Kisah Pilu Nazwa Aliya, Tak Pamit ke Kamboja Pulang Tinggal Nama

Medan, IDN Times - Tak pernah ada dalam benak Lanniari Hasibuan (53 tahun) bahwa putrinya yang ia rawat sejak kecil meninggal dunia di negeri orang. Yang membuat Lanniari tak kuasa menahan pilunya sampai saat ini ialah kala sang anak pergi ke Kamboja tanpa izin dan titah darinya.
Sebelum nekat memutuskan untuk pergi, anaknya yang bernama Nazwa Aliya (19) itu hanya berpamitan hendak interview kerja di salah satu bank swasta Indonesia. Tanpa Lanniari sadari bahwa itu menjadi pertemuan terakhir dengan putri tercinta sebelum pada akhirnya dikabarkan meninggal dunia karena overdosis di Kamboja.
1. Sebelum ke Kamboja, sang anak hanya pamit ingin menjalani interview di salah satu Bank swasta Indonesia

Lanniari tak kuasa menahan air matanya yang berdesakkan ingin meluruh. Kepalanya riuh dipenuhi setumpuk tanda tanya soal kabar kematian putrinya, Nazwa Aliya.
Perempuan paruh baya yang pernah bekerja di Malaysia itu menuturkan bahwa sebelumnya sang anak sempat pamit kepadanya. Namun, Lanniari mengaku pamitnya sang anak bukanlah untuk pergi ke Kamboja.
"Pertama kali pergi, anak saya mengaku minta izin sama saya untuk ujian (interview) di bank bersama kawan-kawan sekolah yang dia jumpai di Praktek Kerja Lapangan (PKL) Hotel Adimulia. Terus saya izinkanlah, karena ujian di sini (Medan)," ungkap Lanniari.
Hari pertama Aliya sempat pulang ke rumah. Namun paginya, perempuan berusia 19 tahun itu pergi tanpa pamit dan tanpa bertatap muka dengan sang ibu.
"Hari keduanya, saya tak melihat dia pergi waktu itu. Terlalu pagi kali dia pergi. Tengah hari (siang) saya telepon dia, dia ada bilang SMS aja. Sorenya saya telepon, lalu dia bilang kalau dia sudah ada di Thailand. Saya pingsanlah waktu itu karena terkejut," lanjut Lanniari.
2. Di Kamboja Aliya jatuh sakit dan pada akhirnya meninggal dunia diduga karena overdosis

Riuhnya pertanyaan memadati pikiran Lanniari. Sang anak, Aliya, mencoba menenangkan dengan mengatakan bahwa ia berangkat ke Thailand bersama teman-teman sekolahnya dulu waktu ia PKL.
"Dia di Bangkok menginap di hotel Center Point Bangkok. Waktu itu saya telepon dia, namun dia gak angkat. Adik saya juga ikut menelepon, diangkat, tapi macam ada orang yang mengawasinya. Sebentar-sebentar saja, begitu. Kemudian teleponnya diputus," beber Lanniari.
Tanggal 30 Juli 2025 Aliya sudah berpindah ke Kamboja. Lanniari menjelaskan bahwa saat itu anaknya pergi ke sana dengan menumpangi bus.
"Sampai di Kamboja dia tinggal di rumah si CT, warga negara Inggris yang saya kenal waktu di Malaysia. Tempat tinggal dia dulu dekat dengan tempat kerja saya. Saya tak meminta tolong dia jemput anak saya. Cuma anak saya bilang dia sudah pergi ke tempat CT. Kemungkinan orang lain yang jemput atau CT yang jemput, tak tahu pasti," jelasnya.
Namun saat Lanniari ingin kembali berkabar dengan putrinya, justru nomornya diblokir. Begitu pula saat ia menghubungi CT. Namun beberapa hari berikutnya Lanniari ditelepon oleh CT bahwa anaknya masuk rumah sakit.
"Dia sakit. Yang CT kasih tahu, dia minum obat, overdosis. Tapi surat dari dokter anak saya mengalami dispepsi. Pertama kali dapat (informasi) itu dari CT waktu di RS, si CT yang merawat," aku Lanniari.
Begitu terperanjatnya Lanniari bahwa kabar berikutnya yang ia dapat adalah kematian putrinya. Aliyah dikabarkan meninggal dunia karena overdosis.
"Kabar dari KBRI, dia itu overdosis juga, akibat minum obat. Anak saya sempat dirawat di RS sekitar 3 atau 4 hari".
3. Lanniari kesulitan memulangkan jenazah anaknya ke Indonesia

Lanniari syok berat mendengar kabar kematian anaknya. Ia masih setengah percaya atas kejadian ini. Keluarga mencoba menghiburnya agar tabah, namun Lanniari masih belum bisa membendung tangisnya.
"Saya tak pasti (percaya) kali semua berita ini betul atau tidak. Kalau jenazahnya sampai kan saya tahu pasti. Ini informasi dari sana. Sekarang jenazah ada di tempat pengurusan jenazah. Belum bisa dipulangkan. Pihak pengurusan jenazah minta kita membayar biaya pemulangan Rp138 juta," ungkap Lanniari.
Ia sudah mendapatkan surat keterangan kematian dan sertifikat kematian anaknya. Lanniari mengungkapkan bahwa besar harapannya jika sang anak bisa dimakamkan di Indonesia.
"Harapan saya semoga jenazah anak saya cepat dipulangkan dan dimakamkan di kampungnya sendiri," harapnya.
Diakui olehnya bahwa Aliya memang sudah memiliki paspor sendiri. Semasa Lanniari bekerja sebagai TKI di Malaysia, anaknya beberapa kali datang menjumpainya.
"Saya rasa memang anak saya terjebak dengan iming-iming kerja," pungkasnya.