Teater Dermaga, Giat Seni yang Mekar di Tengah Konflik Berdarah Belawan

- Teater Dermaga telah menggelar banyak pementasan drama dan film pendek, termasuk pertunjukan teater berjudul 'Doa si Penggali Kubur' dan film 'Suci' yang mengangkat realitas masyarakat pesisir.
- Anak-anak Teater Dermaga tidak hanya manggung, tetapi juga memproduksi film yang mengangkat realita masyarakat pesisir, seperti masifnya anak-anak putus sekolah dan konflik sosiologis lainnya.
- Teater Dermaga terbentuk atas keresahan anak-anak muda terhadap kondisi sosiologis Belawan, dengan tujuan memberikan alternatif positif kepada pemuda di lingkungan yang rawan konflik.
Medan, IDN Times - Deru mesin kapal mondar-mandir terdengar, namun suara anak-anak Teater Dermaga yang sedang latihan olah vokal seakan tak mampu teredam. Mereka lantang melafalkan huruf vokal a-i-u-e-o sekeras kerasnya. Hal ini untuk menguji jika nanti mereka kembali naik pentas dan disaksikan ribuan penonton. Sebab, artikulasi dalam suatu teater harus bisa didengar dengan jelas dan lugas.
Di pinggir muara Sungai Deli dekat Pelabuhan Belawan, belasan remaja itu tampak mulai mengganti topik latihan. Duduk melingkar di bawah sinar mentari sore yang jenjam, sesekali mereka langsung berakting menirukan tokoh yang diperankan. Mulai dari sosok legendaris Datuk Batang Kuis sampai dengan orang gila hingga debt collector. Semua bisa mereka perankan dengan latihan rutin sekurang-kurangnya dua kali dalam seminggu
Bak mawar yang merekah di tengah belukar, begitulah metafora yang tepat untuk merepresentasikan Teater Dermaga. Mereka hadir di tengah situasi Belawan yang carut marut, rusuh, dan rawan konflik. Jika mayoritas pemuda di Kelurahan Belawan I menenteng senjata tajam hendak tawuran, namun berbeda dengan anak-anak Teater Dermaga. Mereka mampu bersikap arif dengan memilih seni sebagai jalan kreativitas dan tak jarang menginspirasi anak muda lain. Uniknya, tidak sedikit anggota Teater Dermaga yang dahulunya merupakan bekas pentolan pelaku tawuran.
1. Sudah banyak pementasan drama yang dibuat para Laskar Teater Dermaga

Ada banyak poster yang melekat di dinding kayu basecamp anak-anak teater dermaga. Poster itu bukan sembarang poster, namun rekam jejak mereka yang pernah menggarap sejumlah pertunjukan teater bahkan film-film pendek karya sendiri.
Di tempat tak terlalu luas ini, anak-anak Teater Dermaga biasanya berkumpul untuk berdiskusi. Bukan cuma itu, di sini semua ide mereka ditampung dan bersama-sama direalisasikan menjadi produk-produk kreatif.
"Sudah banyak pementasan yang kami adakan. Di bulan September kemarin, kami menghelat pertunjukan teater berjudul 'Doa si Penggali Kubur' dalam rangka parade teater Medan. Kita juga pernah mengangkat legenda 'Datuk Batang Kuis' dan juga ada legenda 'Datuk Alamsyah'," kata Danu Pramana selaku Laksmana Teater Dermaga kepada IDN Times.
Jika bicara soal prestasi atau lomba-lomba yang pernah diikuti, Teater Dermaga jawaranya! Di atas dinding sekretariat mereka, terpajang banyak sekali piala-piala yang didapatkan para anggota yang mereka sebut sebagai "Laskar".
Meski punya keterbatasan tempat karena sekretariat yang kecil, geliat sastra mereka seolah tak pernah tercekat. Seperti nama perkumpulan mereka, latihan pun selalu dihelat di dermaga.
"Kami latihan di dermaga, karena keterbatasan tempat di Sekretariat kami. Seperti di pelabuhan kapal Pelindo atau kapal Kelud. Biasanya di dermaga atau pelabuhan pasti ada tempat lumayan luas, dan biasanya kami di situ. kami sering latihan malam hari. Tapi di hari-hari tertentu kami buat di sore hari seperti hari Sabtu dan Minggu atau menjelang pementasan," jelas Danu.
2. Bukan hanya pementasan drama, Teater Dermaga juga punya banyak film pendek yang mengangkat realita masyarakat pesisir

Selain manggung sana-sini, siapa sangka, jika komunitas yang bernaung di sekretariat sempit ini juga sudah memproduksi film. Menariknya, film-film tersebut mengangkat realitas masyarakat pesisir. Mulai dari masifnya anak-anak putus sekolah, sampai dengan konflik sosiologis lain yang mengkhawatirkan.
"Film karya kami ada, cukup banyak. Salah satunya berjudul 'Suci' dan "Mimpi di Atas Perahu" yang kami angkat dari kearifan lokal. Suci itu tentang Human Trafficking yang memang terjadi di Belawan. Ini sebagai edukasi juga, maksudnya hal ini bisa menjadi pemahaman positif untuk kita," beber sang Laksmana.
Danu menyebut ada film mereka yang mengangkat soal kehidupan anak nelayan yang putus sekolah kerena berada dalam garis kemiskinan. Sehingga pada akhirnya diiming-imingi untuk bekerja saja meski di umur yang seharusnya disibukkan oleh aktivitas pendidikan sekolah menengah. Naskah, produksi, hingga aktornya merupakan "Laskar" Teater Dermaga.
"Sebagian dari keanggotaan Teater Dermaga ini sering ikut project film. Nah, ada yang jadi kru filmnya, juga ada yang ikut casting untuk pemerannya. Pernah juga lomba casting dan alhamdulillahnya juara casting terfavorit," cerita Danu antusias.
3. Teater Dermaga terbentuk atas keresahan anak-anak muda kepada kondisi sosiologis Belawan

Masih segar di ingatan Samsul Hilal selaku pendiri Teater Dermaga kala pertama kali mendirikan wadah kesenian ini. Teater Dermaga terbentuk tak lepas dari keresahan sosiologis.
"Tahun 1986 teater ini terbentuk. Saat itu para pemudanya sudah tidak peduli lagi dengan lingkungan. Mereka lebih terfokus kepada narkoba, perang, tawuran, dan sebagainya. Padahal kalau saya lihat, banyak potensi-potensi anak-anak ini untuk berkesenian. Saya lihat ada yang bisa baca puisi, ada yang bisa menari, dan kemudian ya saya rekrut mereka dan saya latih," ujarnya menerbitkan senyum.
Awalnya wadah kesenian mereka belum ada namanya. Samsul dan 7 pemuda Belawan yang lain pada akhirnya bersepakat menamakan komunitas mereka "Teater Dermaga" karena dekat dengan pesisir laut.
"Kami duduk di pinggir dermaga kayu. Kami bercerita, 'Bagaimana ya, kita lakukan ini? Banyak anak-anak pandai baca puisi di sekolah, banyak ingin melakukan ini itu, dan ingin masuk TV'. Bingung kami menamai perkumpulan kami ini. Setelah memandang ke laut, 'Kenapa tidak Dermaga saja namanya, ya?!' Dan akhirnya sepakat. Karena tempat latihan kami dari tahun ke tahun juga di dermaga," cerita Samsul.
Mulanya mereka hanya mentas di panggung-panggung kecil perkampungan nelayan. Bahkan mereka menjajal bakatnya lewat acara Maulid Nabi sebelum pada akhirnya berhasil menembus televisi tahun 90-an.
"Sekali itu pernah saya bikin naskah ke TV, ditampilkan di TVRI. Tahun '90an program Drama Remaja. Akhirnya mereka tampil di TVRI, masyarakat melihat bahwa ternyata anak Belawan bisa. Itulah jadi satu kepercayaan bagi kami sampai dengan saat ini," jelasnya.
4. Beberapa anak Teater Dermaga dahulunya merupakan pentolan pelaku tawuran

Menjadi bunga udumbara di tengah belukar bukanlah hal yang mudah. Diakui oleh Samsul bahwa sampai saat ini masih banyak remaja di Belawan yang terlibat tawuran. Bahkan tak heran kala mereka latihan, namun tiba-tiba terdengar gemuruh remaja baku hantam.
"Sekarang ini lebih parah lagi kejadiannya. Anak-anak di Belawan semakin gemar narkoba, sudah tidak bisa kita bendung lagi. Sekretariat kami itu adalah tempatnya konflik. Di saat kami latihan atau diskusi tentang teater, di situlah orang tawuran sampai bacok-bacokan. Dan kami pernah melihat sendiri, ada anak yang kena tembak di situ sampai mati," beber Samsul menceritakan ketegangan di Kelurahan Belawan I.
Anak-anak Teater Dermaga sepenuhnya menyadari bahwa sudah tanggung jawab mereka untuk menebar kebermanfaatan di tengah lingkungan yang rawan konflik. Pada akhirnya mereka melakukan pendekatan yang terbilang unik. Bukan memberi ceramah, alih-alih mereka semakin menunjukan giat seni yang masif dan membuat para pelaku tawuran tertarik. Bahkan kini Laskar Teater Dermaga diisi oleh mantan pentolan pelaku tawuran.
"Manfaat dari teater yang kami dirikan ini, ternyata mereka bisa menghindari narkoba, dan banyak yang sadar juga bahwa tawuran itu tidak berguna dan tidak bermanfaat. Alhamdulillah, ada sebagian anak-anak yang terlibat dengan tawuran, ada yang terlibat dengan narkoba, ada yang sudah tidak menentu hidupnya, direkrut ke Teater Dermaga, dan mereka merasa berarti lagi hidup itu," ungkap pria yang merupakan alumnus kampus perfilman itu.
5. Mimpi Teater Dermaga punya film dan ditampilkan di layar lebar

Kini para Laskar di Teater Dermaga tengah berniat untuk menggarap project ambisius. Tak tanggung-tanggung, mereka ingin membuat film dan layar lebar!
"Kami punya program untuk bikin layar lebar yang tayang ke bioskop berjudul 'Barongsai Keramat'. Itu sebenarnya nanti asisten sutradara, pimpinan produksi, pimpinan unit, penata artistiknya adalah anak-anak Teater Dermaga semua. Kita berdayakan mereka dan salurkan bakat mereka. Saya minta doakan juga kepada masyarakat, kepada teman-teman sekalian agar mendukung kami," pinta Samsul.
Pria yang sedari kecil sudah tinggal di Belawan ini percaya bahwa kampung asalnya itu menyimpan potensi yang besar. Anak-anak nelayan yang sering diremehkan karena banyak yang putus sekolah disebutnya punya bakat terpendam.
"Kalau bicara soal karakter ini, sebetulnya sama saja, ya. Karena juga saya pernah pergi ke beberapa daerah, sama saja. Sebetulnya, bakat di Belawan ini banyak. Bakat olahraga juga banyak, bakat berkesenian juga banyak, cuma mereka tidak ada media atau wadah untuk menyalurkannya. Dan kami ingin terus menjadi wadah itu sampai kapan pun," pungkasnya.


















