Dear Mahasiswa Baru, Ini 5 Tips Menjalani Hidup Anak Rantau di Medan

Merantau untuk menuntut ilmu adalah sebuah lompatan besar, sebuah perjalanan heroik yang akan membentuk dirimu. Namun, mari kita jujur sejenak. Di balik euforia menjadi anak rantau, ada segudang kecemasan yang mungkin sedang kau rasakan.
Pindah ke kota baru, apalagi kota dengan reputasi sekuat Medan, bukan sekadar ganti alamat. Ini adalah proses adaptasi total yang akan menguji mental, dompet, dan kemampuan sosialmu. Banyak mahasiswa perantau, terutama di tahun pertama, mengalami apa yang disebut culture shock, keterkejutan budaya yang bisa datang dari perbedaan bahasa, kebiasaan, hingga tekanan akademik dan finansial.
Tantangan ini nyata dan jika tidak dihadapi dengan strategi yang tepat, bisa mengganggu fokus kuliah dan membuatmu merasa terasing. Tapi tenang, jangan cepat kali pening! Anggap saja artikel ini sebagai "contekan" dari seniormu yang sudah lebih dulu merasakan asam garam kehidupan mahasiswa di Medan.
Bertahan hidup dan bahkan berjaya di kota ini bukanlah soal keberuntungan, melainkan soal strategi. Rangkuman 5 jurus pamungkas ini akan membantumu menavigasi segala tantangan, mulai dari mengatur duit bulanan yang pas-pasan hingga memahami "cakap anak Medan" yang kadang bikin kening berkerut.
Siap-siap catat, weh! Ini dia contekan wajib biar kau nggak cuma jadi mahasiswa, tapi jadi 'Anak Medan' sejati!
1. Cerdik atur duit, kunci biar dompet nggak Jerit di akhir bulan

Langkah pertama menjadi anak rantau adalah menjadi "menteri keuangan" untuk diri sendiri. Namun, kemerdekaan finansial ini datang dengan tanggung jawab besar, terutama saat kiriman bulanan dari orang tua harus dicukup-cukupi. Banyak orang tua di kampung halaman juga berjuang keras untuk membiayai pendidikanmu, sehingga uang saku yang diberikan seringkali seadanya.
Kabar baiknya, biaya hidup di Medan relatif terjangkau. Seporsi nasi dengan lauk dan sayur di warung makan bisa didapat dengan harga sekitar Rp 10.000, dan sewa kamar kos yang layak bisa ditemukan mulai dari Rp 450.000 hingga Rp 1.000.000 per bulan, tergantung fasilitas dan lokasi. Namun, jangan terlena. Tanpa manajemen yang cerdas, godaan untuk jajan dan nongkrong bisa membuat dompetmu menangis bahkan sebelum tanggal 15.
Selain "makan terbang", opsi lain yang bisa kamu pilih adalah dengan menerapkan gaya hidup "mahasiswa hemat tapi tidak pelit". Lupakan kebiasaan makan di luar setiap hari yang bisa menghabiskan Rp. 50.000 atau lebih. Mulailah memasak sendiri. Pilih kos yang menyediakan dapur bersama dan belanja lah bahan makanan di pajak (pasar tradisional) seperti Pajak Sukaramai atau pajak terdekat lainnya, bukan di mal, karena harganya jauh lebih miring.
Terapkan juga peribahasa "ringan sama dijinjing, berat sama dipikul" dengan cara patungan membeli bahan makanan bersama teman-teman kos. Selain lebih hemat, menumu jadi lebih bervariasi dan kebersamaan pun terjalin.
Jangan lupa, pilih kos yang sudah menyediakan fasilitas WiFi gratis. Ini akan menghemat pengeluaran kuota internet bulanan yang bisa mencapai Rp 50.000 hingga Rp 150.000. Tips kecil lainnya seperti mencuci baju sendiri, membeli barang preloved, dan mengumpulkan uang receh di celengan juga sangat ampuh untuk menyelamatkanmu di akhir bulan.
2. Kuasai kamus gaul Medan, biar nggak 'bengak' waktu diajak kombur

Salah satu tantangan terbesar bagi perantau di Medan adalah bahasanya. Apa yang terdengar kasar atau ngegas bagi telinga orang luar seringkali adalah cara bicara yang normal dan menunjukkan keakraban bagi anak Medan. Intonasi tinggi dan gaya bicara yang blak-blakan ini berakar dari budaya lokal, salah satunya filosofi Batak.
Jadi, tips pertama dan utama adalah " jangan goyang kali" (baper). Ini adalah bagian dari culture shock yang wajar dialami, sebuah fase yang oleh para ahli disebut pola "Kurva-W" (W-Curve), di mana kamu akan mengalami pasang surut emosi sebelum akhirnya bisa beradaptasi dengan baik.
Untuk mempercepat adaptasi, kamu wajib menguasai beberapa kosakata kunci yang bisa menyebabkan salah paham fatal. Yang paling klasik adalah awak (saya/aku) dan kelen (kalian), serta kata-kata fungsional seperti cak (coba), dan cemana (bagaimana) yang akan kamu dengar setiap hari. Banyak kata kata yang belum sering kita dengar meski kita juga orang sumatera utara, tetapi terus belajar mencari tahu dan menyesuaikan diri merupakan kunci untuk dapat berbaur dengan orang orang Medan yang beragam suku dan budayanya.
3. Strategi pilih kos dan transportasi, modal utama jadi anak kampus lincah

Memilih tempat tinggal atau kos adalah keputusan strategis pertama yang akan menentukan nasibmu selama beberapa tahun ke depan. Ini bukan hanya tentang mencari kamar untuk tidur, tapi tentang menentukan "pangkalan utama" yang akan memengaruhi anggaran harian, waktu tempuh, energi, dan keamanan. Lokasi adalah segalanya.
Bagi kamu yang akan kuliah di UNIMED, area-area seperti sepanjang Jalan Willem Iskandar (Pancing), Kecamatan Medan Tembung, dan Percut Sei Tuan adalah pusatnya kos-kosan mahasiswa. Sementara untuk mahasiswa USU, daerah Padang Bulan, sekitar Jalan Dr. Mansyur, dan Kecamatan Medan Selayang adalah surga anak kos. Harga sewa di area ini sangat bervariasi, mulai dari kamar sederhana dengan fasilitas dasar seharga Rp 500.000–Rp 800.000 per bulan, hingga kos eksklusif dengan AC dan kamar mandi dalam yang harganya bisa di atas Rp 1.500.000
Setelah menentukan area kos, jurus selanjutnya adalah menaklukkan transportasi publik. Lupakan sejenak angkot (angkutan kota) yang mungkin terlihat semrawut. Medan kini punya andalan transportasi massal yang modern, nyaman, dan super ramah di kantong mahasiswa yakni Bus Listrik. Bus-bus ini sudah ber-AC, bersih, dan jadwalnya lebih terprediksi. Yang paling penting, ada tarif subsidi khusus untuk pelajar dan mahasiswa. Cukup dengan mendaftarkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) di lokasi yang telah ditentukan.
Strategi paling jitu lainnya adalah menyinergikan pilihan kos dengan jaringan transportasi. Carilah kos yang tidak hanya dekat dengan kampus, tetapi juga berada dalam jarak berjalan kaki yg wajar ke koridor Bus Listrik. Kombinasi ini akan menciptakan "segitiga emas" efisiensi, biaya transportasi harian terpangkas drastis, waktu perjalanan menjadi lebih singkat, dan kamu punya lebih banyak energi dan uang untuk dialokasikan ke kegiatan lain seperti belajar, berorganisasi, atau sekadar bersosialisasi. Keputusan cerdas di awal ini adalah langkah proaktif untuk mengurangi stres finansial dan logistik yang sering dialami anak rantau.
4. Waspada tingkat dewa, kenali Medan 'Zona Merah' biar nggak jadi mangsa

Di balik segala pesonanya, ada satu reputasi Medan yang tidak bisa diabaikan, kota ini keras. Ini bukan sekadar omongan, data berbicara. Sumatera Utara tercatat sebagai provinsi dengan tingkat kriminalitas tertinggi di Indonesia, dan kejahatan jalanan seperti begal menjadi salah satu yang paling menonjol. Ironisnya, data nasional menunjukkan bahwa pelajar dan mahasiswa adalah kelompok korban yang paling banyak disasar, mencapai hampir 27% dari total korban begal di seluruh Indonesia pada awal tahun 2024. Ini bukan untuk membuatmu takut, tapi untuk membekali mu dengan kewaspadaan tingkat dewa. Menganggap remeh keamanan diri adalah kesalahan fatal bagi pendatang baru.
Para pelaku kejahatan jalanan di Medan terkenal nekat dan tidak segan melukai korbannya, seringkali karena berada di bawah pengaruh narkoba yang membuat mereka lebih brutal dan tidak berpikir panjang. Modus operandinya beragam, mulai dari memepet dan mengancam korban dengan senjata tajam di jalanan sepi, hingga modus yang lebih terorganisir seperti menyamar sebagai aparat. Pihak kepolisian bahkan telah merilis daftar titik rawan atau "zona merah", di antaranya Jalan Gatot Subroto, Jalan Sutomo, Jalan A.R. Hakim, Jalan Perintis Kemerdekaan, dan Kompleks Asia Mega Mas, beberapa di antaranya merupakan jalur yang sering dilalui mahasiswa.
Maka dari itu, kamu harus punya strategi pertahanan diri. Pertama, selalu utamakan keselamatan di atas segalanya jika terpaksa berhadapan dengan pelaku, jangan melawan secara membabi buta karena nyawamu lebih berharga dari gawai atau dompet. Kedua, hindari menjadi target empuk, jangan pamer barang berharga, motor dikunci ganda, batasi bepergian sendirian di malam hari, dan selalu pilih rute yang ramai dan terang benderang. Ketiga, tingkatkan kewaspadaan selalu perhatikan sekelilingmu, jangan terlalu asyik dengan ponsel saat di jalan, dan informasikan teman atau keluarga jika kamu akan pulang larut.
5. Kampus Bukan Hanya Soal Nilai, tapi Bekal Nyata untuk survive di Medan dan dunia kerja

Banyak yang bilang, IPK 4.0 adalah segalanya. IPK tinggi itu penting, tapi itu baru setengah dari cerita sukses. Bekal sesungguhnya yang akan membuatmu survive di kota ini dan nanti di dunia kerja adalah jaringan pertemanan dan keterampilan sosial yang kamu bangun di luar kelas. Dan cara tercepat untuk membangun keduanya? Ikut Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) atau organisasi kampus.
Di kota yang terasa "keras" bagi pendatang baru, organisasi adalah jalan pintas untuk mendapatkan "keluarga". Di sinilah kamu akan bertemu senior yang bisa memberimu tips cari kos aman, teman seangkatan yang jadi partner mengerjakan tugas, dan adik kelas yang bisa kamu bantu nantinya.
Jaringan ini adalah jaring pengaman sosialmu. Saat kamu butuh bantuan, merekalah orang pertama yang akan kamu cari. Pergaulanmu tak akan terbatas di lingkungan prodi saja, tapi meluas se-universitas. Inilah cara paling efektif untuk berintegrasi dan merasa "memiliki" Medan.
Lebih dari itu, pengalaman berorganisasi adalah investasi karier terbaik. Saat wawancara kerja, perusahaan tidak hanya bertanya transkrip nilaimu. Mereka akan bertanya, "Apa pengalamanmu memimpin tim? Bagaimana kamu menyelesaikan konflik? Pernah mengelola acara?" Jawaban dari semua itu ada di UKM. Kemampuan lobi, negosiasi, dan komunikasi yang kamu asah saat mencari dana acara atau berdebat di rapat, adalah bekal yang jauh lebih nyata daripada sekadar menghafal teori di buku.
Nah, itu dia lima jurus dasar untuk memulai petualanganmu di Medan. Ingat, setiap sudut kota ini punya cerita dan pelajaran. Jangan takut salah, jangan takut bertanya, dan yang terpenting, nikmati setiap prosesnya. Punya tips lain yang belum disebutkan? Atau punya pengalaman lucu pas pertama kali datang ke Medan? Yuk, bagikan ceritamu di kolom komentar!