Mengenal Tengku Amir Hamzah, Pahlawan Asal Langkat yang Mati Dipancung

Ada dua puisi terpahat di makamnya

Nama lengkap Amir Hamzah adalah Tengku Amir Hamzah, tetapi biasa dipanggil Amir Hamzah. Ia dilahirkan di Tanjung Pura, Langkat, Sumatra Utara, pada 28 Februari 1911.

Amir Hamzah tumbuh dalam lingkungan bangsawan Langkat yang taat pada agama Islam. Pamannya, Machmud, adalah Sultan Langkat yang berkedudukan di ibu kota Tanjung Pura, yang memerintah tahun 1927-1941.

Ayahnya, Tengku Muhammad Adil (saudara Sultan Machmud) menjadi wakil sultan untuk Luhak Langkat Bengkulu dan berkedudukan di Binjai, Sumatra Timur.

Pada 29 Oktober 1945, Amir Hamzah diangkat menjadi Wakil Pemerintah Republik Indonesia untuk Langkat yang berkedudukan di Binjai. Ketika itu Amir sebagai juga Pangeran Langkat Hulu di Binjai.

Ketika Sekutu datang dan berusaha merebut hati para sultan, kesadaran rakyat terhadap revolusi menggelombang. Mereka mendesak Sultan Langkat segera mengakui Republik Indonesia. Lalu, Revolusi Sosial pun pecah pada 3 Maret 1946. Sasarannya adalah keluarga bangsawan yang dianggap kurang memihak kepada rakyat.

Nahas, pada dini hari 20 Maret 1946 ia dan keluarganya dihukum pancung. Di kemudian hari, terbukti bahwa Amir Hamzah hanyalah korban yang tidak bersalah dari sebuah revuolusi sosial. Pada tahun 1975 Pemerintah RI menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 106/ tahun 1975. 

Di pusaranya, ada dua puisi terpahat. Bagaimana rekam jejak kehidupan Amir Hamzah dan sebesar apa perannya dalam kesastraan Melayu? Berikut IDN Times merangkum profil Pahlawan Nasional Tengku Amir Hamzah. Yuk simak:

1. Masa Remaja dan Masa Dewasa Amir Hamzah

Mengenal Tengku Amir Hamzah, Pahlawan Asal Langkat yang Mati Dipancungilustrasi Amir Hamzah (batakpedia.com)

Amir Hamzah dididik dengan prinsip-prinsip Islam yang kuat. Ia belajar agama islam seperti mengaji, tauhid, dan fikih di Masjid Azizi Tanjung Pura. Amir Hamzah pertama kali belajar menulis di Sekolah Dasar berbahasa Belanda HIS di Tanjung Pura.

Pada tahun 1924, setelah lulus dari sekolah dasar, Amir melanjutkan pendidikannya ke Kota Medan untuk memasuki MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), yaitu pendidikan menengah setingkat SMP. Amir kemudian mendapat izin dari orang tuanya untuk pergi ke Jawa, yakni ke Batavia, untuk melanjutkan sekolah MULO tingkat 2 dan 3 disana.Selama di Batavia, Amir ikut dalam organisasi sosial yang bernama Jong Sumatra.

Tahun 1927, selesai menempuh pendidikan MULO, Amir Hamzah bertolak ke Solo guna mendaftar di sekolah AMS (Aglmeene Middelbare School) dan mengambil Jurusan Sastra Timur dan Bahasa. Amir Hamzah juga mempelajari bahasa Jawa, Sansekerta, dan Bahasa Arab. Selesai di AMS, Amir Hamzah kembali lagi ke Batavia dan melanjutkan pendidikan di sekolah Hakim Tinggi.

Setelah menyelesaikan semua studinya, Amir Hamzah kemudian bekerja sebagai guru di Perguruan Rakyat (bagian dari Taman Siswa) Jakarta. Semasa ini dia berkenalan dengan sastrawan Indonesia lainnya, seperti Sultan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, dan juga Sanusi Pane. Amir Hamzah juga ikut terlibat dalam menuangkan karya-karyanya di majalah Poedjangga Baroe. Selain itu, dia juga menulis karya sastra di dalam berbagai majalah, seperti majalan Timboel, Pandji Poestaka, Poedjangga Baroe, dan lain sebagainya.

