Pembangunan Dikebut, Orang Papua Juga Berpeluang Jadi Presiden

Dari Webinar Menakar Masa Depan Papua

Jakarta, IDN Times -  Di tengah upaya pemerintah melakukan akselerasi pembangunan di segala sektor di Papua, isu negatif menerpa soal penegakan hukum dan keadilan sosial di Papua. Begitupun upaya mengejar pembangunan terus dilakukan agar Papua dan Papua Barat menjadi daerah yang maju sejajar dengan provinsi lain.

Hal itu disampaikan Deputi Kominfo Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto dalam webinar berjudul “Menakar Masa Depan Papua,” Minggu (14/6). Menurut Wawan pembangunan di Papua masih di jalurnya.

“Kita sadari pembangunan di Papua butuh percepatan. Kita kerjakan secara holistik, menuju kearah keadilan sosial di tanah Papua. Kita ingin pelayanan dasar di sana lebih baik dan mampu mengembangkan ekonomi lokal,” ujar Wawan.

1. Ajang seperti PON membuat fasilitas olahraga kelas internasional dibangun di Papua

Pembangunan Dikebut, Orang Papua Juga Berpeluang Jadi PresidenInstagam.com/jagadnegoro2002

Program dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua juga terus dilakukan secara afirmatif dan cepat karena akan segera berakhir di tahun 2021. Dengan persiapan PON (Pekan Olahraga Nasional) misalnya, pemerintah membangun venue-venue berkelas dunia. Pembangunan infrastuktur, listrik, air bersih, logistik lewat jembatan udara dan kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga merupakan wujud dari percepatan pembangunan yang kini berlangsung di Papua.

“Kita selalu mendorong percepatan pembangunan di Papua. Kami sering ke Bappenas untuk memprioritaskan program pembangunan di Papua. Sekarang kan sudah mulai terlihat hasilnya,” sambung Wawan.

2. Yang terpenting pembangunan SDM orang asli Papua

Pembangunan Dikebut, Orang Papua Juga Berpeluang Jadi Presidenwebinar Menakar Masa Depan Papua (Dok.IDN Times/istimewa)

Hal yang paling penting dari pembangunan di Papua menurut Wawan adalah pembangunan sumber daya manusia orang asli Papua (OAP). ia menilai kini kemampuan dan kreativitas warga Papua dalam mengembangkan ekonomi sudah sangat berkembang. Salah satu buktinya adalah keberadaan kawasan-kawasan terpadu di Sorong, Teluk Bintuni, Raja Ampat yang terkenal di dunia yang juga semakin dikenal karena kerja keras warga setempat.

“Pemuda-pemuda Papua menunjukkan punya masa depan yang cemerlang. Di Sekolah Intelijen Negara, anak-anak Papua bagus-bagus, IQ nya diatas rata-rata. Taruna-taruna Papua dikirim ke luar negeri karena prestasinya yang bagus. Maka kedepan kita jangan lagi berpikir hanya pemuda dari Jawa, Sumatera, Sulawesi yang mendominasi (kemampuannya),” ujar Wawan.

Wawan melihat peluang pemuda-pemuda Papua menjadi pemimpin masa depan Indonesia sangat besar karena pemuda-pemuda Papua dinilainya sangat kompetitif.

“Lihat Obama (mantan Presiden Amerika), dia Afro-Amerika, bisa jadi Presiden. Suatu saat nanti anak-anak Papua bisa jadi presiden. Kita berkompetisi saja. Tidak ada yang tidak mungkin,” ujarnya.

Baca Juga: Kisah Sukses 3 Mahasiswa Papua yang Melanjutkan Studi di New Zealand

3. Soal isu separatisme, perlu adanya perubahan paradigma diskriminatif terhadap orang-orang Papua di berbagai bidang

Pembangunan Dikebut, Orang Papua Juga Berpeluang Jadi PresidenDanau Sentani (Pixabay/msanprasdo)

Lalu bagaimana soal isu-isu mengenai separatisme yang bertentangan dengan ideologi NKRI,?Wawan menilai pemerintah tetap akan memberikan perlindungan hukum bagi pemuda-pemuda Papua yang berbeda haluan ideologi meskipun gerakan-gerakan separatisme melanggar konstitusi dan merupakan tindak pidana.

Komunikasi lewat dialog-dialog untuk meredam isu separtisme ang kerap ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan internasional juga terus dilakukan.  "Ayo kita bicara dari hati ke hati dengan kelompok-kelompok yang berbeda ideologi,” ujar Wawan.

Pada kesempatan yang sama, tokoh Pemuda Papua yang juga Anggota DPRD Papua, Boy Markus Dawir menilai kelompok-kelompok yang berseberangan dengan NKRI adalah pemuda-pemuda yang merasakan ketidakadilan dari negara. Misalnya mereka ada diskriminasi dalam penerimaan ASN, TNI/Polri, atau sekolah kedinasan lainnya termasuk seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Paradigma diskriminatif yang seperti ini menurutnya harus diubah dan tidak boleh lagi terjadi di Papua.

“Bagi saya memang negara harus hadir untuk bagaimana bisa merubah mindset pemuda-pemuda Papua. Ini masalah kita bagaimana mengawal NKRI di Papua ke depan,” terangnya.

4. Menyelesaikan permasalahan di Papua harus duduk bareng

Pembangunan Dikebut, Orang Papua Juga Berpeluang Jadi PresidenIlustrasi kegiatan belajar mengajar siswa di Kabupaten Lanny Jaya, Papua (Facebook/Maruntung Sihombing)

Tuduhan rasisme, diskriminasi terhadap Papua menurut Duta Besar Indonesia Imron Cotan merupakan salah persepsi karena selama ini suku-suku Papua justru sangat berkembang dan eksistensinya sudah berada di seluruh wilayah di Indonesia. Secara hukum, Undang-Undang Nomor 21/2011 tentang Otsus Papua menyebutkan, seluruh jabatan publik di Papua harus diduduki oleh orang asli Papua.

Sementara konflik-konflik yang terjadi selama ini karena adanya Gerakan-gerakan separatis yang bersenjata yang mencoba melawan pemerintah. Akibatnya, terjadi pertumpahan daerah karena kontak senjata antara TNI/Polri dengan kelompok separatisme.

Sementara akademisi dari FISIP Universitas Indonesia Chusnul Mariyah menekankan agar permasalahan di Papua agar diselesaikan dengan cara dialog dengan pendekatan persuasif, bukan dengan pendekatan kekuasaan.

“Menyelesaikan masalah di Papua itu harus duduk bareng. Dengarkan apa mau kelompok-kelompok yang punya aspirasi, harus dengan pendekatan nilai. Menyelesaikan permasalahan di Papua tidak bisa dengan pendekatan kekuasaan, dengan angkat senjata,” tegas Chusnul.

Baca Juga: 450 Prajurit Sumut Berangkat ke Perbatasan Indonesia-Papua Nugini

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya