Masalah Kesehatan Reproduksi Minim Edukasi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times- Menjaga kesehatan reproduksi merupakan hal yang penting terutama bagi setiap orang. Namun, faktanya masih ditemukan ketidakpahaman tentang kesehatan seksual dan reproduksi pada remaja dikarenakan minimnya edukasi.
Akibatnya, berdampak serius kepada terjadinya pernikahan usia dini, kehamilan yang tidak diinginkan, anak perempuan dieksploitasi, dan banyak masalah sosial lainnya yang dihadapi anak remaja.
1. Masalah kesehatan seksual dan reproduksi minim edukasi
Lely Zailani Ketua Dewan Pengurus Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (Hapsari) memaparkan hasil penelitian Aliansi Sumut Bersatu (ASB)-Rutgers Indonesia pada Desember 2021 ditemukan adanya ketidakpahaman tentang kesehatan seksual dan reproduksi remaja. Demikian juga masalah kesehatan seksual dan reproduksi minim edukasi.
Ia mengatakan remaja adalah aset masa depan bangsa dan peradaban manusia. Oleh karena itu, para remaja harus mengetahui dan mengerti merawat dan menjaga kesehatan reproduksi serta menghindari pergaulan yang salah.
Baca Juga: Mengenal Vesikula Seminalis dan Fungsinya pada Reproduksi Laki-Laki
2. Ada tiga pilar yang harus ditegakkan untuk melindungi anak
Berdasarkan data Kementerian PPPA sepanjang 2021 kekerasan terhadap anak sebanyak 11.952 kasus. Dari jumlah tersebut sebanyak 7.004 kasus (58,6 persen) akibat kekerasan seksual.
Lely menyebutkan, ada tiga pilar yang harus ditegakkan untuk melindungi anak dari kekerasan seksual atau reproduksi, yakni perlunya peran individu, keluarga, peran masyarakat dan peran negara.
"Dalam menyikapi hal itu, katanya negara wajib melindungi dan memenuhi hak-hak anak dengan membuat regulasi dan menjalankannya membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)," ujarnya.
3. Pemerintah bertanggung jawab mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan
Direktur ASB Ferry Wira Padang mengatakan ASB adalah organisasi masyarakat sipil yang sejak 2006 fokus terhadap isu keberagaman dan perempuan korban kekerasan dengan melibatkan kelompok muda lintas agama, mahasiswa, NGO, jurnalis dan kelompok marjinal.
Ia mengatakan dampak minimnya pengetahuan remaja di Langkat bagaimana menjaga alat reproduksi dan merawatnya, mendapat sorotan dari ASB. Kondisi tersebut tentunya menjadi hal penting untuk diperhatikan dan menjadi komitmen khususnya OPD terkait.
Menurutnya, hal ini penting dilakukan karena remaja sebagai aset masa depan peradaban manusia ditunjukkan dengan adanya beberapa indikator yang ditetapkan dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB-SDGs) yang berkait langsung dengan remaja dan orang muda.
"Salah satu indikator SDGs yang terkait langsung dengan remaja adalah tujuan lima kesetaraan gender yang mencakup isu khitan perempuan, akses keluarga berencana serta komunikasi, informasi, edukasi kesehatan reproduksi untuk remaja," jelas Ferry.
Oleh karena itu, diperlukan peran Pemerintah Kabupan Langkat memfasilitas pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) dengan menyediakan layanan kesehatan seksual dan reproduksi anak/remaja sebagai upaya pemenuhan HKSR. Katanya, pemerintah bertanggung jawab untuk memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan.
Baca Juga: 6 Tip Mengasuh Anak agar Cerdas Secara Emosional