Tahukah Kamu? Sosiologi Punya Peran Penting dalam Mitigasi Bencana

MEDAN, IDN Times - Jumlah korban meninggal dunia akibat banjir dan longsor yang melanda 17 kabupaten/kota di Sumatra Utara terus meningkat. Dalam perkembangan data terakhir, Senin (1/12/2025) pukul 17.00 WIB menunjukkan, ada 281 orang meninggal dunia pada rentang waktu 21-28 November 2025. Sementara itu, untuk korban hilang jumlahnya mencapai 174 orang.
Dari data yang diterima, Kabupaten Tapanuli Tengah menjadi daerah tertinggi dengan 86 orang meninggal dunia. Tapanuli Selatan menyusul dengan 79 korban jiwa, kemudian Sibolga 47 orang, Tapanuli Utara 30 orang, Deli Serdang 16 orang, Langkat 11 orang, Humbang Hasundutan 8 orang, Pakpak Bharat 2 orang, serta masing-masing 1 korban jiwa di Nias dan Padang Sidempuan.
Petugas gabungan TNI, Polri, Basarnas, dan relawan kini berpacu dengan waktu menyisir daerah yang masih terisolasi dan tertutup material longsor.
Regu SAR yang dikerahkan ke berbagai titik terdampak dilaporkan masih menemui kendala berat, mulai dari akses yang terputus, cuaca tak menentu, hingga keterbatasan alat berat. Sementara itu, ribuan warga yang selamat masih bertahan di posko-posko pengungsian dengan kebutuhan logistik yang terus meningkat.
Tercatat, ada 1.639.722 korban terdampak dan 547.971 jiwa mengungsi. Upaya pemerintah daerah dan pusat kini terfokus pada pembukaan akses, evakuasi korban, dan pendistribusian bantuan darurat, sementara jumlah korban diprediksi masih dapat bertambah.
Salah satu penyebab banyaknya korban adalah terkait mitigasi bencana. Dalam ilmu Sosiologi, mitigasi bencana bisa membuat kontribusi kepada masyarakat luas. Karena potensi bencana yang tidak bisa diprediksi kapan terjadinya. Karena masalah kebencanaan harus aktual Tapi dalam konteks kebencanaan.
So, Tahukah Kamu? Sosiologi Punya Peran Penting dalam Mitigasi Bencana. Yuk simak penjelasannya:
1. Mitigasi bencana bisa dibahas dari kearifan lokal

Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana, Agus Wibowo yang hadir dalam diskusi menyebut, Indonesia berada dalam cincin api (Ring of Fire). Sehingga potensi bencana khususnya di daerah dekat gunung api cukup tinggi.
Mitigasi bencana sangat perlu dilakukan. Supaya angka korban jiwa bisa ditekan. Pendekatan terhadap kearifan lokal (Local Wisdom) bisa dijadikan konsep mitigasi bencana. Tapi tidak semua kearifan lokal yang bisa dijadikan pendekatan.
"Jadi kearifan lokal itu kan ada banyak, jadi harus diteliti, sesuai atau enggak ( untuk mitigasi), kalau sesuai baru bisa digunakan," ujar Agus.
2. Masyarakat Indonesia masih percaya kearifan lokal melihat bencana apa yang akan terjadi

Kearifan lokal memberikan pengaruh cukup besar pada masyarakat Indonesia. Begitu pun pada mitigasi bencana. Bahkan terkadang hal ilmiah dibantahkan masyarakat karena kearifan lokal.
"Misalnya (tanda -tanda) gunung meletus. Ada cacing keluar, padahal itu hanya salah satu tanda tanda, bukan berarti penentunya," ujar Agus.
Di Bali, masyarakat masih percaya, sebelum Gunung Agung meletus akan bermunculan tikus putih. Sosiologi harus meneliti itu sebagai ranah pendekatan.
"Mungkin itu hanya salah satu tanda. Bisa saja keluar bisa saja tidak. Kalau seperti itu nanti bisa (banyak korban ) meninggal," ungkapnya.
Kata Agus, kearifan lokal perlu diteliti secara komprehensif. Jika kearifan lokal itu sangat mendekati mitigasi, baru bisa digunakan.
"Misalnya jika ada hewan yang turun gunung, itu salah satu contohnya," ungkap Agus
3. Lintas instansi termasuk akademisi harus berperan aktif dalam mitigasi

Sosiolog USU, Harmona Daulay mengatakan, kebencanaan harus disikapi bersama. Lintas instansi termasuk akademisi harus berperan aktif dalam mitigasi.
Dalam konferensi ini, para peserta akan merumuskan ide bersama. Akademisi, menjadi bagian penting untuk memberikan kontribusi ke masyarakat.
"Ini bagian dari pengabdian akademisi untuk masyarakat. Perumusan ide ini akan menjadi publikasi bersama. Harus ada sinergi bersama se-Indonesia yang akan memberikan kontribusi terhadap kebencanaan," katanya.
Harmona menjelaskan, kebencanaan akan menjadi mata kuliah baru di Sosiologi. Selama ini mata kuliah yang paling mendekati adalah Sosiologi lingkungan.
Kajian tentang kebencanaan harus dilakukan lebih fokus. Supaya mahasiswa juga bisa memahami tentang mitigasi.
"Beberapa universitas sudah ada mata kuliah itu. Kita akan bekerjasama dengan BMKG. Nanti mahasiswa akan belajar wawasan iklim dan sebagainya," tandasnya.


