Pada tahun 1935, Amir Hamzah diminta oleh pamannya untuk pulang ke kampung halamannya. Amir Hamzah kemudian dinikahkan dengan putri Sultan Langkat  yang bernama Tengku Kamaliah. Amir Hamzah juga diberi gelar Tengku Pangeran Indra Putra. Amir Hamzah juga diangkat menjadi Kepala Luhak Langkat Hilir di Tanjungpura sebelum kemudian dipindah menjadi Kepala Luhak Teluk Haru di Pangkalan Brandan.

Tak lama berselang, ia diangkat menjadi Pangeran Langkat Hulu, menggantikan kedudukan ayahnya yang telah meninggal dunia.

2. Awal Perjuangan Amir Hamzah

Mengenal Tengku Amir Hamzah, Pahlawan Asal Langkat yang Mati DipancungTengku Amir Hamzah (Dok. IDN Times)

Selama di Solo (Surakarta), Amir Hamzah bergabung dengan gerakan nasionalis. Disana ia bertemu dengan sesama perantauan asal Sumatera untuk mendiskusikan  masalah sosial rakyat Melayu di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Pada tahun 1930, Amir Hamzah dipercaya untuk menjadi kepala cabang Indonesia Muda di Surakarta.

 Ketika Amir Hamzah kembali ke Batavia pada tahun 1932 untuk melanjutkan sekolah Hakim Tinggi, ia pun mulai menulis dua puisi pertamanya yang berjudul “Soenji” dan “Maboek”. Kedua puisinya tersebut diterbitkan di Majalan Timboel.

Masih di tahun yang sama, delapan karya lainnya juga dipublikasikan, termasuk sebuah syair yang ternama hingga saat ini berjudul “Hikayat Hang Tuah”.

Pada bulan September 1932, atas dorongan dari Sutan Takdir Alisjahbana, Armiyn Pane mengajak Amir untuk membantu mendirikan majalah sastra independen. Setelah melakukan berbagai persiapan selama beberapa bulan, akhirnya pada Juli 1933, edisi awal majalah Sastra yang berjudul “Poedjangga Baroe” berhasil diterbitkan.

Sepeninggal ayahnya, studi Amir Hamzah ditopang oleh Sultan Langkat dengan syarat Amir tetap menjadi siswa yang rajin serta meninggalkan gerakan kemerdekaan. Namun, pada kenyataannya Amir Hamzah justru semakin terlibat pada gerakan nasionalis yang membuatnya semakin diawasi dengan ketat oleh pemerintah kolonial.

Meski demikian, Amir Hamzah terus menerbitkan karya-karyanya melalui majalah Poedjangga Baroe, termasuk diantaranya artikel tentang sastra timur dan terjemahan Bhagawad Gita.

Belanda yang khawatir akan sikap nasionalistik Amir Hamzah berhasil meyakinkan Sultan Langkat untuk memanggil kembali Amir Hamzah ke Langkat dan menikahkannya dengan putrinya. Setelah menikah dan menjadi Pangeran Langkat, Amir Hamzah lebih banyak  menangani masalah administrasi dan hukum.

Amir juga tetap melakukan  sedikit korespondensi dengan teman-temannya di Jawa. Demikian pula karya-karyanya tetap diterbitkan di Majalan Poedjangga Baroe.

Pada tahun 1940, Belanda yang mempersiapkan kemungkinan invasi Jepang membentuk divisi Stadswacht (Angkatan Garda) dibentuk untuk membela Tanjung Pura di Langkat. Amir dan sepupunya Tengkoe Haroen diberi tanggung jawab atas angkatan garda tersebut.

Pada awal tahun 1942, Jepang yang mulai menginvasi sehingga Amir Hamzah diutus menjadi salah satu tentara yang dikirim ke Medan untuk mempertahankannya. Amir Hamzah kemudian tertangkap dan dijadikan tawanan perang sampai tahun 1943. Setelah dibebaskan dari tahanan, Amir Hamzah dalam  posisinya sebagai pangeran, mendapat tugas untuk membantu mengumpulkan beras dari petani untuk memberi makan tentara pendudukan Jepang.

Dalam dunia kesastraan Indonesia, Amir Hamzah menjadi salah seorang sastrawan yang sangat penting. Melalui tangannya, lahir puisi-puisi yang indah dan menarik dengan rangkaian kata yang khas Melayu.

Dalam bukunya Kesusastraan Indonesia (1975),  Nursinah Supardo mengatakan bahwa Amir Hamzah berbeda dengan tokoh-tokoh Pujangga Baru lainnya. Alih-alih  mencontoh ke Barat untuk memodernkan kesusastraan Indonesia,  ia justru membongkar pustaka lama kesusastraan Melayu lama.

Kuatnya basis pendidikan Islam yang didapatnya dari keluarganya,  membuat ia juga menjadi seorang seorang penyair Islam seperti Aoh K. Hadimaja, Bangrum Rangkuti dan lain-lainnya.

Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, dibentuklah pemerintahan baru termasuk di Sumatera. Pada tanggal 29 Oktober 1945. Teuku Muhammad Hasan yang kala itu diangkat menjadi gubernur Sumatera menunjuk Amir Hamzah sebagai wakil pemerintah RI di Langkat dan berkantor di Binjai.

3. Perjuangan Amir Hamzah Pasca Kemerdekaan

Mengenal Tengku Amir Hamzah, Pahlawan Asal Langkat yang Mati DipancungDafa, pelajar MTs Yaspend Muslim berkunjung ke Monumen Makam Pahlawan Tengku Amir Hamzah di Tanjung Pura, Langkat, Sumut, Sabtu (5/8/2023). Monumen ini merupakan bagian program Penataan Cagar Budaya yang dicanangkan Gubernur Edy Rahmayadi. (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, keseluruhan Pulau Sumatra dinyatakan sebagai bagian de facto dari negara Republik Indonesia yang baru lahir. Pemerintah pusat menetapkan Teuku Muhammad Hasan sebagai gubernur pertama pulau Sumatra.

Pada 29 Oktober 1945, Hasan memilih Amir sebagai wakil pemerintah Republik Indonesia di Langkat (jabatan saat ini disebut Bupati), dengan kantornya di Binjai; Amir menerima posisi tersebut dengan siap sedia, kemudian menangani berbagai tugas yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, termasuk meresmikan divisi lokal pertama dari Tentara Keamanan Rakjat (yang kelak menjadi Tentara Nasional Indonesia), membuka pertemuan berbagai cabang lokal dari partai politik nasional, dan mempromosikan pendidikan – terutama keaksaraan alfabet Latin.

Revolusi Nasional Indonesia sedang berkobar dengan berbagai pertempuran di Jawa, dan Republik Indonesia yang baru didirikan tidak stabil. Pada awal 1946, rumor menyebar di Langkat bahwa Amir telah terlihat bersantap dengan perwakilan pemerintah Belanda yang kembali ke Sumatra, dan bangsawan daerah menyadari tumbuhnya benih-benih kerusuhan dalam populasi jelata Langkat.

Pada tanggal 7 Maret 1946 selama revolusi sosial yang dipimpin oleh faksi-faksi dari Partai Komunis Indonesia, sebuah kelompok (Pemuda Sosialis Indonesia) dengan kukuh menentang feodalisme dan kaum bangsawan, kekuasaan Amir dilucuti darinya dan ia ditangkap; sementara Kamiliah dan Tahoera lolos. 

Bersama dengan anggota-anggota keluarga keraton Langkat yang lain, Amir dikirim ke sebuah perkebunan yang dikuasai faksi Komunis di Kwala Begumit, sekitar 10 kilometer di luar Binjai. Kesaksian yang muncul di kemudian hari menunjukkan bahwa para tahanan tersebut, termasuk Amir, diadili oleh penculik mereka, dipaksa untuk menggali lubang, dan disiksa.

Potongan tulisan Amir terakhir, sebuah fragmen dari puisi 1941-nya Boeah Rindoe, kemudian ditemukan di selnya:

"Wahai maut, datanglah engkau
Lepaskan aku dari nestapa
Padamu lagi tempatku berpaut
Disaat ini gelap gulita"

4. Amir dan keluarganya wafat setelah dihukum pancung

Mengenal Tengku Amir Hamzah, Pahlawan Asal Langkat yang Mati DipancungTengku Amir Hamzah difoto saat di Tanjung Pura, Sumatra Utara. (Foto Dok. Tempo.co)

Dalam suatu revolusi sosial yang dipimpin oleh Fraksi Komunis dan Kelompok Sosialis yang meletus di Langkat pada tanggal 7 Maret 1946, Sultan Langkat  dan anggota keluarga kraton Langkat termasuk Amir Hamzah diculik.

