Demi Belajar Online, Siswa Panjat Pohon dan Mendaki Lereng Gunung

Bahaya mengintai anak didik!

Simalungun, IDN Times– Anak-anak didik yang ada di sejumlah daerah Kabupaten Simalungun melakukan berbagai cara agar bisa mengikuti sekolah daring di masa pandemik COVID-19 ini.

Bahkan ada siswa yang rela berjalan 1,5 kilometer untuk naik ke lereng gunung dan memanjat pohon agar bisa mendapatkan sinyal. Yuk simak kisahnya.

1. Titik mendapat sinyal rentan bahaya

Demi Belajar Online, Siswa Panjat Pohon dan Mendaki Lereng GunungAnak didik di Simalungun belajar di lereng gunung (IDN Times/Patiar Manurung)

Kisah ini terjadi di Dusun Bapasunsang, desa atau Nagori Siporkas, Kecamatan Raya, Simalungun. Untuk mendapatkan sinyal, siswa harus mencari dataran yang cukup tinggi dan memanjat satu pohon durian untuk mendapat sinyal. Ada yang memanjat pohon dengan ketinggian sekitar 3-4 meter. Cabang-cabang pohon tersebut diberdayakan untuk menahan tubuh sembari memegang androit dan buku.

Selain pohon, anak didik juga memanfaatkan lereng perbukitan. Titik-titik lokasi sinyal ini cukup membahayakan mereka lerengnya cukup terjal. Belum lagi tanahnya cukup licin, apalagi saat hujan datang tiba-tiba maka sangat rentan tergelincir. Sementara yang belajar di sana bukan hanya anak laki-laki tetapi juga anak perempuan.

Baca Juga: Heroik! Drg Maruli Buka Klinik Gigi Gratis untuk Pasien Disabilitas

2. Anak-anak harus berjalan kaki 1,5 Km

Demi Belajar Online, Siswa Panjat Pohon dan Mendaki Lereng GunungBelajar tanpa perteduhan jika datang hujan (IDN Times/Patiar Manurung)

Anak-anak memilih belajar dengan mendaki perbukitan karena tempat tinggal warga di sana di kelilingi pegunungan. Ketinggian di kawasan ini berada di 800-1.000 Mdpl. Ketika dijumpai di lokasi mereka belajar, anak-anak didik tersebut menunjukkan beberapa titik yang bisa dilalui sinyal. Diperkirakan hanya ada empat titik.

“Titiknya tidak banyak. Makanya sebagian memanjat pohon supaya anak-anak ini bisa terbagi. Posisi tempat duduk yang bisa terjangkau sinyal cukup terbatas juga,” kata salah seorang pelajar.

Mengingat sinyal internet hanya didapatkan di perbukitan itu, anak didik pun harus bertarung dengan waktu karena jarak antara lokasi sinyal ke rumah penduduk kurang lebih 1,5 Km. Mereka biasanya mulai belajar daring sekitar pukul 8.00 WIB hingga dua jam berikutnya. Kemudian sore harinya terbatas karena keburu gelap atau malam.

“Kita tidak bisa berlama-lama juga di sini karena waktunya juga terbatas. Pasti berbeda ketika kami bisa mendapatkan sinyal di rumah,” kata Aldi, Selasa (4/8/2020)

Anak didik di sana mengaku tidak semuanya harus belajar daring. Ada juga guru yang datang mengantarkan tugas-tugas pelajaran. Namun ketika ada yang hal sulit, yang butuh ditanyakan balik kepada guru maka jalan satu-satunya adalah lewat daring.

3. Anak-anak dikhawatirkan sulit dipantau orangtua

Demi Belajar Online, Siswa Panjat Pohon dan Mendaki Lereng GunungAnak dari Dusun Bapasunsang Simalungun belajar bersama di lereng gunung (IDN Times/Patiar Manurung)

Pada kesempatan yang sama, Kepala Desa (Kades) Siporkas Hendra Futra Saragih mengakui soal susahnya sinyal internet di desanya.

“Jangankan untuk sinyal internet, untuk menelepon pun susah. Harus kita cari dulu sinyal biar bisa menelepon,” kata Hendra saat ikut mendampingi sejumlah wartawan menuju lokasi anak didik belajar.

Hendra menjelaskan, jika puluhan anak-anak dari Dusun Bapasunsang belajar daring dengan mendaking lereng perbukitan, tentu sulit untuk diawasi orangtua. Tidak tertutup kemungkinan, anak-anak malah bermain game sehingga tidak fokus belajar.

“Bagaimana disiplin mereka belajar. Itu juga jadi beban pikiran orangtua,” ucapnya dengan berharap agar persoalan ini kelak bisa diatasi pemerintah apalagi di tengah perkembangan digital.

Baca Juga: Kisah Heroik Yanti, Rela Jual Emas untuk Bantu Tukang Becak dan Ojol

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya