanya pada informasi keselamatan dari petugas BPBD dan Basarnas
Medan, IDN Times— Di tengah bencana banjir yang melanda Kabupaten Tapanuli Tengah, seorang perantau asal Palembang hanya bisa pasrah menunggu kabar dari keluarganya di Kampung Bonalumban, Kecamatan Tukka, Selasa (25/11/2025).
Sejak pagi, seluruh komunikasi terputus dan ia hanya menerima informasi sepotong demi sepotong dari teman-temannya di kampung.
1. “Keluarga masih di atap rumah”

Vikri Basri Tambunan, yang saat ini berada di Palembang, menceritakan detik-detik terakhir komunikasi dengan keluarganya. Menurutnya, banjir datang tiba-tiba dan jauh lebih besar dari biasanya.
“Tadi kondisi keluarga yang di Tapteng Bang, itu masih di atap rumah Bang. Saya dapat kabar pukul 11.00 WIB terakhir semalam. Kabar terakhir, belum ada Basarnas yang datang ke sana Bang,” ungkap Vikri.
Ia mengatakan keluarganya tinggal di Kelurahan Bonalumban, Kecamatan Tukka, wilayah yang menurut laporan warga sudah rata dengan banjir. Bahkan rumah keluarganya disebut sudah terbenam total.
“Rumah kami itu posisinya di bawah, jadi dia sudah terbenam Bang. Sudah nggak bisa ngapain-ngapain lagi kan. Mau di atap pun dia sudah nggak bisa lagi Bang,” katanya.
Di rumah itu ada lima anggota keluarga, termasuk kedua orang tua, kakak, abang ipar, dan dua ponakan yang masih kecil—kelas 4 SD dan sekitar usia 5 tahun.
2. Banjir datang mendadak, sungai kecil meluap besar

Menurut cerita ibunya, air mulai meluap sekitar pukul 09.30 WIB. Awalnya keluarga mengira banjir hanya setinggi biasanya, namun air dari Sungai Tapian Nauli tiba-tiba menyembur dari arah belakang rumah. Kata Fikri, ini banjir terbesar yang dialaminya selama dia tinggal di Tapteng.
“Dikirain kan kayak yang biasa, tahunya sudah dari sungai yang di belakang sana sudah ngeluap juga,” ungkapnya.
Warga yang sempat membantu menyelamatkan barang akhirnya berlarian kembali ke rumah masing-masing karena banjir makin besar dan cepat. Kampung yang dekat hutan itu tak mampu menahan luapan air dari arah atas.
3. Harapan satu-satunya: kabar keselamatan

Hingga kini Fikri belum menerima kabar pasti dari keluarganya. Seluruh akses komunikasi terputus, termasuk dengan BPBD, relawan, dan teman-temannya di Tukka dan Sibolga.
“Harapannya ya dapat informasi lah Bang dari Basarnas atau apa mengenai keadaan orang tua di sana. Sudah dapat tempat pengungsian yang layak atau tidak,” katanya.
Ia juga mendapat kabar bahwa petugas BPBD Sumut baru berangkat sekitar pukul 13.00 WIB, namun perjalanan mereka terhambat longsor dan buruknya sinyal telepon. “Semua terputus kayaknya komunikasimya,” ungkapnya.
Bencana banjir dan longsor dilaporkan terjadi di beberapa daerah. Rentetan bencana terdiri dari 12 tanah longsor, 7 banjir, dan 1 pohon tumbang, meliputi Tapanuli Tengah, Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Sibolga, dan Nias. Total 19 orang menjadi korban.
Rincian korban antara lain; 10 warga meninggal dunia, 3 luka-luka dan enam orang masih dalam pencarian. Sekitar 2.393 kepala keluarga terdampak kerusakan rumah dan 445 warga harus mengungsi. Sejumlah akses jalan utama juga terputus akibat material longsor.
Laporan Mabes Polri menyebut, di Tapanuli Tengah, tanah longsor pada pukul 07.00 WIB mengakibatkan 4 warga meninggal dan merusak satu rumah. Kemudian banjir yang terjadi sepanjang 17–22 November berdampak pada 1.902 KK serta memaksa 45 warga mengungsi.
Di Mandailing Natal, longsor menutup Jembatan Aek Inumon II, sementara banjir di Muara Batang Gadis membuat 400 warga mengungsi dan merendam 470 rumah.
Di Tapanuli Selatan, insiden pohon tumbang menewaskan 1 warga dan melukai 1 orang lainnya. Tapanuli Utara mengalami 3 titik longsor yang mengakibatkan 1 warga luka-luka, merusak 2 rumah, serta menutup badan jalan.
Kota Sibolga menjadi wilayah dengan dampak paling besar, dengan 6 kejadian longsor yang mengakibatkan 5 warga meninggal, 3 luka-luka, serta 4 warga masih dalam pencarian, dan merusak 17 rumah. Di Nias, longsor juga menutup akses jalan utama di Desa Hiligodu, Gunungsitoli.
















