TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Suara dari Sumut: Perubahan di Sepak Bola Indonesia Harus Menyeluruh

Ketua Umum PSSI dan Exco harus diisi orang-orang baru

Nico Malau disebut sudah dikontrak PSMS Medan (Dok.Humas PSMS)

Medan, IDN Times- Di setiap kontestasi pemilihan ketua umum PSSI, publik sepak bola tanah air selalu menyelipkan harapan. Yakni sepak bola Indonesia berjalan ke arah yang lebih baik.

Wajar saja harapan itu selalu ada karena memang keadaan sepak bola negeri ini tidak sedang baik-baik saja. Prestasi tim nasional yang belum terlihat, kompetisi yang acak kadut hingga pembinaan dari akar rumput tak berjalan baik.

Maka, asa itu juga diapungkan jelang pemilihan Ketua Umum PSSI yang rencananya digelar pada Kongres Luar Biasa (KLB) Februari 2023 mendatang. Siapapun sosok terpilih, perbaikan sepak bola menjadi harga mati yang harus dilakukan.

Baca Juga: PT LIB Undang Owner Club Meeting, PSMS: Mudah-mudahan Liga 2 Lanjut

1. Kompetisi tahun ini kacau balau

Ahmad Bustomi menentukan kemenangan PSMS lewat golnya gawang Semen Padang di Stadion Teladan, Senin (26/9/2022) (IDN Times/Doni Hermawan)

Satu yang menjadi perhatian tahun ini adalah kompetisi yang kacau balau. Betapa tidak, di saat kompetisi para negeri tetangga semakin baik dan menuju profesional, Indonesia malah berjalan mundur.

Persoalan pengelolaan kompetisi baik itu menyangkut klub, pemain, hingga wasit masih terus jadi kontroversi. Yang termiris adalah terjadinya tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan saat laga Arema kontra Persebaya yang menewaskan 135 orang tewas dan hampir semuanya suporter Arema.

Kompetisi sempat berhenti, tapi kemudian dilanjutkan lagi hanya untuk Liga 1 hingga berjalan tanpa degradasi. Sedangkan kompetisi Liga 2 tak berlanjut. Liga 3 putaran nasional juga tak digelar. Padahal beberapa Asprov sudah menggelar hingga memunculkan juara.

Hal ini memicu protes klub, terutama Liga 2. PSMS sebagai salah satu kontestan terpaksa membubarkan tim. "Kami sangat kecewa, terutama khususnya kepada para exco PSSI yang dalam hal ini tidak berpikir secara jernih tetapi berpikirnya terlalu pendek. Bagi kami itu mencederai sportivitas dan juga membunuh harapan para bakat-bakat sepak bola di daerah serta bisa dibilang lari dari tujuan olahraga sebagai pemersatu bangsa," kata Manajer PSMS, Mulyadi Simatupang.

Meskipun PSMS masih terus memperjuangkan untuk kompetisi Liga 2 lanjut bersama klub-klub lain. Mereka menemui Menpora Zainudin Amali. Dampak positifnya, PT LIB segera memanggil klub dengan owner meeting dan ada harapan kompetisi lanjut.

"Kita tetap minta tuntutannya Liga 2 dilanjutkan. Mudah-mudahan terwujud. Komitmen dengan 10 klub lain pasti ada. Baik Persipura, Bekasi, Persewar dan lainnya yang menemui Menpora kemarin kita sudah ada grupnya. Termasuk dengan klub-klub yang diklaim menolak Liga 2 lanjut juga ada dalam grup. Intinya siapa yang mau Liga 2 lanjut lagi kita welcome dan lebih bagus," kata Direktur Teknik PSMS, Andry Mahyar Matondang, Jumat (20/1/2023).

 

2. Ketidakmampuan Asprov PSSI Sumut memutar kompetisi hingga pembinaan usia dini

Kwarta saat menghadapi Payabakung United pada laga perdana Liga 3 di Stadion Mini Pancing, Kamis (11/11/2021) (IDN Times/Doni Hermawan)

Di Sumatra Utara permasalahan juga ada pada otoritas sepak bolanya. Sebelum PSSI mengumumkan keputusan tak menggelar putaran nasional Liga 3, Asprov PSSI Sumatra Utara sudah lebih dulu mengibarkan bendera putih untuk tak menggelar kompetisi.

Padahal drawing sudah digelar dan klub-klub sudah memersiapkan diri. Tanpa kompetisi Liga 3, Liga 2 tak ada artinya, begitupun tanpa Liga 2, Liga 1 apa gunanya.

Bahkan Piala Soeratin untuk kompetisi usia dini U-13, U-15 dan U-17 saja tak digelar. Padahal setiap tahunnya klub-klub dikutip iuran.

"Saya pikir keputusan PSSI Sumut tak memutar Liga 3 dan kompetisi usia dini keputusan fatal yang membawa arah sepakbola Sumut ke kegelapan, semakin gelap. Bukan membangun sepakbola, tapi menenggelamkan sepakbola. PSSI Sumut mengubur semangat dan mimpi anak-anak Sumut di sepakbola. Ini menunjukan semangat sepakbola (termasuk pembinaan) di Sumut memang sudah mati," kata salah seorang pelaku dan pemerhati sepak bola Sumut, Adrian Ahmad Gho.

Pria yang merupakan founder PS Kwarta itu mengatakan, para pemain tak punya wadah berkompetisi. Padahal para pemain dari berbagai klub kontestan sudah berlatih keras demi bisa bermain dan berprestasi baik di kompetisi Liga 3 maupun Soeratin ini. 

Jika memilih tak menggelar kompetisi harusnya diubah dengan konsep berbeda. "Kalaupun tidak memutar kompetisi resmi, setidaknya tetap menggelar Liga 3 dan usia dini lainnya dengan konsep yang berbeda. Intinya, jangan lupakan semangat sepakbola. Membangun sepakbola bukan dengan seperti ini," ujar Engsin.

 

Baca Juga: PSMS Medan ke Jakarta Mengadu Soal Liga 2, Menpora Janjikan Solusi

Berita Terkini Lainnya