Mediasi Pembongkaran Musala di Eks Kampus ITM Hasilkan 2 Putusan

- Yayasan menyebut bangunan yang dirobohkan adalah musala lama
- Kurangnya komunikasi menyebabkan salah paham
- Dua putusan yang dihasilkan dari mediasi, termasuk relokasi bangunan musala
Medan, IDN Times- Pembongkaran musala di area eks kampus Institut Teknologi Medan (ITM) menuai polemik antara pihak Yayasan Pendidikan Dwi Warna, Yayasan Sosial Helvetia dan organisasi kemasyarakatan. Mediasi pun digelar dan difasilitasi Pemerintah Kota Medan melalui Kecamatan Medan Kota dan Kelurahan Teladan Barat.
Mediasi itu dipimpin Sekretaris Kecamatan Medan Kota, Endang Wastiani dan didampingi Lurah Teladan Barat Juni Hardian berlangsung di Aula Kecamatan Medan Kota, Selasa (23/9/2025). Turut hadir Ketua Yayasan Pendidikan Dwi Warna; Prof Zainuddin, perwakilan Yayasan Sosial Helvetia; Faisal Saleh, Ketua MUI Medan Kota; Deliman Siregar, KUA Medan Kota, perwakilan DPD PISN Medan, Karang Taruna dan tokoh masyarakat. Hasilnya ada dua keputusan yang dihasilkan.
Lurah Teladan Barat, Juni Hardian, menjelaskan bahwa polemik ini bermula dari informasi pembongkaran musala yang ia terima melalui pesan singkat. Setelah berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk ulama, Babinsa, dan Bhabinkamtibmas, ia memastikan keberadaan musala tersebut dan melihat langsung bahwa bangunan itu telah dirobohkan.
"Kami tidak ingin ada polemik di Medan, karena kota ini harus kondusif, nyaman, dan tenteram. Saya baru tahu ada rumah ibadah di lokasi itu, karena selama tiga tahun menjabat, ITM tidak pernah tercatat menerima bantuan dari Pemerintah Kota Medan," tambahnya.
1. Yayasan menyebut bangunan yang dirobohkan adalah musala lama

Ketua Pendidikan dan Sosial Yayasan Dwi Warna, Prof. Dr. Zainuddin, memberikan klarifikasi bahwa bangunan yang dirobohkan adalah musala lama yang dibangun pada tahun 90-an dan tidak pernah digunakan untuk salat Jumat. Pembongkaran dilakukan karena musala tersebut dinilai tidak memadai untuk menampung ribuan mahasiswa yang akan menempati area kampus baru.
"Mahasiswa kita nanti akan terlalu banyak, jadi tidak akan muat untuk salat di situ," ujar Zainuddin.
"Maka, kami bersama pengembang ingin membangun masjid yang lebih besar di bagian depan kompleks," tambah Zainuddin.
2. Kurangnya komunikasi menyebabkan salah paham

Prof. Zainuddin juga mengakui kurangnya publikasi mengenai rencana pembangunan ini menyebabkan kesalahpahaman. Ia menegaskan bahwa yayasan akan menandatangani jaminan untuk membuktikan komitmen mereka membangun masjid pengganti yang lebih besar dan dapat digunakan juga oleh masyarakat umum.
Perwakilan Yayasan Sosial Helvetia, Faisal Saleh, menyampaikan, pembongkaran musala lama adalah langkah awal untuk pembangunan masjid baru yang lebih layak."Kami akan membangun masjid di depan karena musala sebelumnya memang sudah tidak layak ketika kampus itu pindah ke sana," kata Faisal.
3. Dua putusan yang dihasilkan dari mediasi, termasuk relokasi bangunan musala

Sementara itu, Sekretaris Kecamatan Medan Kota, Endang Wastiani mediasi tersebut menghasilkan dua keputusan. Yang pertama, yayasan akan merelokasi bangunan musala awal ke lokasi yang sama dan akan dibuat menjadi masjid.
"Yang kedua, ini harus kita tuangkan juga agar tidak terjadi lagi mediasi-mediasi kedepannya seperti yang lalu. Kesepakatan kedua tidak ada kegiatan pembangunan sebelum PBG keluar. Dua kesepakatan ini akan kita tandatangani bersama," katanya.
Pertemuan ini disambut baik oleh semua pihak, yang berharap silaturahmi dan kekompakan dapat terus terjalin untuk mengawal pembangunan rumah ibadah ini.