Vonis Ringan TNI Penembak Anak, LBH Medan: Preseden Buruk

- Vonis ringan bagi anggota TNI yang menembak anak 13 tahun
- Perbedaan vonis antara pelaku sipil dan militer dianggap preseden buruk
- LBH Medan meminta publik untuk mengawal kasus yang melibatkan aparat negara
Medan, IDN Times - Kasus penembakan terhadap anak berinisial MAF (13) pada 1 September 2024 lalu kini memasuki babak akhir. Majelis Hakim Peradilan Militer memutus dua anggota TNI AD Kodim 0204/Deli Serdang, Sersan Kepala Darmen Hutabarat dan Sersan Dua Hendra Fransisco, bersalah melakukan kekerasan terhadap anak hingga menyebabkan kematian. Keduanya dijatuhi hukuman 2 tahun 6 bulan penjara dan pidana tambahan berupa pemecatan dari militer.
Putusan tersebut masih dinilai jauh dari prinsip keadilan. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menyebut vonis terlalu ringan. Meski pun kedua tentara itu dituntut lebih ringan, satu tahun enam bulan penjara oleh oditur.
1. Vonis jomplang antara pelaku sipil dan militer

Dalam kasus ini, ada empat terdakwa. Dua pelaku sipil, Agung Pratama alias Sikumbang dan M Abdillah Akbar, lebih dulu divonis 4 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Sei Rampah karena terbukti melakukan pembunuhan sesuai Pasal 338 jo Pasal 55 KUHP dan denda Rp50 juta.
Sementara itu, dua anggota TNI yang justru menjadi pelaku penembakan hanya dijatuhi hukuman 2 tahun 6 bulan penjara. LBH Medan menilai perbedaan vonis ini adalah preseden buruk bagi penegakan hukum di Peradilan Militer Medan.
2. Kejanggalan tuntutan dan pasal yang digunakan

LBH Medan menemukan kejanggalan sejak tahap tuntutan. Oditur Militer menuntut hukuman sangat ringan, hanya 1 tahun 6 bulan bagi Serka Darmen Hutabarat dan 1 tahun bagi Serda Hendra Fransisco dengan Pasal 359 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Pasal ini bahkan tidak melibatkan ketentuan Undang-Undang Perlindungan Anak.
Ironisnya, Majelis Hakim Militer justru memutus perkara dengan Pasal 76C jo Pasal 80 ayat (3) UU Perlindungan Anak yang melarang kekerasan terhadap anak, tetapi hukuman tetap rendah. Terlebih, keduanya tidak dikenakan pasal tentang pembunuhan seperti yang didakwakan terhadap pelaku sipil.
“Perbedaan pemberian hukuman ini adalah bentuk preseden buruk penegakan hukum di Peradilan Militer Medan. Putusan yang tidak masuk akal tersebut menunjukkan sulitnya masyarakat mendapatkan keadilan di Peradilan Militer,” tegas Direktur LBH Medan, Irvan Saputra dalam keterangannya, Senin (11/8/2025).
3. LBH Medan minta publik kawal kasus yang melibatkan aparat negara

LBH Medan menekankan bahwa militer harus tunduk pada prinsip akuntabilitas dan supremasi sipil. Kekerasan terhadap anak, apalagi hingga merenggut nyawa, merupakan pelanggaran serius terhadap hukum nasional dan internasional.
Saat ini, Peradilan Militer Medan juga tengah menangani kasus lain yang melibatkan anak berusia 15 tahun berinisial MHS. Hingga kini, terdakwa dalam kasus tersebut bahkan belum ditahan. LBH Medan mengajak masyarakat untuk mengawal proses hukum agar tidak ada lagi praktik impunitas di peradilan militer.
“Dalam konteks negara demokratis yang menghormati hak asasi manusia, kekuatan bersenjata tidak dapat berdiri di luar sistem hukum yang berlaku, apalagi bertindak sewenang-wenang terhadap warga sipil,” pungkasnya.