Vonis Terbit Rencana Ringan, 'Orangutan' Mengadu ke Kejati Sumut

Dorong Jaksa lakukan upaya banding

Medan, IDN Times -  Vonis ringan terhadap eks Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin dalam kasus pemeliharaan satwa dilindungi berujung protes pegiat. Para pegiat konservasi menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara, Jalan AH Nasution, Kota Medan, Senin (4/9/2023).

Terbit hanya dihukum dua bulan dan denda Rp50 juta oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Stabat, 28 Agustus 2023. Dia juga tidak wajib menjalani hukuman penjara. Dia hanya perlu menjalani masa percobaan selama 4 bulan. Terbit oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Ledis Meriana Bakkara. Terbit hanya dinyatkan lalai karena memiliki satwa dilindungi. Sebagaimana dakwan alternatif kedua Jaksa Penuntut Umum (JPU).

1. Para pegiat bawa ‘orangutan’ ke Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara

Vonis Terbit Rencana Ringan, 'Orangutan' Mengadu ke Kejati SumutAksi pegiat konservasi di depan Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara, Senin (4/9/2023). Mereka memrotes vonis ringan kasus satwa liar dilindungi yang menjerat eks Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Protes para pegiat dari aliansi beberapa lembaga yang tergabung di Forum Konservasi Orangutan Sumatra (FOKUS) dan Forum Orangutan Indonesia (FORINA) dilakukan dengan memajang poster dan membawa ‘orangutan’. Bukan orangutan asli, melainkan orang yang memakai kostum mirip orangutan.

“Ini adalah bentuk keprihatinan kita terhadap vonis majelis hakim terhadap terdakwa Terbit Rencana Perangin-angin,” kata Ketua FOKUS Indra Kurnia, disela aksi.

Ringannya vonis terhadap Terbit menjadi cermin buruk penegakan hukum kasus kejahatan kehutanan. Apalagi Terbit adalah seorang pejabat publik yang harusnya memahami soal undang-undang yang mengatur tentang konservasi.

“Kita mendorong kejaksaan untuk mengajukan banding. Menurut kita ini tidak berkeadilan ekologi,” kata Indra.

Baca Juga: Balai Gakkum Gagalkan Transaksi Jual Beli Orangutan di Langsa

2. FOKUS sudah ajukan surat gugatan

Vonis Terbit Rencana Ringan, 'Orangutan' Mengadu ke Kejati SumutAksi pegiat konservasi di depan Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara, Senin (4/9/2023). Mereka memrotes vonis ringan kasus satwa liar dilindungi yang menjerat eks Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Dalam aksi itu, FOKUS juga mengajukan gugatan ke Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara. Surat gugatan langsung diserahkan oleh ‘orangutan’ kepada pihak Kejati Sumut.

FOKUS mendorong, selain kasus pidana, kasus kepemilikan satwa oleh Terbit bisa dikenakan dari sisi perdata. Terbit Rencana harus bertanggungjawab atas dampak yang ditimbulkan dari pemeliharaan satwa yang dilakukannya.

“Karena setelah satwa disita, butuh rehabilitasi yang cukup lama. Sampai dia dilepasliarkan lagi. Nah ini tanggungjawab siapa? Kalau ini menjadi tanggungjawab negara, artinya menjadi beban baru bagi negara. Sementara proses untuk merehabilitasi bukan hal yang mudah. Penuntutan secara perdata menjadi pendekatan lain dalam kasus satwa liuar dilindungi. Dan ini lebih bisa memberikan efek jera kepada pelaku,” kata Indra.

3. Kehilangan satu orangutan berdampak sistemik

Vonis Terbit Rencana Ringan, 'Orangutan' Mengadu ke Kejati SumutAksi pegiat konservasi di depan Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara, Senin (4/9/2023). Mereka memrotes vonis ringan kasus satwa liar dilindungi yang menjerat eks Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Kasi Intel Kejari Langkat, Sabri Fitriansyah Marbun sebelumnya mengakui, menuntut hukuman 10 bulan kurung penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan terhadap Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin, dikarenakan kasus kepemilikan satwa dlindungi. Dikatakan dia, adapun yang menjadi pertimbangan jaksa dalam tuntutan diantaranya, jika satwa yang diamankan dalam kondisi yang terawat.

"Ada hal yang meringankan terdakwa bahwa, satwa yang dipelihara dalam keadaan terawat," jelas Sabri.

Dalam kasus ini, Terbit mengaku jika satwa itu bukan miliknya. Ini diungkapkan Terbit saat menjalani persidangan kepemilikan satwa dilindungi dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, pada Senin tanggal 10 Juli 2023 lalu.

Kasus kepemilikan satwa ini terungkap saat KPK menggeledah rumah TRP dalam kasus dugaan korupsi, Selasa (25/1/2023) lalu. Saat itu IDN Times mencatat ada sejumlah satwa yang disita. Antara lain; satu individu Orangutan Sumatra (Pongo Abelii), satu ekor Monyet Sulawesi  (Cynopithecus niger), seekor Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus), dua ekor Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) dan dua ekor Beo (Gracula religiosa) yang disita. Namun dalam putusan yang ditelusuri di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Stabat, barang bukti 2 ekor jalak bali tidak dituliskan.

Orangutan yang disita diketahui berjenis kelamin jantan. Usianya ditaksir sudah 15 tahun. Beratnya ditaksir sekitar 25 Kg. Terbit Rencana diduga sudah memelihara satwa itu selama dua tahun. Saat disita, Orangutan diketahui mengalami infeksi gusi dan dalam kondisi kurang sehat.

Kasus kepemilikan satwa dilindungi oleh pejabat bukan kali pertama terjadi. Pada awal Februari 2020, satu individu orangutan didapati berada di rumah Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan. Belakangan, orangutan itu pun dilepasliarkan oleh anak buah Nikson. Saat itu, tidak ada sanksi apapun dikenakan kepada Nikson.

Sebelumnya, kepada IDN Times, Founder Yayasan Orangutan Sumatra Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL-OIC), Panut Hadisiswoyo menjelaskan, kehilangan satu persen saja populasi orangutan, maka akan memberikan dampak besar pada ekosistem. Perkembangan jumlah populasi akan berkurang signifikan. Karena dalam siklus hidupnya, perkembangbiakan hidup orangutan begitu lamban.

“Orangutan betina berkembang biak semasa hidupnya paling banyak melahirkan tiga individu. Karena interval perkembangbiakan cukup lama. Sekitar delapan tahun sekali. Karena jika punya anak, dia akan mengurusi anaknya hingga 6-8 tahun,” kata Panut beberapa waktu lalu.

Kehilangan populasi juga akan berdampak serius pada perkembangan ekosistem. Orangutan sebagai satwa arboreal pemakan buah terkenal sebagai petani hutan. Karena orangutan memencar biji-biji buah yang dimakan di kawasan jelajahnya.

“Ketika orangutan sudah tidak ada lagi, maka proses regenerasi vegetasi menjadi terganggu.  Orangutan menjadi penyeimbang regenerasi hutan. Artinya, dia juga berperan dalam keseimbangan iklim. Karena menjaga hutan tetap bagus,” pungkas laki-laki yang kini menjabat sebagai Ketua Forum Kehutanan Daerah (DKD) Sumut itu.

Baca Juga: Masih Pakai Data 2016, Update Jumlah Orangutan Sumatra Dinanti

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya