Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Anak Sekolah Diwisuda, Pengamat Pendidikan Menilai Tidak Penting

https://unsplash.com/photos/aerial-view-of-graduates-wearing-hats-YZsvNs2GCPU?utm_content=creditShareLink&utm_medium=referral&utm_source=unsplash
https://unsplash.com/photos/aerial-view-of-graduates-wearing-hats-YZsvNs2GCPU?utm_content=creditShareLink&utm_medium=referral&utm_source=unsplash

Medan, IDN Times - Pengamat Pendidikan, Muhammad Rizal Hasibuan menyoroti fenomena wisuda anak Taman Kanak-kanak/Paud, Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas yang kini sedang marak menjadi perbincangan. Menurutnya wisuda adalah sesuatu yang sakral yang hanya dilakukan setelah tamat perguruan tinggi saja, tidak perlu dilakukan saat lulus TK hingga SMA.

"Idealnya, menurut saya wisuda TK, SD, SMP dan SMA itu tidak perlu dilakukan jadi cukup atau tidak terlalu penting dan tidak ada urgensinya. Ini harus digaris wabahi, wisuda tidak ada urgensinya untuk TK, SD, SMP, dan SMA," ucapnya pada IDN Times, Jumat (11/5/2025).

Menurutnya, tanda tamat mereka sebagai pelajar atau siswa cukup dengan menuntaskan pendidikan dan setelah selesai bisa berkumpul dalam satu tempat kemudian dilakukan perpisahan.

"Jadi, wisuda itu tak perlu ada dan perpisahan dilakukan di sekolah saja gak perlu harus keluar," ucapnya.

1. Tidak ada nilai edukasinya

Ilustrasi wisuda. (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi wisuda. (IDN Times/Mardya Shakti)

Pastinya, wisuda membutuhkan biaya. Sehingga, dia menilai kondisi masyarakat yang saat ini berdampak pada lemahnya ekonomi mulai dari ditingkat nasional maupun internasional.

"Jadi, cara penghematan menurut saya yang baik dan secara psikologis menurut saya gak ada ya karena itu hanya bagian selebrasi. Hanya kesenangan yang sebenarnya bisa dilakukan dengan cara yang lebih baik menurut saya tidak perlu dengan cara seperti itu beda dengan perguruan tinggi," jelas Rizal 

Perguruan tinggi baginya memang sudah menjadi tatanan budaya yang ada sejak lama. Sehingga, kegiatan wisuda dalam perguruan tinggi merupakan budaya dalam kegiatan yang memiliki literatur atau literasi hingga sampai saat ini.

"Tapi kalau untuk TK, SD, SMP, dan SMA saya tidak menemukan literasi seperti itu. Bahkan, saya tidak melihat ada nilai edukasinya, yang ada itu menurut saya kegiatannya berlebihan dan tidak ada manfaatnya juga," tuturnya.

Hadirnya wisuda untuk para siswa hanya dinilai sebagai peluang komersial, dan tidak memiliki nilai edukasi. Rizal berharap, pemerintah bisa lebih tegas untuk menghapus wisuda untuk tingkat TK/Paud, SD, SMP, hingga SMA.

2. Hanya kepentingan komersialisasi sekolah dengan menggunakan biaya dari wali murid

(Ilustrasi wisuda) IDN Times/Mardya Shakti
(Ilustrasi wisuda) IDN Times/Mardya Shakti

Terkait dampak psikologis atau sosial, menurutnya tidak ada. Sebab, wisuda yang menjadi budaya ini hanya ada pada perguruan tinggi. Bukan untuk pada siswa jenjang sekolah dasar atau menengah. Namun, berbeda cerita jika itu hanya dinilai untuk kepentingan di media sosial.

"Saya ada pernah diminta untuk mengikuti wisuda anak saya tamat SMP, jadi masih budaya yang sangat baru. Jadi ini gak perlu, karena hanya kepentingan komersialisasi dan tujuannya yang tidak bermanfaat atau tujuannya hanya menghabiskan biaya orangtua," terang Rizal.

Baginya, kegiatan wisuda hanya mengikuti tren dan sudah menjadi kebiasaan sehingga dirasakan wajib.

"Dampaknya banyak mudarat dibandingkan manfaatnya, maka sebaiknya menurut saya dihapuskan saja. Bisa diganti dengan yang lain yang menggambarkan budaya," sebutnya.

Dia pernah melihat perpisahan bisa dilakukan dengan cara membuat dia bersama sebagai rasa syukur atas lulusnya siswa-siswi tersebut.

"Ada sekolah yang saya lihat, perpisahannya membuat doa bersama dan berkumpul atau syukuran yang lebih beradab dibanding dengan wisuda yang gak ada maknanya. Tingkat SD, SMP, dan SMA tidak diutamakan nilai seperti indeks prestasi kumulatifnya mahasiswa yang perlu diunggulkan dan diselebrasikan itu tidak ada penilaiannya untuk jenjang berikutnya kan sudah tidak ada lagi," katanya.

