TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Keluarga Adelin Lis Ajukan PK, Pengamat Hukum Minta MA Beri Perhatian

Kasus pembalakan liar di Madina

Terpidana kasus pembalakan liar Adelin Lis (tengah) dibawa oleh petugas setibanya di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (19/6/2021). Kejaksaan Agung RI berhasil memulangkan buron kasus pembalakan liar Adelin Lis dari Singapura menggunakan pesawat Garuda Indonesia dan selanjutnya akan dibawa menuju Kejaksaan Agung untuk diproses lebih lanjut (ANTARA FOTO/Fauzan)

Medan, IDN Times- Keluarga terpidana kasus pembalakan liar di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara, Adelin Lis mengajukan peninjauan kembali atas vonis yang menimpanya. Mahkamah Agung (MA) bahkan Presiden Joko 'Jokowi' Widodo diminta memberi perhatian atas kasus yang menimpa Mantan Direktur Keuangan PT KeangNam Development Indonesia itu.

"Kasus yang menimpa Adelin Lis mantan Direktur Keuangan/Umum PT KeangNam Development Indonesia merupakan preseden buruk hukum Indonesia. Sebab yang bersangkutan menjadi korban ketidak keadilan, menjalani hukuman yang tidak sepantasnya ia terima. Karena itu Mahkamah Agung bahkan Presiden pantas memberi perhatian khusus, meluluskan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukannya beserta pihak keluarga," ujar pengamat hukum Sangap Surbakti dalam keterangan tertulis kepada IDN Times, Senin (4/9/2023).

Baca Juga: Buka Suara Soal Ilegal Logging, Keluarga Adelin Lis Meminta Keadilan

1. Sangap sebut ada kejanggalan kasus hukum yang menimpa Adelin Lis

Terpidana kasus pembalakan liar Adelin Lis dihadirkan saat konferensi pers terkait pemulangannya di Kejaksaan Agung, Jakarta, Sabtu, 19 Juni 2021. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.)

Sangap yang merupakan advokat asal Sumut ini mengatakan ada beberapa kejanggalan atas kasus hukum yang menimpa Adelin. Saat itu Adelin sempat divonis bebas tahun 2007, namun akhirnya dihukum 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Medan setelah jaksa melakukan Kasasi. Ia dinyatakan bersalah melakukan penebangan kayu di luar blok Rencana Kerja Tahunan (RKT). Padahal lokasi penebangan itu masih dalam areal izin milik HPH/IUPHHK PT KeangNam.

Menurut Sangap, vonis terhadap Adelin Lis dengan sangkaan melakukan penebangan liar jelas keliru. Sebab yang bersangkutan adalah Direktur Keuangan yang tugasnya sebatas mengatur lalulintas keuangan dan cash flow perusahaan yang bertanggungjawab kepada Dirut perusahaan, bukan soal tebang menebang pohon atau lahan.

Sementara terhadap organ/perseorangan di tubuh perusahaan yang berhubungan dengan lahan, malah terbebas dari hukuman meski awalnya sempat menjalani pemeriksaan dengan berkas dibuat terpisah. Seperti Manajer Camp dinyatakan bebas PN Madina karena dinilai bukan perkara pidana melainkan hanya pelanggaran/sanksi administrasi saja. Begitupun Direktur Produksi/Perencanaan Washington Pane.

Sementara Dirut Oscar A Sipayung dalam proses penyidikan. Komisaris Harsono justru tidak ada penyelidikan sama sekali dan Komisaris Utama Adenan Lis yang juga abang Adelin bebas karena mendapat SP3 dari Polda Sumut.

"Inilah yang disebut akrobat hukum tadi. Sebab terhadap kasus yang sama hanya satu orang yang bertanggungjawab menjalani hukuman yakni Adelin Lis," ujar Sangap.

2. Sangap sebut PT KeangNam juga diketahui berpatungan dengan BUMN dan mendapat izin resmi penebangan

Ilustrasi Hutan (IDN Times/Sunariyah)

Sangap mengatakan soal penebangan kayu di luar blok Rencana Kerja Tahunan (RKT), juga tidak tepat. Sebab menurutnya masih dalam areal izin milik Hak Pengusahaan Hutan (HPH) atau Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri PT KeangNam. Selain itu diketahui juga PT KeangNam Development Indonesia adalah perusahaan berpatungan dengan BUMN PT Inhutani IV yang mendapat izin resmi, dan juga memiliki izin memiliki penebangan dari pemerintah. Hal itu pernah diakui Mantan Menteri Kehutanan MS Kaban. 

"Jadi kalaupun ada kesalahan seperti amar putusan, tidak lebih daripada kesalahan administrasi," kata Sangap.

Alasan Adelin Lis sempat dinyatakan melarikan diri dengan status Daftar Pencarian Orang (DPO) juga menurutnya tidak tepat jadi alasan memvonisnya dengan hukuman 10 tahun bui.

"Kalau hal ini benar dijadikan sebagai alasan, justru lebih mencoreng harkat dan martabat hukum di tanah air. Sebab seseorang dinyatakan bersalah harus sesuai dengan tindak kejahatannya,dan dihukum berdasarkan pasal maupun aturan yang berlaku. Hukum di Indonesia sudah melakukan kesalahan bahkan dosa besar terhadap Adelin Lis dan juga keluarganya. Sama seperti yang pernah terjadi di era 1970-an di tanah air yang dikenal dengan kasus Sengkon-Karta, yang akhirnya terpidana dinyatakan bebas," tambahnya.

Baca Juga: Terpidana Kasus Pembalakan Liar Adelin Lis Bayar Denda Rp1 Milliar

Berita Terkini Lainnya