KontraS Sumut Kecam Rencana Didik Pelajar Nakal di Barak Militer

Medan, IDN Times – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara menolak rencana Dinas Pendidikan Kota Pematang Siantar yang akan membina pelajar nakal di barak militer. Rencana itu mencuat dalam rapat kerja Komisi II DPRD bersama Disdik Pematang Siantar, Kamis (11/9/2025).
KontraS menilai program tersebut menyalahi kewenangan TNI, berpotensi melanggengkan budaya kekerasan, serta tidak sesuai dengan prinsip pendidikan dan perlindungan anak.
“Barak militer bukan metode yang tepat dalam mengatasi kenakalan pelajar. Fungsi TNI tidak diperuntukkan untuk mendidik anak apalagi di ranah sipil. Justru berbahaya jika pelajar dibawa masuk ke barak, karena mereka bisa jadi dekat dengan budaya kekerasan,” tegas Adhe Junaedy, Staf Kampanye dan Opini Publik KontraS Sumut, Senin (15/9/2025).
1. Dinilai berisiko timbulkan stigma dan trauma

Menurut KontraS, mengirim pelajar nakal ke barak militer justru bisa menimbulkan stigma negatif. Anak akan dilabeli sebagai “pelajar nakal” dan rentan mengalami tekanan psikologis.
Adhe Junaedy menyebut, alih-alih mendidik, pendekatan semacam ini berpotensi menambah luka mental. “Penempatan anak ke barak militer justru menguatkan label anak nakal. Stigma ini berbahaya bagi kesehatan mental anak, bukan menciptakan efek jera,” jelasnya.
Lanjut Adhe, fungsi TNI tidak diperuntuhkan untuk mendidik anak apalagi di ranah sipil. Dikhawatirkan, pelajar yang dikirim ke barak bukannya terdidik namun menjadi dekat dengan budaya kekerasan yang kerap dipertontonkan oleh TNI.
Ini dapat dibuktikan dengan beberapa peristiwa kekerasan dilakukan prajurit TNI di ranah sipil yang bahkan sampai menghilangkan nyawa anak. Misalnya pada kasus yang menewaskan seorang pelajar berinisial MAF(13) di Serdang Bedagai dan MHS (15) di Deli Serdang. Kedua nya tewas diduga ditembak oleh prajurit TNI. Sepanjang periode Juni 2024 – Juni 2025 KontraS Sumut mencatat setidaknya terdapat 6 peristiwa kekerasan di ranah sipil yang dilakukan oleh prajurit TNI di Sumut.
2. Tak punya dasar hukum yang jelas

KontraS menilai kebijakan itu juga tidak memiliki pijakan hukum. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maupun aturan perlindungan anak tidak pernah mengatur barak militer sebagai lembaga pembinaan pelajar.
“Ini cacat pikir pemerintah daerah. Pendidikan seharusnya diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, dan menjunjung tinggi HAM, bukan dengan militerisme,” kata Adhe.
3. Pemerintah diminta cari solusi yang lebih bijak

KontraS mendorong Pemko Pematang Siantar untuk mengkaji ulang akar persoalan kenakalan pelajar, mulai dari aspek sosial, pendidikan, hingga peran orangtua. Mereka juga meminta lembaga negara seperti KPAI, Komnas HAM, dan Komnas Perempuan menyoroti serius kebijakan ini.
“Negara memang punya tanggung jawab mendidik anak, tapi harus dengan solusi yang bijak. Bukan malah menyeret mereka ke barak militer,” pungkas Adhe.