Kejati Riau Tahan 3 Tersangka dari 2 Kasus Korupsi

- Kejati Riau menahan 3 tersangka dari 2 kasus korupsi di Bumi Lancang Kuning
- IR ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi pembangunan pelabuhan penyebrangan Sagu-sagu Lukit Tahap V di Kabupaten Kepulauan Meranti
- Eks Kasidik Rohil jadi tersangka korupsi penggunaan dana swakelola rehabilitasi dan pembangunan gedung Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Rokan Hilir
IDN Times, Pekanbaru - Korps Adhyaksa Riau menahan 3 tersangka dalam 2 kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di Bumi Lancang Kuning. Ketiga tersangka itu berinisial IR, AA dan SYF. Oleh Kejati Riau, ketiga tersangka tersebut dilakukan tindakan penahanan badan dan dititipkan di Rutan Kelas I Pekanbaru.
Pertama, IR ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi pekerjaan pembangunan pelabuhan penyebrangan Sagu-sagu Lukit Tahap V di Kabupaten Kepulauan Meranti, pada Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II Riau Tahun Anggaran 2022-2023.
Sedangkan AA dan SYF, ditersangkakan dalam tindak pidana korupsi penggunaan dana swakelola rehabilitasi dan pembangunan gedung Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik SD Tahun Anggaran 2023.
Penanganan 2 kasus korupsi tersebut, dilakukan oleh tim jaksa penyidik pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau.
1. IR tersangka keempat

IR dalam rasuah itu, merupakan pengawas lapangan dari PT Gumilang Sajati selaku konsultan pengawas proyek bermasalah tersebut. Sebelumnya, pihak kejaksaan telah menetapkan 3 tersangka dan telah dilakukan tindakan penahanan badan juga. Ketiga tersangka itu adalah MRN, HB dan RN. MRN dan HB merupakan pihak swasta. Sedangkan RN, merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II Riau, Kementerian Perhubungan.
Plt Kepala Kejati Riau Dedie Tri Winarto menerangkan, IR bersama tersangka lainnya, dinilai terbukti membuat laporan bulanan kemajuan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kondisi nyata di lapangan.
"Hal ini dilakukan bersama-sama dengan tersangka MRN atas arahan dan persetujuan tersangka RN dan HB," terang Dedie, Selasa (2/9/2025).
Berdasarkan data yang diterima IDN Times, BPTD Kelas II Riau sebelumnya menganggarkan proyek pembangunan pelabuhan senilai Rp27,61 miliar dari APBN 2022-2023. Setelah proses lelang, pekerjaan dimenangkan oleh PT Berkat Tunggal Abadi-PT Canayya Berkat Abadi, KSO, dengan kontrak bernilai Rp25,95 miliar.
Namun, dalam pelaksanaannya, pekerjaan dilakukan oleh MRN yang bukan personel resmi perusahaan pemenang tender. Bahkan, pembayaran masuk ke rekening yang dibuka sendiri oleh MRN.
Selama proyek berjalan, terjadi tiga kali addendum kontrak, yakni pada 12 Desember 2022 terkait perubahan pembayaran prestasi pekerjaan, 20 Februari 2023 terkait perubahan tambah kurang pekerjaan (CCO) sehingga nilai kontrak naik menjadi Rp26,78 miliar, dan 8 November 2023 terkait perpanjangan waktu pelaksanaan selama 90 hari hingga 12 Februari 2024.
Meski telah mendapat perpanjangan, proyek tersebut tidak rampung 100 persen. Kontrak akhirnya diputus pada progres 80,82 persen, namun pembayaran sudah dilakukan hingga 80 persen. Hasil pemeriksaan ahli jasa konstruksi menemukan bobot riil pekerjaan hanya 31,68 persen.
Akibat perbuatan melawan hukum ini, negara mengalami kerugian signifikan. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau, total kerugian mencapai Rp12,59 miliar.
2. Untuk kedua kalinya, eks Kasidik Rohil jadi tersangka korupsi

Sementara itu, kasus korupsi kedua, tersangka AA merupakan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Rohil periode 2023 hingga Mei 2025. Sedangkan tersangka SYF, selaku Ketua Pelaksana Kegiatan Swakelola yang menjadi permasalahan.
Dalam kasus korupsi penggunaan dana swakelola rehabilitasi dan pembangunan gedung Sekolah Dasar (SD) yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik SD Tahun Anggaran 2023 ini, AA diduga telah melakukan penyelewengan dana sebesar Rp7,67 miliar dari total anggaran Rp40,3 miliar untuk 207 kegiatan rehabilitasi dan pembangunan gedung SD di 41 sekolah yang berada di Kabupaten Rohil.
"AA memerintahkan Bendahara Pembantu untuk melakukan penarikan tunai dana pencairan Tahap I hingga Tahap III, dengan total dana yang dinikmati untuk kepentingan pribadinya mencapai Rp7.678.550.000," ujar Plt Kepala Kejati Riau.
Selain itu, AA juga terbukti menggunakan dana tersebut untuk pembayaran ke sejumlah media dengan total Rp36.050.000.
Dedie menjelaskan tersangka SYF sebagai Ketua Pelaksana Kegiatan Swakelola, diduga mengambil dana sebesar Rp897.485.486 dengan dalih pembayaran upah tukang dan pembelian material. Namun, hanya Rp599.900.000 yang dapat dipertanggungjawabkan.
"Akibatnya, terdapat sisa dana sebesar Rp297.585.486 yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," jelas Dedie yang juga menjabat sebagai Wakil Kajati Riau.
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau, perbuatan tersangka AA dan SYF telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp7.976.135.486.
"Kerugian negara terdiri dari Rp7.678.550.000 akibat perbuatan AA dan Rp297.585.486 akibat perbuatan SYF," terang Dedie.
Dalam kasus ini, AA tidak dilakukan tindakan penahanan. Hal tersebut dikarenakan dia sudah menjalani penahanan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Rokan Hilir terkait kasus tindak pidana korupsi pembangunan SMP di Kabupaten Rohil.
3. Terancam 20 tahun penjara

Dedie menambahkan, terhadap tersangka IR, AA dan SYF, pihaknya menjerat ketiganya dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Maksimal pidana penjara 20 tahun dan minimal 4 tahun penjara," tambahnya.