Mereka kemudian dibawa ke sebuah perkebunan di Kwala Begumit yang berjarak sekitar 10 km dari Binjai.

Sejak saat itu, Amir Hamzah tidak pernah diketahui lagi keberadaannya. Sebuah kesaksian yang diketahui di kemudian hari menyebutkan bahwa para tawanan tersebut, termasuk Amir Hamzah, dipaksa menggali lubang dan disiksa oleh para penculiknya.

Pada tanggal 20 Maret 1946, Amir Hamzah tewas bersama dengan 26 orang tahanan lainnya dan dimakamkan di sebuah lubang yang telah digali para tahanan tersebut. Sumber lain menjelaskan Amir dan keluarganya dihukum pancung lalu dibuang ke lubang tersebut.

Pada tahun 1948 sebuah makam di Kwala Begumit digali dan berhasil diidentifikasi jenazah para  anggota keluarga kraton yang terbunuh pada peristiwa revolusi dua tahun sebelumnya.

Ditemukan pula tulang belulang Amir Hamzah. Pada November 1949,  jenazah Amir Hamzah dikuburkan di kompleks Masjid Azizi, Tanjung Pura, Langkat.

Di makamnya terukir dua buah syairnya. Pada sisi kanan batu nisan, terpahat bait sajak;

Bunda, waktu tuan melahirkan beta
Pada subuh embang cempaka
Adalah ibu menaruh sangka
Bahwa begini peminta anakda

Tuan aduhai mega berarak
Yang meliputi dewangga raya
Berhentilah tuan di atas teratak
Anak Langkat musafir lata

Pada sisi kiri batu nisannya, terpahat ukiran bait sajak:

Datanglah engkau wahai maut
Lepaskan aku dari nestapa
Engkau lagi tempatku berpaut
Di waktu ini gelap gulita

Sampaikan rinduku pada adinda
Bisikkan rayuanku pada juita
Liputi lututnya muda kencana
Serupa beta memeluk dia


Atas jasa-jasanya, Amir Hamzah dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 106/ tahun 1975. 

5. Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dukung monumen pemindahan makam Tengku Amir Hamzah

Mengenal Tengku Amir Hamzah, Pahlawan Asal Langkat yang Mati DipancungDafa, pelajar MTs Yaspend Muslim berkunjung ke Monumen Makam Pahlawan Tengku Amir Hamzah di Tanjung Pura, Langkat, Sumut, Sabtu (5/8/2023). Monumen ini merupakan bagian program Penataan Cagar Budaya yang dicanangkan Gubernur Edy Rahmayadi. (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Baru-baru ini Gubernur Sumut Edy Rahmayadi juga mencanangkan makam Pahlawan Nasional Tengku Amir Hamzah untuk dijadikan objek wisata religi. Dengan demikian wisatawan lokal maupun luar semakin mengetahui bagaimana kiprah Tengku Amir Hamzah sebagai sastrawan.

Hal ini sejalan dengan rencana Program Kerja di Bidang Pariwisata Edy Rahmayadi. Di antaranya Penataan Cagar Budaya Kesultanan Langkat, Penataan Mesjid Azizi, serta Penataan Makam Kesultanan Tengku Amir Hamzah di Kabupaten Langkat.

Edy Rahmyadi mengatakan, pembangunan makam baru nantinya bisa dijadikan sebagai tempat wisata religius, karena Tengku Amir hamzah merupakan sastrawan dan Pahlawan Nasional dari tanah Langkat yang lahir di Kota Binjai, 28 Februari 1911. Ayahnya adalah seorang Pangeran Langkat Hulu bernama Tengku Muhammad Adil, Ibunya bernama Tengku Mahjiwa.

“Kita harapkan ini mejadi salah satu tempat wisata religius di Kabupaten Langkat, di sebalah masjid, jadi orang yang salat juga bisa ke sini dan sebaliknya,” harap Edy, sembari mengatakan, bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghormati jasa pahlawannya, dengan mengikuti jejak teladannya, pengorbanan dan perjuangannya.

Baca Juga: Hore, Gak Ada Lagi Lintasan Angka 8 untuk Ujian Praktik SIM C

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya