TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Surat untuk Jokowi: Upah Murah, Buruh Marah

Saban kali demonstrasi, buruh merasa pemerintah seakan tuli

Ilustrasi buruh atau pekerja saat demonstrasi. (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Medan, IDN Times – Demonstrasi demi demonstrasi terus dilakukan buruh di Indonesia untuk menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dalam beberapa waktu belakangan. Mereka menuntut kenaikan upah seminimalnya 10 persen pada 2022 mendatang.

Tidak terkecuali di Sumatra Utara. Berbagai elemen buruh terus berunjuk rasa. Ini dilakukan untuk merespon penetapan kenaikan UMP yang hanya sebesar  0,93 persen yang diketokpalu pada akhir November 2021 lalu. Angka ini dianggap buruh ibarat jauh panggang dari api. Kenaikannya hanya sekitar Rp23 ribu dari UMP sebelumnya. Jika dibagi sebulan, nominalnya lebih mahal dari biaya parkir sepeda motor di Kota Medan yang biasa dikutip Rp2 ribu per sepeda motor.

Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) termasuk salah satu elemen yang begitu getol mengkritisi kenaikan upah ini. Mereka kecewa dengan cara penmerintah yang seakan tidak memikirkan nasib buruh. Belum lagi di tengah himpitan pandemik COVID-19 yang membuat perekonomian semakin terpuruk.

“Kenaikan upah yang hanya rata -rata bekisar 1 persen tersebut, dinilai para buruh sangat tidak memanusiakan kaum buruh, bahkan jauh dari kata-kata upah layak bagi kaum buruh Indonesia,” ujar Ketua DPD FSPMI Sumut Willy Agus Utomo dalam keterangan tertulisnya berjudul Surat Terbuka Untuk Presiden Jokowi, Kamis (9/12/2021).

1. Buruh semakin tidak sejahtera selama pemerintahan Joko Widodo

Massa buruh melakukan demo menuntut kenaikan UMP 2022 pada Rabu (8/12/2021). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Bagi Willy, tidak ada perubahan yang baik terhadap nasib buruh selama Jokowi menjabat sebagai presiden. Upah buruh, kata dia, juga tidak membaik. Tentunya ini berdampak pada kesejahteraan buruh.

“Lihat saja UU Ketenagakerjaan yang mengharuskan upah buruh dihitung berdasarkan penghitungan komponen hidup layak kaum buruh meliputi sandang pangan papan dan biaya sosialnya kini berubah drastis menjadi pengitungan variabel konsumsi perkapita wilayah masing masing melalui data Badan Pusat Statistik (BPS). Intinya dari peraturan yang lama sebelum keluar peraturan baru hari ini tentang pengupahan, sudah jelas upah buruh Indonesia sudah sangat tergerus jauh,” katanya.

Harusnya, kata Willy, dengan berbagai unjuk rasa yang dilakukan buruh, pemerintah bisa mendengarnya. Namun dia heran, kenapa pemerintah seakan berjalan dengan kemauannya sendiri.

Baca Juga: Hanya 0,93 Persen, Upah Minimum Provinsi Sumut Cuma Naik Rp23 Ribuan

2. Para buruh murka dengan ucapan Menteri Ida Fauziyah dan Bahlil

Massa buruh melakukan demo menuntut kenaikan UMP 2022 pada Rabu (8/12/2021). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Willy juga kecewa dengan ucapan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah yang menyebut upah minimun di Indonesia sudah terlalu tinggi.

“Kata yang terlontar dari Menteri yang harusnya melindungi dan mensejahterahkan buruh itu, justru menambah murka para buruh. akibatnya tidak sedikit para buruh menuding Menteri Tenaga Kerja hari ini sejatinya adalah sebagai 'menteri para pengusaha', hal ini terkuak dalam aksi aksi buruh di berbagai daerah selain menuntut upah layak para buruh juga menuntut Presiden Jokowi agar mencopot Ida Fauziyah sebagai menteri tenaga kerja,” ujarnya.

Para buruh juga murka dengan ucapan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Bahlil meminta supaya para buruh berbesar hati untuk menerima kenaikan UMP 2022.

“Atas penyataan kedua menteri tersebut, buruh menuding pemerintah hari ini kompak satu kata untuk memiskinkan kaum buruh Indonesia,” tukasnya.

Baca Juga: Raup Ratusan Juta dari Program Prakerja, Dua Warga Bireuen Ditangkap

Berita Terkini Lainnya