Usaha Pahotan Pardede Lestarikan Ulos Meski Dihantam Pandemik
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times - Ulos merupakan salah satu budaya khas suku Batak yang saat ini terus dijaga kelestariannya. Berupa kerajinan tenun berbentuk selendang yang digunakan untuk berbagai acara.
Pahotan Pardede, salah satu yang berusaha mempertahankan keberadaan ulos. Salah satu mitra PT Inalum (Persero) ini meneruskan usaha orangtuanya yang diberi label Cap Lonceng. Pahotan lalu mengubahnya dengan nama Ulos Cap Tiga Ibu. Dia berharap ulosnya bisa bersaing di level nasional.
“Waktu itu saya berpikir siapa yang akan meneruskan usaha orang tua saya. Seandainya tidak saya teruskan maka mungkin sekarang usaha ulos yang dirintis orangtua saya sudah tidak ada lagi,” kata Pahotan.
1. Sebelum pandemik, bisa jual sampai 300 lembar ulos dan kain per hari
Selainitu, Pahotan Pardede juga tidak ingin kerajinan ulos hilang ditelan zaman dan jauh dari masyarakat Batak. Baginya, ulos merupakan suatu warisan budaya yang patut dipertahankan dan dilestarikan.
Bantuan pinjaman modal PT Inalum (Persero) melalui Program Kemitraan (PK) yang diberikan kepada Pahotan Pardede sebesar Rp50 juta pada tahun 2016, ia gunakan untuk menambah alat produksi dan operasional.
Sebelum pandemik, rumah produksi tenun ulos Pardede diisi oleh 20 unit alat tenun mesin aktif. Pekerjanya mencapai 20 orang dan dalam sehari mereka dapat menghasilkan dan menjual 300 lembar ulos dan sarung.
Baca Juga: Dairi Kini Punya Kampung Ulos, Menteri Sandiaga Dorong Soal Inovasi
2. Hasil tenun biasa dijual ke Medan dan Jakarta dengan harga minimal Rp80 ribu
Hasil karya tenun nya biasa ia jual ke Medan dan Jakarta. Ulos dan sarung yang ia buat cukup beragam. Mulai dari ulos termurah hingga ulos termahal yang menggunakan benang sutera.
Kain yang digunakan juga bukan sembarang kain. Namun, masing-masing memiliki makna dan fungsi tersendiri. Misalnya, Ulos Sibolang. Ulos itu dijual seharga Rp80 ribu per lembarnya. Jenis ulos ini biasa dipakai untuk menghadiri acara dukacita.
Sedangkan, Ulos Sirara dijual seharga Rp125 ribu per lembar. Ulos ini biasa digunakan dalam acara sukacita.
3. Banyak acara adat yang ditiadakan di masa pandemik membuat permintaan ulos menurun
Di sisi lain, pandemik sangat berdampak kepada usahanya. Banyak acara adat yang ditiadakan demi meminimalisir penularan COVID-19 yang berimbas pada menurunnya permintaan ulos. Ia terpaksa harus memberhentikan 13 orang pekerjanya agar dapat bertahan di tengah pandemik. Alat tenun mesin yang aktif pun hanya tersisa lima unit.
“Tapi saya tidak akan menyerah dengan pandemik. Usaha ini akan terus saya pertahankan”, katanya di tengah-tengah kebisingan suara alat tenun mesin," katanya.
Ia berharap, ketika pandemik telah usai dapat membuat inovasi pada ulosnya. Ia ingin membuat ulos terlihat kekinian tanpa menghilangkan nilai budayanya.
Melihat situasi seperti ini, PT Inalum berusaha memahami para mitranya dengan memberikan keringanan dalam bentuk kelonggaran waktu pembayaran dari jangka waktu yang telah ditetapkan di awal agar meringankan beban para mitra.
Baca Juga: Peringati Hari Ulos Nasional, Ini Filosofi yang Harus Kamu Ketahui