TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Abaikan Usulan Pemilihan Ulang, KPU dan Bawaslu Simalungun Dilaporkan

Perihal kecurangan di tujuh TPS Simalungun

IDN Times/Fitria Madia

Simalungun, IDN Times - Empat partai politik melalui saksi di Tempat Pemungutan Suara melaporkan komisioner KPUD dan Bawaslu Simalungun ke Dewan Penyelenggara Kehormatan Pemilu (DKPP) dan Mahkamah Agung (MA) karena mengabaikan permintaan mereka untuk Pemungutan Suara Ulang (PSU).

Permasalahan ini muncul setelah rapat pleno tingkat Kecamatan ditemukan ada warga menggunakan hak pilihnya menggunakan e-KTP atau pemilih DPK tetapi tidak disertai dengan berkas A5.

Kemudian, warga yang masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) malah menentukan pilihan di dua TPS. Pertama menggunakan formuli C6, kedua menggunakan DPK.

Baca Juga: KPU Simalungun Resmikan Rumah Pintar Pemilu, Apa Sih Fungsinya?

1. KPU dan Bawaslu menolak PSU dengan alasan di luar waktu

IDN Times/Hendra Simanjuntak

Empat saksi Parpol, yaitu saksi Perindo, Golkar, PDI Perjuangan dan Gerindra telah menyerahkan berkas keberatan ke Bawaslu Provinsi Sumatera Utara atas penolakan PSU di 7 TPS yang ada di Kelurahan Hutabayu, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

Salah seorang saksi, Golang Harianja mengatakan, penolakan penyelenggara pemilu atas desakan PSU dinilai tidak wajar dan justru semakin memunculkan tanda tanya. Pertama dipersoalkan adalah waktu permintaan PSU sudah melewati batas waktu yang ditentukan dari jadwal.

"KPU dan Bawaslu menolak permintaan sejumlah saksi soal diadakannya PSU. Katanya, waktu mengadukan tidak memenuhi syarat. Sudah lewat 10 hari. Sementara kita kan meminta atau mengusulkan PSU pada tanggal 25 April. Itu disampaikan saat rapat pleno Kecamatan. Artinya, kalau merujuk ke peraturan masih ada tenggang waktu dua hari lagi karena sebenarnya batas waktu tanggal 27 April," ucapnya.

2. KPU dan Bawaslu dianggap lalai menjalankan tugasnya

Indikasi melaporkan KPUD dan Bawaslu, kata Golang Harianja, tidak lepas dari kelalaian, mulai dari tingkat KPPS maupun petugas TPS.

"Pelanggaran ini dinilai masif dan terstruktur. Yang mengetahui siapa yang menggunakan A5, siapa yang tidak layak adalah petugas KPPS," katanya kesal sembari menambahkan bahwa masalah ini bisa saja muncul dari kurangnya Bimbingan Teknis (Bimtek).

Menurut Golang Harianja, tidak ada alasan penyelenggara menolak permintaam saksi parpol soal desakan digelarnya PSU karena para saksi dari empat parpol telah dilengkapi dengan bukti-bukti.

"Tidak ada alasan soal kurangnya bukti karena memang bukti kita kan lengkap. Makanya kita mengadukan ke Bawaslu ke DKPP dan nanti lanjut ke MA," jelasnya.

 

3. KPUD dan Bawaslu menolak PSU diduga ada kepentingan

ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Sebagaimana diketahui, kata Golang Harianja, warga yang memunculkan masalah adalah pemilih DPK yang berasal dari Jambi, Pematangsiantar, Jakarta, Tapanuli dan daerah lainnya.

Tidak sinkronnya data sebanyak 199 suara sudah diketahui PPK dan KPPS. Saat protes di rapat pleno dilakukan saksi parpol, PPK dan KPPS mengaku akan meminta petunjuk dari masing-masing pimpinannya.

"PPK dan KPPS mengatakan akan meminta petunjuk dulu dari pimpinan masing-masing. Tapi mereka rapat dan malah melanjutkan hasil pleno tanpa memberikan alasan kepada kita. Kita menyimpulkan saat itu mereka menolak PSU. Disinilah muncul pelanggarannya. Kalau mereka memang jujur dan adil tanpa embel-embel pasti mereka serukan PSU," terangnya.

 

Baca Juga: KPU Simalungun Didesak Gelar Pemungutan Suara Ulang di Tujuh TPS

Berita Terkini Lainnya