TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pertama di Dunia, Petani Sawit Indonesia Dapatkan Sertifikasi RSPO

30 orang petani sawit swadaya kelola lahan 130 hektare

Julhadi Siregar Ketua Gapoktan Sawit Maju Bersama Kecamatan Muara Batangtoru, Tapanuli Selatan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Palembang, IDN Times - Sebanyak 30 orang pekebun swadaya yang mengelola 130 hektare kebun sawit di bawah KUD Mitra Bersama di Provinsi Sumatera Selatan menjadi kelompok pekebun swadaya pertama yang mendapatkan sertifikasi berdasarkan Standar Pekebun Swadaya RSPO yang baru diberlakukan.

Badan Sertifikasi Mutuagung Lestari belum lama ini menyelesaikan audit terhadap kelompok pekebun KUD Mitra Bersama dengan tetap menerapkan prosedur Covid-19 guna memastikan kesehatan dan keselamatan semua orang yang terlibat dalam kegiatan ini. Mutuagung Lestari menyetujui bahwa kelompok ini lolos dalam tahap ‘Kelayakan’ sertifikasi Pekebun Swadaya RSPO, sehingga dapat mengalokasikan 40% dari volume produksi TBS-nya dalam bentuk Kredit Pekebun Swadaya RSPO (RSPO ISH Credits) untuk diperjualbelikan melalui platform PalmTrace RSPO.

Baca Juga: New Normal, Konsumen Minta Lebih Banyak Produk Sawit Berkelanjutan

1. Standar baru ini berfungsi sebagai fondasi yang penting untuk pergerakan RSPO

Ilustrasi Kelapa Sawit (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)

Direktur RSPO Indonesia, Tiur Rumondang, mengatakan standar baru ini berfungsi sebagai
fondasi yang penting untuk pergerakan RSPO dalam rangka mengubah pasar sekaligus
memastikan pelibatan pekebun.

"Saya sangat gembira pekebun swadaya Indonesia menjadi yang pertama di dunia yang melakukan pencapaian besar ini - selamat kepada KUD Mitra Bersama,” ujarnya dalam pernyataan tertulis yang diterima IDN Times.

KUD Mitra Bersama didukung melalui proyek yang dijalankan oleh anggota RSPO, Louis Dreyfus Company yang bekerja sama dengan Louis Dreyfus Foundation dan organisasi nirlaba Belanda SNV dalam menyediakan dukungan pendanaan dan pengembangan kapasitas, termasuk www.rspo.org pelatihan sertifikasi dan praktik pertanian yang baik terkait penilaian kualitas sawit, panen dan pengangkutan, pemeliharaan, penilaian perkebunan, penggunaan pupuk yang bertanggung jawab, serta pengendalian hama dan penyakit.

2. Persyaratan sertifikasi begitu kompleks

Puluhan petani sawit mengikuti Sekolah Lapang yang merupakan program upaya menerapkan sawit berkelanjutan (IDN Times/Masdalena Napitupulu)

Rubens Marques, CEO Louis Dreyfus Company Indonesia mengatakan rendahnya hasil panen menyebabkan pekebun sawit dari kalangan pekebun sering kali hanya memiliki sarana yang terbatas untuk berinvestasi dalam pertanian berkelanjutan.

"Demi memenuhi persyaratan sertifikasi yang begitu kompleks, mereka menghadapi risiko dikeluarkan dari rantai pasok perusahaan yang berkomitmen untuk memperoleh pasokan produk-produk bersertifikat,” ujar Rubens.

“Oleh karena itu, kami sangat senang dan bangga menyaksikan komunitas pertanian yang telah bekerja bersama kami sejak tahun 2019 ini dan kami menjadi koperasi pekebun yang pertama mendapatkan sertifikasi Pekebun Swadaya RSPO, di mana ini adalah pencapaian yang kami harapkan dapat membuka jalan bagi pekebun-pekebun lainnya di Indonesia dan negara lainnya untuk memulai perjalanan menuju rantai pasok yang lebih berkelanjutan,” tambahnya.

3. Dampak positif dirasakan oleh kelompok-kelompok pekebun di luar negeri

Berlin Sihombing, 44, ketua Kelompok Tani (Gapoktan) Sawit Jaya Lestari Saseba Kelapa Sawit Berkelanjutan Kecamatan Angkola Sangkurnur. (IDN Times/Masdalena Napitupulu)

Kepala Program Pekebun RSPO, Ashwin Selvaraj, menambahkan, standar Pekebun Swadaya yang berlaku ini adalah suatu kesempatan untuk semakin membawa perubahan berkelanjutan dan sistemis yang sangat meningkatkan kesejahteraan pekebun secara global, dan pihaknya juga melihat dampak positif yang dirasakan oleh kelompok-kelompok pekebun di Malaysia, Thailand, dan Meksiko yang telah siap untuk diaudit.

Skema sertifikasi Standar Pekebun Swadaya RSPO terdiri atas tiga tahap, yaitu ‘Kelayakan’ , ‘Tonggak Capaian A’, dan ‘Tonggak Capaian B’. Setiap tahap memiliki klaim tertentu secara spesifik yang dapat dicapai pekebun sehubungan dengan produksi dan manfaat terkait bagi produsen. Setiap tahap juga memiliki audit lapangan untuk menilai kepatuhan terhadap persyaratan tertentu.

Untuk dapat melanjutkan ke tahap berikutnya, kelompok pekebun KUD Mitra Bersama harus menunjukkan peningkatan lebih lanjut dalam mencapai indikator tonggak capaian yang selanjutnya sekaligus mempertahankan kepatuhan terhadap kriteria tahap ‘Kelayakan’ yang sudah dipenuhinya.

Baca Juga: Perjuangan Petani Dapatkan Standar Sawit Hijau di Tapanuli Selatan

Berita Terkini Lainnya