Memorial Living Park Diresmikan, Negara Akui Pelanggaran HAM Berat

- Memorial Living Park diresmikan sebagai ruang ingatan dan pemulihan pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh.
- Pembangunan Memorial Living Park merupakan pengakuan negara terhadap kasus pelanggaran HAM, dengan harapan menjadi monumen penyembuh batin masyarakat.
- Negara mengakui 12 pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk tiga peristiwa di Aceh, dan meluncurkan program pemulihan korban secara nonyudisial.
Banda Aceh, IDN Times - Pemerintah meresmikan pembangunan Memorial Living Park di Gampong Bili, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, Aceh, pada Kamis (10/7/2025). Tempat itu dibangun di bekas lokasi Pos Statis Rumoh Geudong pada masa Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh.
Turut hadir dalam peresmian tersebut Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, serta Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Diana Kusumastuti.
Selain itu turut hadir Wakil Gubernur Aceh, Fadhlulllah, beserta pejabat lain baik nasional maupun provinsi dan kabupaten.
1. Bukan hanya sekadar ruang publik, tetapi sebagai ruang ingatan dan pemulihan

Yusril mengatakan arena Memorial Living Park itu bukan hanya sekedar ruang publik, tapi juga menjadi ruang ingatan dan pemulihan. Tentunya sebagai langkah konkrit pemerintah dalam penanganan pelanggaran HAM berat masa lalu secara nonyudisial.
“Pada masa Presiden Jokowi, pemerintah secara terbuka mengakui pelanggaran HAM berat masa lalu, pengakuan ini adalah awal dari proses pemulihan hak korban dan pembangunan ruang publik ini juga menjadi bentuk penghormatan pada generasi lalu,” kata Yusril.
2. Memorial Living Park, pengakuan negara dan menyesali kasus pelanggaran HAM

Dia menyampaikan pembangunan Memorial Living Park juga merupakan bentuk pengakuan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu dan komitmen negara untuk tidak lagi mengulang kejadian itu.
Yusril berharap, arena Memorial Living Park itu bisa dirawat dengan baik oleh semua pihak agar menjadi monumen bersejarah yang menjadi penyembuh batin dan pelita harapan masyarakat Aceh.
“Banyak bangunan dan monumen sejarah yang dibangun namun terbengkalai, padahal dibangun untuk mengenang masa lalu dan bertekad membangun masa depan lebih baik,” ujar Yusril.
“Oleh sebab itu, kita mengambil langkah di pusat agar ada pembiayaan untuk merawat dan memelihara gedung ini dengan sebaik-baiknya,” imbuh Menko Kumham Imipas.
3. Sekilas tentang tiga dari 12 pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh yang diakui negara

Sebelumnya, pada Januari 2023 lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang pernah terjadi di Indonesia. Tiga di antaranya terjadi di Aceh, yakni di Aceh Utara, Pidie dan Aceh Selatan.
Ketiga pelanggaran HAM berat itu adalah pertama peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh pada tahun 1998. Lokasi Rumoh Geudong adalah di Desa Bili, Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie.
Kedua, peristiwa Simpang KKA di Aceh pada tahun 1999. Simpang KKA adalah sebuah persimpangan jalan dekat pabrik PT Kertas Kraft Aceh di Kecamatan Dewantara, Aceh Utara.
Peristiwa ketiga yakni tragedi Jambo Keupok Aceh pada tahun 2003. Peristiwa ini terjadi di Desa Jambo Keupok, Kecamatan Bakongan, Aceh Selatan.
Pada Juni 2023, Presiden Jokowi meluncurkan program pemulihan secara nonyudisial terhadap korban 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu itu dari lokasi Rumoh Geudong, Pidie.
Pada saat itulah Presiden juga memulai pembangunan Memorial Living Park sebagai bentuk penyelesaian HAM masa lalu.