Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Perilaku Rohana dan Rojali Jadi Pemacu Delipark untuk Lebih Kreatif

Ilustrasi shopping (freepik.com)
Ilustrasi shopping (freepik.com)
Intinya sih...
  • Pusat perbelanjaan harus memiliki ciri khas untuk mendorong daya beli Rojali dan Rohana
  • Kelompok pengunjung ini bisa merugikan karena traffic tinggi tidak berbanding lurus dengan omzet
  • Gen Z melihat mal lebih sebagai ruang multi-fungsi seperti konsumsi, rekreasi sosial, dan eksistensi digital
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Medan, IDN Times - Peilaku Rombongan Jarang Beli (Rojali) dan Rombongan Hanya Nanya (Rohana) bukan merupakan fenomena baru. Sebab, Mal dididirikan salah satunya adalah menjadi pusat rekreasi dan pemenuhan semua kebutuhan keluarga, dan pribadi.

Di Kota Medan, salah satunya Delipark Mall Medan pihaknya mengakui bahwa Rojali dan Rohana bukan sesuatu yang harus ditakuti, tapi menjadi pemacu pusat perbelanjaan untuk lebih kreatif dalam upaya memenuhi kebutuhan pengunjungnya serta secara aktif berkolaborasi dengan tenant dalam membuat promo dan event program yang menarik.

1. Pusat perbelanjaan haruslah memiliki ciri khas untuk mendorong daya beli Rohana dan Rojali

Suasana bangunan di Delipark Medan bertema Ramadan Odyssey (Dok. Istimewa)
Suasana bangunan di Delipark Medan bertema Ramadan Odyssey (Dok. Istimewa)

Public Relations and Promotion Officer Delipark Medan, Vanessa Pascalya mengatakan traffic dan penjualan bersinergi, promosi yang aktif, tenant yang lengkap serta event yang menarik tentunya akan menumbuhkan ketertarikan pengunjung dalam berbelanja dan datang ke pusat perbelanjaan.

"Strategi mal dalam mengubah pengunjung Rojali dan Rohana menjadi pembeli yaitu pusat perbelanjaan haruslah memiliki ciri khas, dapat membaca kebutuhan pengunjung dan memenuhi kebutuhan tersebut, tentunya kolaborasi aktif tenant dalam memberikan promo, progam belanja dari mall serta event yang menarik akan menjadi daya tarik tersendiri," katanya pada IDN Times.

2. Kelompok pengunjung ini bisa merugikan karena traffic tinggi tidak berbanding lurus dengan omzet

Pameran perhiasan bertajuk Adelle Universe di Delipark Mal (IDN Times/Doni Hermawan)
Pameran perhiasan bertajuk Adelle Universe di Delipark Mal (IDN Times/Doni Hermawan)

Sementara itu, pengamat ekonomi Wahyu Ario menjelaskan bahwa perilaku Rojali dan Rohana memiliki kelompok pengunjung ini bisa merugikan karena traffic tinggi tidak berbanding lurus dengan omzet.

Dijelaskannya, Rojali menggambarkan kelompok pengunjung yang hadir beramai-ramai ke mal, namun lebih banyak untuk jalan-jalan, nongkrong, foto, atau sekadar "window shopping" tanpa banyak transaksi.

Sedangkan Rohana cenderung datang dengan tujuan bertanya atau mencoba (misalnya tanya produk, test makanan/minuman, fitting baju), tetapi akhirnya tidak membeli.

Dikatakannya, dari kacamata pelaku usaha, dua perilaku ini bisa terasa merugikan karena traffic tinggi tidak berbanding lurus dengan omzet. Namun, dari sisi branding dan atmosfer mal, mereka tetap berkontribusi menjaga keramaian, yang pada akhirnya menarik segmen lain yang lebih konsumtif, khususnya saat ini banyak masyarakat yang datang ke mall untuk berkonsumsi makanan dan minuman.

Terkait perbedaan di mal premium dan mal menengah, pengamat ekonomi ini mengatakan bahwa mal premium biasanya lebih fokus pada brand experience, luxury retail, fine dining, dan lifestyle events.

"Rojali dan Rohana relatif lebih sedikit di sini, karena barrier harga cukup tinggi. Pengunjung yang datang cenderung memang siap membeli, meskipun tetap ada yang hanya untuk “content creation” atau sekadar menikmati ambience," ucapnya.

Walaupun demikian, tetap terjadi penurunan dalam transaksi karena saat ini pembelian melalui internet/elektronik terus mengalami peningkatan dengna harga yang juga relatif bersaing.

Sedangkan mal menengah, lebih rentan terhadap fenomena ini karena akses lebih inklusif (harga parkir murah, tenant F&B affordable, banyak promo).

"Mal tipe ini sering jadi “ruang publik semi-gratis” bagi Gen Z dan keluarga, sehingga perilaku Rojali & Rohana lebih terasa di tenant fashion (pakaian, sepatu), produk kecantikan, buku / stationary, dll). Namun untuk makanan dan minuman masih cukup ramai," ujar Wahyu Ario.

3. Perspektif gen Z terhadap mal

Suasana Sport Station Delipark Medan (IDN Times/Indah Permata Sari)
Suasana Sport Station Delipark Medan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Bagi Gen Z, dikatakannya mal bukan sekadar ruang konsumsi, melainkan juga memiliki fungsi sebagai ruang rekreasi dan sosial untuk tempat bertemu teman, nongkrong, dan “healing” ringan tanpa harus keluar kota.

Kemudian, content creation space menjadi banyak yang datang hanya untuk foto outfit, bikin konten TikTok atau Instagram, atau sekadar “update story” di tenant tertentu.

Selanjutnya, eksistensi diri, dengan membagikan momen di mal premium atau spot estetik, ada unsur status sosial.

"Artinya, Gen Z melihat mal lebih sebagai ruang multi-fungsi seperti konsumsi, rekreasi sosial dan eksistensi digital," jelasnya.

Dari implikasi bagi retail dan FnB, tenant tidak bisa lagi hanya mengandalkan transaksi langsung, tapi harus menjual experience. Misalnya melakukan adaptasi dengan keinginan konsumen seperti melakukan perubahan desain interior instagrammable, event komunitas, promo berbasis gamifikasi, atau kolaborasi dengan influencer.

Dikatakannya, pengelola mal pun dituntut menghadirkan value sebagai ruang publik yang nyaman, bukan sekadar pusat belanja. Selain itu memberikan promosi, kerja sama dengan market place untuk bertransaksi juga di outlet, dan even-even mendatangkan influencer, artis, dll ke mall dengan menjual paket-paket promosi penjualan barang yang menarik.

"Dengan begitu, fenomena Rojali & Rohana bisa dikapitalisasi menjadi traffic builder untuk menarik konsumen yang benar-benar membeli," pungkasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Arifin Al Alamudi
EditorArifin Al Alamudi
Follow Us