Kemudian dia mengatakan bahwa, pentingnya wisuda untuk perguruan tinggi agar dapat menunjukkan kepada masyarakat tentang kelulusannya. Mulai dari lulusannya yang terbaik, dengan nilai IPK  tinggi hingga terendah.

"Jadi nilai psikologisnya ada buat yang nilai tinggi biasa cenderungnya kan ditawar dan digunakan perusahaan untuk bekerja dan itu salah satu cara untuk menjaring kelulusan," jelasnya.

Alasan lain menurutnya hadir wisuda untuk perguruan tinggi karena sudah melalui dunia pendidikan untuk sekolah yang telah berbelasan tahun lamanya. Sehingga, menjadi wajib untuk dilakukan selebrasi dan pamer akan nilai IPK sebagai inspirasi bagi yang lain.

"Budaya yang ada diperguruan tinggi itu tidak selamanya cocok, untuk diterapkan pada pendidikan yang lebih rendah. Jadi, gak bisa jadi tujuannya itu apa coba. Gak ada ya. Secara psikologis juga gak ada," paparnya.

3. Diskriminasi bisa muncul dengan wisuda yang dikemas elit dan mewah

Wisuda
Wisuda

Penilaian dalam diskriminasi bisa saja muncul, karena satu sekolah akan melakukan selebrasinya ditempat yang lebih mewah dibanding dengan sekolah yang lain. Hal ini menimbulkan ketimpangan dalam kehidupan masyarakat. Artinya, mengemas wisudanya secara elit dan mewah.

"Gunanya untuk apa, anak TK, SD, SMP seperti itu, menurut saya sia-sia lebih bagus mereka dipanggil saja orangtuanya foto bersama disekolah cukup dilakukan itu dibandingkan dengan hal tersebut," tambah Rizal.

Menurutnya, keberhasilan seorang anak didik itu tidak diukur dengan adanya selebrasi, seperti dengan ada foto wisuda dan lainnya. Tapi, dilihat dari indeks prestasi nilai rata-ratanya. Kemudian, nilainya yang berdampak untuk bisa diterima di perguruan tinggi negeri atau swasta.

"Setelah itu, bisa dilihat dari keberhasilannya mencapai nilai tinggi dan pekerjaan dari sudut pendidikan, kalau mau ditambah lagi sempurna tentu mereka yang sukses secara akademiknya tadi. Tapi juga ditambah dengan agamamya yang bagus," jelasnya.

4. Sekolah sebaiknya membuat acara mendekatkan anak didik pada orangtua dan agamanya

ilustrasi wisuda (pexels.com/Pavel Danilyuk)
ilustrasi wisuda (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Dia berharap para orangtua untuk dapat berpikir kembali manfaat dari rencana wisuda yang akan digelar.

"Berpikirnya lebih positif memandang keberhasilan selebrasi itu pada hal yang saya sebutkan tadi, jadi bangganya kita terhadap didikan itu harus sudah menyelesaikan pendidikannya secara baik dan bukan dari foto wisudanya. Foto dimana dia wisuda dan tempatnya, itu kan kepentingannya ke media sosial. Nah, kepada penyelenggara pendidikan diharapkan dapat mengambil inisiatif dan tidak mengikuti cara-cara yang tidak bermanfaat," tegasnya.

Dia menyarankan, sekolah bisa membuat acara yang lebih bermakna dengan lebih mendekatkan anak didik atau siswa kepada sekolah, orangtua dan agamanya.

"Acara yang berbau religius itu lebih baik dan bermakna dibanding selebrasi yang tidak memiliki makna, tetapi hanya memiliki dampak status di media sosial. Artinya, itu menjadi salah satu contoh alternatif untuk membangun karakter anak untuk menandai kelulusan," ucapnya.

5. Pemerintah diminta untuk membuat surat edaran untuk ditiadakan wisuda bagi pelajar

Ilustrasi wisuda (freepik.com/artursafronovvvv)
Ilustrasi wisuda (freepik.com/artursafronovvvv)

Menurut Rizal, baiknya pemerintah membuat Surat Edaran (SE) saja dari Kementrian Pendidikan untuk TK/Paud, Sekolah Dasar hingga menengah bahwa itu dihapuskan dan dilarang melakukan kegiatan wisuda tingkat TK, SD, SMP, dan SMA.

"Regulasi dengan surat edaran itu sudah cukup menurut saya, gak perlu ditetapkan dalam undang-undang gak perlu lah. Surat edaran yang diberikan keseluruh sekolah yang ada di Indonesia," pungkasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Indah Permata Sari
Arifin Al Alamudi
Indah Permata Sari
EditorIndah Permata Sari
Follow Us