Ormas di Sumut Naik Daun, Sapma OKP Merangsek Masuk Kampus

Organisasi Kemasyarakatan dan Pemuda (OKP) kian eksis di Sumatra Utara. Beberapa di antaranya Pemuda Pancasila (PP), Ikatan Pemuda Karya (IPK), AMPI, Laskar Merah Putih, FKPPI, Pemuda Panca Marga, Pemuda Merga Silima, dan masih banyak lainnya.
Beberapa petinggi atau kader OKP tersebut bahkan kini menduduki posisi penting di lembaga eksekutif dan legislatif.
Eksistensi OKP ini merangsek hingga ke kampus dan sekolah. Terlihat dari beberapa OKP di Sumut yang kini memiliki Satuan Pelajar dan Mahasiswa (Sapma). Ini juga membuktikan OKP diminati oleh kaum millennial, khususnya pelajar dan mahasiswa.
Menjamurnya sayap OKP (under bow) di lingkungan kampus ternyata sudah dilakukan sejak lama.
Pengamat Sosial Dadang Darmawan Pasaribu mengatakan, pergerakan organisasi ekstra kampus sudah dilakukan puluhan tahun lalu. Fenomena menjamurnya Satuan Pelajar dan Mahasiswa (Sapma) di lingkungan Sekolah dan Kampus tadinya bergerak sembunyi-sembunyi namun sekarang organisasi tersebut bergerak secara terang terangan.
“Ini fenomena yang sudah berlangsung sejak 15 tahun terakhir ketika OKP mulai masuk ke Kampus. Nah hari ini, itu semua berhasil, semua kampus sebetulnya sudah ditaklukan oleh OKP dan partai politik. Karena mereka mereka semua punya under bow di dalam Kampus,” kata Dadang, Jumat (11/02/2022).
1. Gerakan OKP dan Partai Politik sudah sejak 15 tahun lalu masuk kampus

Mahasiswa merupakan ujung tombak pembentukan kemajuan bangsa. Mereka diharapkan mampu menganalisis sekaligus mengatasi permasalahan yang timbul di sekitar. Kemampuan mahasiswa diasah dengan berbagai kegiatan seperti organisasi internal maupun menjadi relawan.
Namun ada juga mahasiswa yang mengasah kemampuan nya melalui organisasi ekstra kampus, Organisasi Kemasyarakatan dan Pemuda (OKP) .
Sambung Dadang, OKP dan partai politik masuk ke kampus dengan menaklukan mahasiswa melalui upaya yang tidak bertentangan dengan pergerakan mahasiswa.
“Ada upaya dari semua OKP bahkan partai sebetulnya untuk menaklukan mahasiswa. Pertama mereka berupaya untuk tidak bersebrangan dengan gerakan mahasiswa, karena mereka tahu gerakan mahasiswa itu adalah gerakan yang bukan menjadi lawan mereka,” jelas Dadang.
2. OKP masuk kampus tanda melemahnya gerakan mahasiswa

Munculnya OKP di perguruan tinggi bahkan dikatakan sedang naik daun performa nya apalagi di Sumatera Utara, Dadang menilai terjadi pelemahan terhadap kekuatan gerakan mahasiswa.
“Sekarang ini naik daunnya Ormas kepemudaan di sumatera utara mengusai kampus dan lain lain itu, sebetulnya secara langsung maupun tidak langsung menandakan kelemahan gerakan mahasiswa di Kampus,” ujarnya.
Dadang menyebutkan pemerintah melalui Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dapat mengambil peran dalam wewenang mengatur keberadaan OKP untuk mendorong hal produktif agar bentrok atau bersaing secara fisik ataupun konflik tidak terjadi lagi pada Ormas.
“Sangat bisa, seharusnya pemerintah terlibat dalam pembinaan organisasi kepemudaan, karena itu tugas pemerintah. Walaupun di sisi lain bukan berarti itu bermaksud untuk mengintervensi semua ormas ormas yang ada di indonesia. Saya kira pemerintah punya badan pembinaan ideologi pancasila dan saya kira itu artinya diarahkan untuk pembinaan ideologi di ormas ormas yang ada di indonesia termasuk di Sumatera utara. Dan itu sangat penting dilakukan pembinaan di kepemudaan organisasi ,” papar Dadang.
Bentrok yang sering terjadi pada Ormas, Dadang menyampaikan negara tidak perlu tunduk pada Ormas ketika oknum organisasi masyarakat tersebut melanggar hukum. Aparat penegak hukum diharapkan dapat langsung berbicara, tidak pandang buluh untuk OKP yang melakukan ulah.
“Ini menurut saya salah satu upaya untuk meredam konflik dan upaya upaya distruksi penegakan hukum. Kalau hukum ditegakan secara adil secara kuat saya yakin itu bisa meredam upaya upaya kriminal, upaya upaya konflik diantara OKP. Negara tidak boleh tunduk pada ormas, dan itu sudah dibuktikan FPI ditutup selesai dan saya kira negara bisa bertindak. Pemerintah bisa bertindak karena selama ini pemerintah sudah membuktikan jadi tidak perlu khawatir soal itu,” tegasnya.
3. Ormas perlu cetuskan progam untuk masyarakat

Tengku Suhaimi Hakim, Ketua PC Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kota Medan mengatakan, setiap organisasi yang dibentuk untuk kepentingan masyarakat pasti memiliki visi misi yang positif, hanya saja terkadang anggota yang berada di dalam organisasi yang merusak citra positif organisasi tersebut.
“Kalau saya berpandangan ada disorientasi dari pengurus atau kader-kader aktifnya yang melenceng dari ART (Anggaran Rumah Tangga), atau yang kita sebut oknum oknum yang diluar koridor dari garis besar organisasi,” katanya.
Tengku memandang setiap organisasi masyarakat didirikan memiliki tujuan yang jelas yang bergerak dibidang sosial untuk mengadvokasi masyarakat.
“Saya percaya dan meyakini bahwa pendiri organisasi sifatnya bagus membangun organisasi itu, kalau niat dia sudah buruk menjadikan organisasi ini mapia atau lainnya mungkin sifatnya tertutup tidak terbuka ke masyarakat,” katanya.
Setiap bentrokan yang terjadi di ormas selalu berakhir menelan korban, Tengku menjelaskan terkadang ketika kekuasaan sudah dipegang ormas, bisa bikin memabukan dan lupa daratan untuk oknum yang mementingkan kepentingan pribadi.
“Kalau organisasi sudah up ke masyarakat memang sifatnya baik, kadang memang sering lupa daratan. Ketika organisasinya sudah up ke masyarakat dan sudah mendapatkan hati masyarakat, apalagi sudah mempunyai jaringan di pemerintahan. Kadang mereka melupakan cita cita ataupun tujuan utama organisasi didiirikan. Karena gelap terhadap situasi itu, sehingga mereka melakukan segala hal untuk mendapatkan kepentingan pribadi. Itu salah satu memang penyakit dari organisasi, salah satu memang beberapa oknum kader yang masuk oganisasi itu hanya untuk mementingkan kepentingan pribadi,” jelasnya.
Istilah ‘preman berseragam’ merujuk ormas yang memeras atau meminta uang kepada masyarakat tanpa bekerja, Tengku berharap hal itu dapat menjadi bahan evaluasi kedepan untuk para pimpinan organisasi masyarakat dalam menjalankan roda organisasi sehingga mampu memberi dampak positif ke masyarakat.
“Saya kira harus menjadi evaluasi bagi organiasi dan menjadi sanksi moral ketika memang ada semat ‘preman berseragam’ nah itu saya rasa sah sah saja untuk disematkan atau dituduhkan ke organisasi itu, dan saya harap untuk menjdi bahan evaluasi bagi pimpinan organisasi tersebut agar ini tidak terulang lagi. Supaya organisasi ini membantu masyarakat bukan cuma menakut nakuti masyarakat” harap Tengku.
Sementara itu, dalam menghapus citra negatif atau istilah ‘preman berseragam’ Tengku menyampaikan ormas perlu meluncurkan pogram yang menyentuh masyarakat.
“Upaya nya masing masing dari ormas itu atau kader kadernya, dia harus meyakinkan masyarakat bahwa ormas itu sifatnya membantu masyarakat contohnya dengan cara buat program yang sifatnya betul membantu masyarakat,” papar Tengku.